Junaidi ditembak oleh polisi di SPBU, Batu Phat, Lhokseumawe 27.08.15 |
WAA – Aalborg 30/08/15, World
Acehnese Association atau persatuan masyarakat Aceh seluruh dunia ikut berduka
atas masih jatuhnya korban regenerasi Aceh akibat tindakan aparat kepolisian di
Aceh yang melakukan extra judicial killing ketika
Aceh dalam keadaan damai. Kami juga mengecam tindakan polisi tersebut dan
pemerintah Aceh yang membiarkan aneuk bangsa kurbeun.
Seperti yang terjadi penembakan
baru-baru ini di Aceh terhadap warga sipil. Satu persatu regenerasi bangsa Aceh
tumbang dan menghembuskan nafas terakhit setelah dimuntahkan timah panah dari
moncong senjata aparat kepolisian di Aceh ketubuh para tersangka. Kami sangat
menyayangkan disaat Aceh dalam situasi damai yang sudah dibina sepuluh tahun,
namun pola zaman seperti masa konflik kembali di praktekkan oleh TNI/Polri,
misalnya adanya pasukan siluman buatan kapolda Aceh dan anggota TNI masuk
kekawasan perkampung Aceh dengan menjadikan medan latihan. Ada apa ini ?
Dengan itu, kami sangat berharap kepada lembaga-lembaga (LSM) yang ada di
Aceh untuk membatu dan mendampingi pihak keluarga korban dalam membuat laporan
kepada pihak komisi HAM secara fakta sehingga dapat diinvestigasi sesuai dengan
aturan yang ada, apakah penembakan di Aceh itu sudah melalui prosedur yang
diatur oleh undang-undang. Karena semua kita sama di muka hukum, apakah rakyat
biasa, polisi, tentara, pajabat dan sebagainya, maka pihak komnas HAM yang ada
di Indonesia-Aceh harus menindak lanjuti atas perilaku pelanggaran hak asasi
manusia yang ada di Aceh.
World Acehnese
Association; Henghimbau
. Komnas HAM
Harus Indepindant
. Pihak Kapolda Aceh Harus berkerja Dengan Profesional sesuai Prosdur Hukum
. Persoal-soal Yang Terjadi Di Aceh Pada Saat Ini Harus Bisa Dibongkar Dan
Mendapatkan Siapa Yang Bermain Di Aceh Saat Ini, “ Publikasi ”.
World Acehnese Association juga
melakukan evaluasi lebih mendalam atas desah desus insiden penembakan di Aceh
selama ini yang telah jatuh korban jiwa atau kehilangan nyawa masyarakat sipil
di saat aceh damai. Kita juga akan melaporkan kasus ini kepada Amnesty
International di Denmark dan di negara-negara lain yang ada perwakilan WAA,
dimana tindakan aparat kepolisian Indonisia-diAceh sudah menodai norma-norma
hak asasi kemanusiaan, bahkan mereka telah berani melakukan extra pembunuhan
terhadap warga sipil.
Kami sangat khawatir, dengan adanya kelompok siluman buatan kapolda
Aceh dalam membuat operasi untuk mencari anggota kelompok-kelompok tertentu
yang natabenya terduga melakukan kriminal. Ini akan memperparah trauma
masyarakat Aceh dan termasuk mengusik tatanan perdamaian Aceh. Apalagi sikap
polisi itu yang tidak mengedepankan etika kamanusiaan saat bereaksi
dilapangan.
TNI sedang memasuki Desa lubuk sukon Aceh besar, 29.08.15 |
Ada baiknya polisi mempunyai prosudur yang harus diikuti. Karena apapun salahnya, jangan mengutamakan senjata polisi untuk langsung mengeksekusi mati para tersangaka. Itu yang sudah dilakukan oleh polisi di Aceh namanya extra judicial killing yang melanggar aturan negara dan aturan internasional. Polisi harus taat aturan untuk menegakkan aturan. Buktikan pada rakyat kalau itu negara hukum, gunakan hukum sebagai panglima, bukan senjata. Senjata pernah menjadi panglima di Aceh pada waktu yang sangat lama, semestinya hal ini tidak perlu terulang lagi.
Kalau betul-betul polisi untuk mengayomi masyarakat umum, maka upayakan
untuk membuat pendekatan dengan semua pihak, terutama dengan kepala pemerintah
Aceh dalam menyelesaikan persoalan yang mengarah bertambah peningkatnya
kriminalitas di Aceh. Pemerintah aceh pun jangan asal mengeluarkan perintah,
masalah kriminal urusan polisi, hidup atau mati. Selepas itu kepala pemerintah
Aceh asik tidur dalam meuligoë gubernur.
Kami yakin, kalau pemerintah Aceh masih mempunyai hati dan rasa berbangsa
terhadap bangsanya, tentu personal yang dituntut oleh kelompok di Aceh untuk
keadilan tidak sampai kehilangan lagi nyawa manusai. Apalagi selama ini kan
jelas, kelompok yang sedang menuntut keadilan di Aceh dengan senjata mantan
kombatan GAM dan anak korban konflik yang di abaikan.
Pesan khusus
untuk pemerintah Aceh;
”Kamoë peuingat
keupada ule peumeurintah Atjeh, Gubernur, Bupati, Walikota, DPR, DPRA, DPRK
beuna rasa tanggoëng jaweub moral dengôn kondisi Aceh uroë njoë ”. Haruh peubukti bak rakyat Aceh, uroë njoë peumeurintah
Aceh katamat keudroë, kataatoë keudroë, katajaga keudroë, katabangun keudroë,
maka tabanguën keuh dari sigala aspek njang peunoëh deungôn nilai-nilai
keuadelan bansigom Aceh. Peng Otonomi khusus beuteupat guna untuk peumakmu
bangsa ? meunan tjit peng aspirasi dewan beubeutoi-beutoi peuna program nibak
peuseudjahtra rakjat djeulata. Bek talet musôh tatjoëk peurangui !
Peureule beu neu tupue beut pemerintah Atjeh geutanjoë bandum saboh nasib,
peurangoë meu nafsi-nafsi, peurangoë “peuglaih putjôk droë” deungon hana piké
keu bansa teuh teungoeh keadaan Atjeh njang ka lageë meunoe, han meuhasé dan
hana keuneuleuëh menjoë meunoë tjara ureung droeneuh seumike njang duek
dalam pemerintah Atjeh uroenjoe.
Secara khusu, kamoë meupeudeuk perhatian pada
persoalan-persoalan njang kompleks, njang di hadapai oleh Eks kombata GAM dan
masyarakat di tanoh rincong uroenjoë. Kamoë meupeuingat agar pemerintah Atjeh
hana menggunakan pendekatan militir dalam penyelesaian masalah- masalah njang
timbul dalam masyarakat Atjeh tetapi kamoe meundorong pemerintah mengupayakan
dialog national njang komperensif adil, dan bermartabat dalam penyelesaian
masalah njang na di Aceh uroenjoë.
Koordinator WAA
Nekhasan
Nekhasan