![]() |
Sejumlah Aktivis WAA dan Watch Indonesia bergambar di depan Brandenbureger Tor Jerman, dimana aksi “Keberlanjutan Perdamaian Aceh” di laksanakan, Sabtu 04 July 2009, [Foto Iwan/Waa]. |
WAA – Sabtu 04/07/2009, Aksi Damai WAA Sukses di Gelar di Jerman
Jerman - Brandenburger Tor yang dibangun antara tahun 1788 sampai dengan 1791 oleh Raja Frederick William II dari Prussia sebagai tanda perdamaian, menjadi saksi kesuksesan penyelenggaraan Aksi Damai World Achehnese Association pada hari Sabtu tanggal 4 Juli 2009.
Acara yang mengusung tema ‘Keberlanjutan Perdamaian Aceh’ di mulai pukul 11.00 sampai 13 waktu Berlin, selain di hadiri oleh masyarakat Aceh yang bermukim di Jerman juga 24 aktivis pejuang Aceh dari negara Denmark, juga ikut berpartisipasi beberapa aktivis Internasional dari Wacth Indonesia yang sedang dan pernah bekerja untuk Aceh yang total keseluruhan peserta berjumlah 31 orang.
Aksi Damai yang berlangsung beberapa meter dari kantor Uni Europe, Kedutaan Amerika, Perancis, Inggris dan beberapa kedutaan lain nya, di sambut sangat antusias oleh ratusan pengunjung tempat yang merupakan salah satu Land Mark kota Berlin.
Maksud dan tujuan di adakan nya Aksi Damai tersebut ialah yang pertama ingin menyampaikan kepada dunia Internasional bahwa masih ada elemen sipil masyarakat Aceh yang tergabung dalam World Achehnese Association, masih tetap eksis memperhatikan segala sesuatu hal yang berkaitan dengan kepentingan bersama Bangsa Aceh. Kedua ingin mengucapkan terima kasih kepada warga dunia yang telah memberikan bantuan kemanusian Tsunami untuk Aceh baik melalui lembaga resmi Negara maupun lembaga- lembaga non Pemerintahan atau NGO.
Yang ketiga ialah mengingatkan dan menuntut kepada pihak- pihak yang telah menandatangani perjanjian damai perang Aceh pada 15 Agustus 2005 di Helsinki Finlandia, baik Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk tetap serius mengimplementasikan setiap butir- butir Memorandum of Understanding (MoU) yang sudah di sepakati, karena hampir genap 4 tahun usia perdamaian akan tetapi masih ada poin- poin krusial yang belum maksimal ataupun belum sama sekali di lakasanakan yang dianggap sangat potensial menciptakan konflik sosial baru di Aceh, seperti Undang-undang Pemerintah Aceh (UU PA) yang tidak sesuai dengan MoU, belum dibebaskan nya semua Tapol dan Napol Aceh yang seharusnya di bebaskan selambat- lambatnya 15 hari setelah penandatangan MoU, juga belum di selenggarakanya sebuah pengadilan Hak Asasi Manusia untuk Aceh dan belum dibentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh dan lain- lain.
Keempat ialah menuntut sebuah keseriusan mempertahankan perdamaian di Aceh baik berupa kontrak politik Rakyat Aceh dengan ketiga Capres dan Cawapres yang akan bertarung di Pilpres 08 Juli 2009 mendatang, dimana pemenangnya akan memimpin Indonesia 5 tahun ke depan. Sangat di khawatirkan segala kebijakan- kebijakan yang di ambil kedepan akan dapat merugikan dan tidak memihak kepada kepentingan Rakyat Aceh, apabila kita bandingkan tidak adanya keseriusan dalam penegakan isu HAM yang tertuang dalam visi misi mereka yang telah di kampanyekan. Juga sudah menjadi rahasia umum bagi Bangsa Aceh bahwa mereka memiliki rekord buruk baik secara langsung maupun tidak langsung selama Aceh didera konflik bersenjata kurang lebih 30 tahun.