Laporan Investigasi; Dugaan Pengerukan Pasir Alur Sungai Kuala Langsa di Ekspor ke Negara Singapura

Pusong Langsa, Aceh [Foto/Dok AWF].

WAA – Jumat 04/06/201, Laporan Investigasi; Dugaan Pengerukan Pasir Alur Sungai Kuala Langsa di Ekspor ke Negara Singapura
Mengeruk  atau Mereklamasi Pulau Pusong ?
Pendahuluan 
ACEH - Pelabuhan Kuala Langsa merupakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang diperkirakan  memiliki dampak penting terhadap lingkungan hidup. Pengembangan suatu pelabuhan pada umumnya memiliki komponen kegiatan yang beragam dan memiliki skala yang besar. Secara keseluruhan, Pelabuhan Kuala Langsa yang ada saat ini berada pada areal seluas kurang lebih 13 ha. Pelabuhan Kuala Langsa merupakan pelabuhan yang berada di dalam aliran Sungai Langsa dengan jarak sekitar 6,2 mile laut dari muara sungai dan lebar sungai di depan dermaga 405 m. Meskipun demikian berdasarkan PP No. 69 tahun 2001 tentang Kepelabuhanan (p. 4) Pelabuhan Kuala Langsa berdasarkan kegiatannya termasuk pelabuhan Laut. Secara administratif Pelabuhan Kuala Langsa ini masuk dalam kawasan Pemerintahan Kota Langsa, tepatnya di Gampong Kuala Langsa, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa Propinsi Aceh. Secara geografis letak Pelabuhan Kuala Langsa terletak pada posisi 04o 31’ 27” LU dan 98o 01’ 17” BT. Pengembangan Pelabuhan Kuala Langsa yang telah disetujui pada tanggal 22 Januari 2007 dengan SK. No. 660.46/33/AMDAL/2007 yang di keluarkan oleh Dinas Perhubungan, Telekomunikasi, Informasi dan Telematika Aceh ternyata ketika ditelaah oleh WALHI Aceh tidak ada mencantumkan tentang pengerukan pasir alur sungai di sekitar pelabuhan Kuala Langsa.
Namun demikian ada beberapa informasi yang WALHI Aceh dapatkan dari masyarakat di sekitar Pelabuhan, dalam hal ini Pemerintah Aceh punya rencana untuk melakukan pengerukan pasir alur sungai di sekitar pelabuhan Kuala Langsa dalam waktu dekat, dengan tujuan agar bisa dirapati kapal-kapal barang berbobot 10 ribu ton. Dalam hal itu Pemerintah Aceh menawarkan kepada perusahaan-perusahanan yang mampu menanganinya proyek tersebut, tak lama kemudian ada dua perusahaan yang sangat berminat dengan pekerjaan itu, yakni PT  Starminera Pribadi Abadi dan PT Adeco Internasional, dengan syarat pasirnya dijual ke Singapura. Namun demikian kalau hal tersebut benar-benar terjadi, maka menyalahi  peraturan  AMDAL Pelabuhan Kuala Langsa.
Pulau Pusong yang terletak berdekatan dengan Pelabuhan Kuala Langsa, jarak tempuh dengan transportasi air sekitar 30 menit dari Kuala Langsa, merupakan sebuah pulau kecil namun memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan pulau yang kini luasnya hanya 6 hektar dan dihuni sekitar 8000 jiwa tersebut mulai dihuni manusia. Hanya menurut penuturan penduduk setempat sejak masa Belanda pulau tersebut memang sudah ramai. Dalam jangka 10 tahun terakhir luas pulau sudah jauh berkurang sebesar 20 hektar akibat abrasi yang disebabkan ganasnya ombak laut Selat Malaka. Abrasi ini semakin diperparah dengan rusaknya vegetasi pinggir laut atau hutan mangroves sehingga benteng pertahanan pantai menjadi lemah. Kehidupan masyarakat Pusong pun terancam keberadaannya.
Pulau Pusong atau secara resmi disebut Gampong Telaga Tujoh, semakin terancam kondisi alamnya disebabkan kebijakan politik pemerintah yang tidak memihak masyarakat. Kini muncul pula rencana pemerintah untuk mengeruk Kuala Langsa, sebuah teluk kecil tempat kapal-kapal melintas yang melewati pulau Pusong, namun hasil keruknya (baca: pasir) dieksport ke Singapura. Kegiatan ekspor ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 02/M-Dag/Per/1/2007 Tentang Larangan Ekspor Pasir, Tanah Dan Top Soil (Termasuk Tanah Pucuk Atau Humus) yang melarang ekspor pasir untuk tujuan apapun. Di sisi lain masyarakat Pusong sangat berharap pasir hasil keruk tersebut bisa dimanfaatkan untuk reklamasi bagian-bagian pulau yang sudah termakan abrasi.
Masalah abrasi Pusong yang butuh reklamasi dan ekspor pasir hasil pengerukan menjadi dua hal yang sangat berkaitan karena keduanya saling berhubungan satu sama lain. Pusong membutuhkan reklamasi untuk mempertahankan luas wilayahnya namun pengerukan pasir untuk diekspor bisa menjadi potensi abrasi selanjutnya jika tidak dilakukan secara hati-hati. Untuk itulah WALHI Aceh merasa perlu untuk melakukan investigasi cepat (rapid investigation) untuk mendapatkan gambaran awal dari kondisi Pulau Pusong dan daerah sekitarnya.
Keadaan Pusong
Pulau Pusong bernama resmi Gampong Telaga Tujoh, memiliki sebuah Puskesmas pembantu yang melayani sekitar  8000 jiwa penduduk atau 435 KK yang mendiami pulau Pusong tersebut dimana pulau ini telah dihuni sejak zaman Belanda. Mata pencarian utama penduduk adalah nelayan, baik nelayan tradisional maupun nelayan dengan boat. Sebagian kecil penduduk juga ada yang bermata pencarian sebagai pedagang, tukang dan beberapa usaha jasa lainnya.
Tidak terdapat sumber air tawar di desa sehingga untuk mendapatkan air tawar masyarakat harus membeli air dari pedagang air yang membawa air dari daratan Kota Langsa. Sejak beberapa bulan lalu kapal milik Dinas Perhubungan membawa air bersih secara rutin ke Pusong namun tetap saja terbatas distribusnya. Kondisi sanitasi pulau kecil ini sangat buruk, warga biasanya membuanga hajat begitu saja di pinggir pantai atau langsung ke bagian bawah rumah panggung yang mereka tinggali. Sampah berserak dimana-mana tanpa ada penanganan khusus.
Hanya terdapat sebuah sekolah dasar di Gampong Telaga Tujoh, sebuah nama yang meminjam nama pulau tetangganya. Sehingga jika ada siswa yang ingin melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi mereka harus bersekolah ke daratan dengan memakai perahu bermesin, menghabiskan waktu sekitar satu jam. Bukan hanya waktu yang menjadi masalah namun juga biaya menyeberang dari pulau ke darat merupakan beban yang berat sebab ongkos sekali jalan adalah Rp.5000, sebuah angka yg cukup lumayan bagi penduduk yang hanya nelayan kecil.
Sumber listrik adalah genset yang disediakan oleh PT PLN namun listrik ini hanya dihidupkan dari pukul 17.00 hingga pukul 05.00 pagi saja. Diluar jam tersebut penduduk terpaksa memakai sumber-sumber listrik sendiri. Ini merupakan masalah yang krusial bagi penduduk, gara-gara tidak ada energi, produktivitas penduduk tidak bisa maksimal. Masyarakat sudah berkali-kali memohon kepada PLN agar menambah jam operasional listrik namun sayangnya permintaan tersebut belum bisa dipenuhi oleh perusahaan listrik satu-satunya milik pemerintah tersebut.
Ekologi Kawasan Pusong
Pusong merupakan kawasan yang dikelilingi oleh hutan mangrove, baik yang tumbuh di pulau Pusong sendiri maupun yang tumbuh di pulau-pulau sekitarnya. Ada beberapa pulau yang terdapat di sekitarnya namun yang paling besar dan paling dekat adalah Pulau Telaga Tujuh, dimana nama desa di Pusong ditabalkan. Dengan banyaknya hutan mangrove yang terdiri dari hutan Bakau maka ekosistem yang menghuninya tak lain adalah ekosistem mangrove juga seperti burung dan hewan air lain.
Selain itu, kawasan Pusong adalah kawasan yang ramai dilintasi oleh berbagai kapal baik kapal nelayan maupun kapal barang yang berbobot jauh lebih besar. Untuk melewati kawasan ini maka kapal-kapal yang berbobot besar membutuhkan kedalaman tertentu agar bisa melewati dengan baik, namun layaknya sebuah teluk, pendangkalan juga selalu terjadi secara rutin. Lumpur yang dibawa oleh air sungai bertemu dengan lumpur yang hempasan gelombang laut, sehingga pendangkalan dengan cepat terjadi dibanding bagian lain dari perairan.
Hempasan ombak baik yang ditimbulkan secara alami oleh angin laut atau yang timbul akibat melintas kapal besar menyebabkan pulau Pusong sangat rentan dengan abrasi. Ditambah lagi hutan mangrove yang dulu banyak tumbuh di pinggir pantai kini telah banyak ditebas untuk berbagai kepentingan. Kombinasi dari kedua ombak ini terus menerus mengikis pinggiran daratan pulau. Sehingga daratan yang telah terkikis ini perlu direklamasi kembali dengan material yang berasal dari alam. Hewan-hewan yang ada di pulau tersebut seperti bangau, raja udang, kera dan anoma, sedangkan tumbuh-tumbuhannya seperti pohon bakau kelapa, bakau minyak, bakau banda, perta dan jampe. Hanya saja sayangnya tidak terdapat gunung atau bukit atau sumber daya alam lain di pulau yang dapat dimanfaatkan untuk mereklamasi pantai yang terkikis.
Permasalahan Pulau Pusong
Saat ini ada beberapa masalah yang sedang dihadapi oleh Pulau Pusong dan penduduk yang menghuni pulau tersebut. Masalah itu adalah rusaknya ekosistem yang terdapat pada pulau, abrasi yang kian ganas dan pengerukan Kuala Langsa. Berikut analisis tentang kerusakan-kerusakan tersebut :
a. kerusakan Ekosistem
Ekosistem yang rusak menyebabkan terancamnya makhluk hidup yang tinggal di Pulau. Ekosistem yang rusak antara lain adalah hutan Mangrove. Hutan Mangrove sebagai habitat makhluk hidup lebih kurang luasnya sekitar 10 % dari luas daratan Pulau Pusong. Selain di pulau Pusong, hutan Mangrove juga terdapat pada pulau-pulau kecil di sekitar Pusong. Dalam sebuah ekosistem, masing-masing anggota ekosistem sangat bergantung satu sama lainnya. Hutan Mangrove tergantung kelestariannya pada manusia, namun manusia juga sangat bergantung pada hutan Mangrove untuk mengurangi resiko terjadinya bencana. Selain itu, hutan Mangrove dikenal sebagai habitat berbagai makhluk hidup yang dapat dimanfaatkan oleh manusia seperti ikan, udang dan kayu-kayuannya.
Dari sini jelas bahwa dengan rusaknya ekosistem maka kehidupan manusia disekitar ekosistem juga menjadi terancam. itu perlu diadakan upaya-upaya pelestarian kembali ekosistem terutama hutan Mangrove.
b. Abrasi Pulau
Abrasi adalah sesuatu fenomena alam yang tidak dapat dielakkan namun dapat diminilisir dampaknya. Dengan adanya perubahan iklim secara global dimana perubahan ini menyebabkan terjadinya perubahan intensitas angin, cuaca, temperatur dan sebagainya sehingga mengakibatkan ombak yang menyeret permukaan tanah semakin kuat.
Hal ini harus segera dicegah jika tidak ingin kehilangan Pulau Pusong dengan cara membangun tanggul-tanggul di sepanjang pantai dan juga memperkuat benteng alami yaitu hutan Mangrove. Masyarakat sekitar dengan upaya dan daya semampunya telah mencoba membangun tanggul dari batang kelapa di beberap tempat untuk mencegah abrasi, namun upaya ini tidak sebanding dengan kencangnya laju abrasi.
Abrasi juga telah menyebabkan terpisahnya beberapa areal daratan menjadi pulau-pulau tersendiri. Menurut cerita penduduk setempat dan hasil pengamatan, beberapa pulau disekitar Pusong dulunya adalah daratan yang saling menyambung namun kini telah terpisah dan untuk mencapai pulau-pulau tersebut harus menggunakan perahu. Ini adalah bukti nyata dari keganasan abrasi.
c. Pengerukan Kuala Langsa
Kuala Langsa sebagai pelabuhan yang direncanakan akan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat dilalui oleh kapal-kapal bertonase besar. Salah satu kegiatannya adalah pengerukan kuala dimana pasir hasil pengerukan ini direncanakan akan diekspor ke Singapura. Sekilas hal ini tidak ada kejanggalan, mengingat setiap pelabuhan dimanapun di seluruh dunia harus melakukan pengerukan secara rutin. Namun yang menjadi masalah adalah ketika pasir hasil pengerukan tersebut di ekspor ke luar negeri yaitu Singapura dan wilayah pengerukan yang berdekatan dengan Pulau Pusong.
Ada beberapa hal yang patut dicermati sehubungan dengan pengerukan dan ekspor pasir tersebut yaitu :
1. Pengerukan pasir dengan tujuan untuk ekspor akan beresiko pada pengerukan yang tidak terkendali. Sifat bisnis adalah terus menerus mencari keuntungan sebesarnya, sehingga dikhawatirkan jika ekspor benar dilakukan maka pengusaha akan mengeksploitasi secara besar-besaran pasir yang terdapat dikawasan tersebut. Bukan hanya pasir dari pengerukan namun juga pasir dari sisa-sisa daratan yang banyak terdapat di Pusong, bisa jadi akan menjadi sasaran pengerukan selanjutnya.
2. Mengapa pasir hasil pengerukan harus diekspor sedangkan Pulau Pusong sendiri membutuhkan material untuk reklamasi. Ini seperti mengabaikan kebutuhan masyarakat dan lebih mementingkan segelintir pengusaha yang mencari untung besar.
3. Pengerukan Kuala Langsa jika tidak dilakukan dengan hati-hati malah akan menimbulkan abrasi yang lebih kencang. Mengingat ketika dasar kuala di keruk, maka akan terbentuk tebing-tebing kecil di bekas pengerukan yang sangat mudah runtuh. Keruntuhan yang terjadi terus menerus akan menyebabkan longsor berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan pulau-pulau sekitarnya terancam longsor begitu juga dengan Pulau Pusong.
Kegiatan:
Team WALHI Aceh Berdiskusi Dengan Lembaga AWF Langsa            
Ke Dermaga Pelabuhan Kuala Langsa
Tampak Kapal Polisi Sedang Merapat  di Pelabuhan                                       
Penumpang baru turun dari kapal penyebrangan PL-Pulau Pusong
Dermaga Kuala Langsa                                                                      
Team WALHI Aceh sedang menuju ke Lokasi Investigasi
Kondisi Hutan Bakau di Pulo Pusong                                                    
Pintu Masuk Ke Pemukiman Masyarakat Pulo Pusong
Batang kelapa Swadaya Masyarakat Dijadikan Penahan Air Kuala       
Tanggul yang dibangun oleh Pemerintah baru setengah jadi
Antrian air bersih yang diwa dari langsa dengan kapal pemkot              
Pustu kesehatan Pulao Pusong katanya hanya satu perawat jaga
Sedang diskusi dengan tokoh kunci Pulau Pusong & Pulau Telaga Tujoh   Team WALHI & Masy Keliling dengan Boat Lokasi Iinvestigasi
Kondisi Hutan Bakau Di Pulau Telaga Tujoh                                      
Lokasi pengerukan pasir saat ini kedalamnya sudah 14 M
Interview dengan pihak AWF di boat                                                
Tibalah kami di pelabuhan Kuala Langsa 
Penutup
Demikian laporan investigasi ini disusun, semoga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun rencana selanjutnya.
Salam Adil dan Lestari
Previous Post Next Post