Pengangguran Di Provinsi Kaya

Tgk Ismuhdi Peusangan.
WAAJumat 01/05/2009 JAKARTA - Sumber Daya Manusia (SDM) di Nanggroe Aceh Darussalam yang kaya Sumber Daya Alam (SDA), Ibarat Ayam yang terkurung dibawah Lumbung Padi. DEMOGRAPHY Biro Pemerintahan Provinsi Aceh mencatat, jumlah penduduk Aceh hingga April 2009 mencapai 4,67 juta jiwa. Atau meningkat 645.341 jiwa bila dibandingkan empat tahun lalu yang tercatat sebanyak 4,05 juta jiwa. “2.35 juta jiwa diantaranya laki-laki dan sisanya 2,32 juta jiwa perempuan”. 

Penduduk terbanyak berada di Kabupaten Pidie yang mencapai 438.233 jiwa, disusul Aceh Timur 392.639 jiwa, dan Bireuen 397.580 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit terdapat di Kabupaten Simeulu yang hanya 84.005 jiwa. ECONOMY Ekonomi Aceh masih ditopang oleh kegiatan konsumsi yaitu sebesar 56% (sumber, Bank Indonesia Banda Aceh). Kebiasaan konsumtif merupakan paradok ekonomi. Kegiatan konsumtif terutama dilakukan oleh rumah tangga. “Peluang untuk tumbuh ekonomi kerakyatan sangat besar, namun bukan kegiatan produksi yang berkembang di Aceh. Hingga hari ini pasokan barang ke Aceh masih sangat bergantung pada luar daerah terutama dari Medan Sumatera Utara. 

Tidak ada ketegasan pemerintah Aceh untuk mengatur regulasi kegiatan ekspor impor sendiri dan memutuskan mata rantai perdagangan dengan Medan, oleh Belanda memang Medan diwarisi infrastruktur pelabuhan yang lebih baik. Dalam urusan ekspor barangkali Pemerintah Aceh lebih bangga dengan gelar “Aceh punya barang Medan punya nama”. Kondisi perekonomian Aceh dari tahun 2001 sampai 2008 terus merosot.”Ini utamanya disebabkan produksi gas alam, pemasukan utama Aceh dari bagi hasil semakin sedikit, dari 1,294 triliun pada tahun 2007, dan 2 triliun lebih pada tahun 2008, menjadi 533 miliar tahun 2009 (PerMenKeu No.52/PMK.07/2009).

Sektor ril di Aceh kurang berkembang. “Ada Rp11,1 triliun dana yang menganggur di bank-bank diseluruh Aceh karena mereka kesulitan mencari pengusaha sektor ril yang kredibel, Gubernur BI mengatakan “bank-bank di Aceh hanya beternak duit saja di BI”, yang banyak di Aceh adalah para kontraktor, itu pun bukan kontraktor profesional yang siap bersaing untuk menjadi kontraktor konstruksi skala internasional seperti yang sedang dibutuhkan di Arab Saudi, Irak, Yaman, dan Palestina. Karena umumnya pemilik perusahaan kontraktor di Aceh adalah menjadi kontraktor dadakan karena kedekatan dengan penguasa dan hanya bersifat temporer saja, orientasi mereka semata mata profit taking (fee). setelah menang tender lalu kontraknya dijual kepada kontraktor lain yang punya modal namun tidak punya koneksi dengan pejabat pemerintah.

Perusahaan kontraktor di Aceh mirip dengan beberapa perusahaan kontraktor Jepang seperti Kumagai Gumi dan Kajima, yang berkantor pusat di negara Singapura namun dikendalikan oleh Yakuza yang bermarkas di negara Jepang. HUMAN RESOURCE Sumber Daya Manusia (SDM) NAD Angkatan kerja Aceh cenderung menginginkan kerja sebagai PNS. “Hasrat menjadi PNS mengurangi hasrat untuk menjadi enterpreuner atau pengusaha. Padahal peluang untuk menjadi pengusaha sangat terbuka lebar. Paling tidak menjadi pengusaha untuk memproduksi barang-barang yang dibutuhkan sehari-hari oleh masyarakat Aceh, namun pengusaha muda di Aceh lebih tertarik membangun ruko ketimbang menjadi produsen dalam industri kecil.

Industri hampir tidak ada yang melirik, bahkan sektor garment dan perikanan yang mendapatkan bantuan asing dan pemerintah pusat pun tidak mampu dijalankan oleh Pemda dengan alasan keterbatasan sumber daya manusia. Sebelum tsunami jumlah angkatan kerja di Aceh tercatat 2,53 juta orang, sementara jumlah kesempatan kerja hanya 2,25 juta. Sebesar 0,28 juta orang adalah pengangguran. “Jumlah pencari kerja itu setiap hari bertambah, sejalan dengan makin berkurangnya kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh akibat aktivitas kegiatan BRR dan lembaga swadaya masyarakat (LSM/NGO) nasional dan internasional yang terus berkurang di Aceh,”.

Tidak mustahil para aktivist yang selama ini menjadi pendamping NGO asing dan nyaris tidak ada demonstrasi karena mereka sibuk bekerja, berpotensi untuk kembali turun ke jalan berdemo tentang apa saja jika kelak mereka menganggur. EMPIRICAL Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) NAD Agustus 2008, jumlah angkatan kerja di Provinsi NAD mencapai 1,793 juta dan perhitungan Februari hingga Agustus 2008 terjadi penambahan angkatan kerja lebih kurang 12.000 orang. Sementara jumlah pengangguran terbanyak di Pemko Lhokseumawe mencapai 14,35 persen. Di Provinsi NAD, setiap semester terjadi penambahan jumlah pengangguran mencapai 7.000 orang.

Berdasarkan data tahun lalu, pada Februari 2008 jumlah angka pengangguran di NAD sebanyak 164.000 orang, sementara data Agustus 2008 jumlah masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan meningkat menjadi 171.000 orang. Hasil wawancara dengan beberapa pencari kerja di Aceh sungguh mencengangkan, mayoritas responden (69%) ingin menjadi pegawai negeri sipil (PNS) meskipun dengan berbagai cara, mulai dari mengandalkan memo dan surat rekomendasi kerabat dekat yang kebetulan sedang berkuasa, hingga membayar puluhan juta rupiah pun mau asal diterima menjadi PNS, bahkan isteri para pengusaha sukses di Aceh ikutan melobby agar mendapatkan status PNS.

Alasan mereka sederhana: “seorang PNS di Aceh meskipun golongan rendah namun dapat hidup serba kecukupan, mampu membeli rumah dan mobil (fenomena ini merupakan salah satu keajaiban dunia setelah tembok besar di China), dan menurut rakyat, di Aceh sangat sulit membedakan antara rumah pengusaha dengan rumah PNS, tidak seperti di Jakarta”. Kata salah seorang responden di Banda Aceh. Lalu bagaimana trik mendapatkan tambahan penghasilan diluar gaji? Sudah menjadi rahasia umum, bahwa korupsi secara berjama’ah di negeri syari’at sudah dianggap lumrah oleh sebahagian PNS, namun tidak semua PNS di provinsi NAD korup. Karena masih ada sebahagian PNS yang bersedia bekerja banting tulang diluar jam dinas, seperti dosen, guru, dan tenaga medis serta yang lainnya.

Bila saya katakan bahwa: “sebahagian PNS di Aceh itu korup”, namun ada yang tidak setuju dengan pendapat saya. Maka saya akan meralat perkataan saya tersebut, dan saya akan mengatakan bahwa: “sebahagian PNS di Aceh tidak korup”. Jika ada Pemda yang tidak mampu menjalankan industri bantuan asing maka sebenarnya siapakah yang berhak diberi gelar bodoh, pemerintah atau rakyat? Pertanyaan mendasar tersebut sering dilontarkan diantara generasi muda Aceh masa kini, bila kita lihat dari segi Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) dari tahun ke tahun semakin meningkat, untuk tahun 2009 adalah sebesar Rp.9,7 triliun jika dikelola dengan baik, adil dan bijaksana, sesuai dengan perencanaan awal, tentu saja akan mampu menciptakan lapangan kerja yang tidak sedikit, namun konon kabarnya kebanyakan kebijakan mandeg di tingkat kepala dinas.

Mengapa demikian? Disinyalir dan kuat dugaan bahwa: orang-orang yang diangkat menjadi kepala dinas adalah orang-orang yang tidak punya kapabilitas dalam bidang yang ditunjuk, namun diangkat berdasarkan patron nepotisme, karena kroni, dan tergantung selera penguasa yang memiliki perasaan like or dislike, bukan menggunakan hati nurani dan commonsense. Negeri ini memang sudah terlalu lama dibangun bukan dengan menggunakan akal sehat, sebagaimana diimani oleh Hitler “Hanya orang-orang sakit jiwalah yang selalu haus kekuasaan dan tak akan pernah puas dengan kekuasaan, bagai meminum air laut yang asin”. Bahkan ada diantara kepala dinas yang memang sudah terlanjur lahir pada era ekonomi susah dan gizi buruk, sehingga selalu sakit-sakitan dan tidak mampu menjalankan tugas dengan baik. Lalu bagaimana dengan nasib Sumber Daya Manusia (SDM) di negeri kaya yang bernama Nanggroe Aceh Darussalam?

Bagi pengangguran di Aceh “SDM” punya arti tersendiri, “SDM” bisa berarti: “Semua Dari Matang”, “Sedikit Dari Meureudu”, “Sedikit Dari Meulaboh”. Namun bagi mantan kombatan, pateng, juru radio, atom, rungkhoem, juru maguen GAM yang menjadi pengangguran, dan Korban Konflik yang cacat seumur hidup lalu terpaksa menjadi pengemis jalanan “SDM” memiliki makna yang berbeda pula: “Sudah Doek Mandum” kata mereka. JOB LESS Orang-orang yang banyak menganggur dalam hidup ini, biasanya menjadi penebar isu dan desas desus yang tak bermanfaat, itu karena akal fikiran mereka selalu melayang-layang tak tahu arah. Saat yang paling berbahaya bagi akal adalah manakala pemiliknya menganggur dan tak berbuat apa-apa.

Orang seperti itu ibarat mobil yang berjalan tanpa sopir, akan mudah oleng ke kanan dan ke kiri atau menubruk apa saja yang ada di depannya. Bila pada suatu hari kita mendapati diri kita menganggur tanpa kegiatan, bersiaplah untuk bersedih, gundah dan cemas. Sebab dalam keadaan kosong itulah pikiran kita akan menerawang kemana-mana, mulai dari mengingat masa lalu, menyesali kenyataan masa kini, hingga mencemaskan suramnya masa depan yang belum tentu akan kita alami. Dan itu membuat fikiran kita tak terkendali maka akan mudah lepas kontrol. Sebagaimana firman Allah SWT:”Mereka rela berada bersama orang-orang yang tidak pergi berperang, dan hati mereka telah dikunci mati, maka mereka tidak mengetahui (kebahagiaan beriman dan berjihad)”. (QS. at-Taubah (9) : 87).

HADIH MAJA. “Meunyoe goet pade di blang hana padumna tulo pajoh, meunyoe rakyat kaseunang hana padumna le soe peukiroh”. Karena itu daripada duduk melamun di penjara dengan memikirkan hukuman penjara seumur hidup yang ditimpakan kepada saya, lebih baik saya menulis. Kepada para generasi muda Aceh yang belum beruntung mendapatkan pekerjaan, mari kita isi setiap waktu luang dengan kesibukan yang bermanfaat. Mohon maaf bila ada kata yang tidak pada tempatnya, maklum saja nyaris sembilan tahun di penjara membuat saya hampir kehilangan memori tentang Aceh yang sangat saya cintai, namun saya bersyukur kepada Allah SWT, dan dijamin oleh konstitusi bahwa saya masih diberi kesempatan untuk menulis dan berpendapat meskipun di penjara.

Penulis adalah Tgk Ismuhadi Peusangan narapidana politik Aceh yang ditahan di Pulau Jawa sejak tahun 2000.
Previous Post Next Post