Jangan Ada Perang Lagi di Aceh

Tokoh GAM dengan RI

WAA - Senin 20/06/2011, Jangan Ada Perang Lagi di Aceh

Warga Aceh di perantuan yang tergabung dalam WAA (World Acehnese Association) tetap mengikuti perkembangan di tanah asal mereka. Selain itu mereka tetap aktif melanggengkan budaya dan adat Aceh. “Kami berusaha sekuat tenaga memelihara budaya, adat dan bahasa Aceh,” tandas Tarmizi Age, Ketua WAA yang berdomisi di Denmark kepada Radio Nederland.

Salah satu kegiatan penting misalnya baru-baru ini mereka menggelar kenduri dalam rangka memperingati satu tahun meninggalnya Tengku Hasan Muhammad di Tiro, pemimpin Gerakan Aceh Merdeka (GAM). “Beliau telah membawa masyarakat ke arah keterbukaan dan demokrasi,” jelas Tarmizi.

GAM
Pemberontakan GAM di wilayah paling Utara pulau Sumatra itu berakhir pada 2005 setelah tercapai perjanjian perdamaian. Di sana wakil pemerintah RI dan GAM menandatangai MoU (Memorandum of Understanding), persisnya pada tanggal 15 Agustus.

Namun Tarmizi kecewa sampai sekarang masih banyak poin dalam MoU yang belum terlaksana. Menurut Tarmizi, pelaksaan perjanjian damai Aceh di Helsinki belum sampai 50 persen terlaksana.

Namun ia menambahkan pelaksanaan MoU itu bukan hanya tugas pihak GAM saja, tapi tanggung jawab seluruh orang Aceh. “Sebenarnya itu bukan urusan GAM tapi urusan seluruh bangsa Aceh yang menginginkan perdamain di Aceh.”

Daud Beureh
Aktivis WAA ini memperingatkan, kalau pelaksaaan butir-butir MoU tidak dilaksanakan, ia khawatir akan muncul pemimpin-pemimpin baru Aceh yang mungkin memberontak lagi. Apalagi karena pada zaman dulu hal ini sering terjadi: pemerintah Indonesia tidak mematuhi perjanjian antara orang Aceh dan pemerintah Jakarta.

Sebagai contoh ia menyebut kasus Daud Beureh. Tokoh Aceh ini pernah memberontak karena memprotes peleburan Aceh ke provinsi Sumatra Utara. Pemberontakan Daud Beureh berakhir setelah disepakati bahwa Aceh akan diberi hak istimewa.

Tapi perjanjian itu, tambah Tarmizi, tidak dilaksanakan. Ini membuat masyarakat Aceh mencurigai keikhlasan pemerintah Jakarta, simpulnya.

Jakarta
Oleh karena itu, mantan anggota GAM ini menyarankan agar pemerintah Jakarta proaktif melaksanakan butir-butir perjanjian perdamaian Helsinki, tanpa menunggu tuntutan masyarakat Aceh. “Sebenarnya pemerintah Jakarta tidak perlu menanti orang Aceh menuntut, karena itu memang sudah ada dalam perjanjian.”

Kendati demikian, walaupun kecewa terhadap sikap pemerintah RI, warga Aceh yang berdomisili di Denmark ini tidak menghendaki perlawanan bersenjata terjadi lagi di tanah kelahirannya. “Karena perang hanya melahirkan musuh, kebodohan dan kejahatan baru.” (Tg)
Previous Post Next Post