Tgk. Aydil Fida |
WAA - Kamis 02/06/2011, Pendidikan di Mata Indonesia
Negara selalu menjaga hak-hak warganya, seperti; keamanan, keadilan, kemajuan, serta menjamin hak berpendidikan. Negara yang tahu arti kemajuan akan sangat mendukung warganya untuk selalu berkecimpung dalam dunia pendidikan. Bahkan mereka menggratiskan (memurahkan) biaya pendidikan untuk pembangunan generasi yang mapan.
Negara Islam di masa kejayaannya, sangat memperhatikan pendidikan, bahkan digratiskan untuk umat. Sehingga ilmu dari pemikir-pemikir Arab masih bisa dirasakan hingga sekarang ini. Hanya bermodalkan menjalankan amanah agama untuk terus menciptakan generasi yang kuat.
Jepang juga bisa membangun negaranya dari kehancuran dalam waktu singakat dengan pendidikan. Pemerintah mengirim warganya ke barat atas biaya negara untuk mempelajari beragam ilmu, yang kemudian mereka mampu bangkit dari kehancuran pasca perang dunia dua.
Demikian halnya dengan negara-negara barat yang sudah menggratiskan pendidikan untuk rakyatnya, sehingga dapat kita maklumi kemajuan yang sudah mereka petik sekarang ini. Itulah pentingnya pendidikan untuk kehidupan.
Namun sangat aneh dengan negara kita, Indonesia. Kalau kita lihat dan survey, sungguh Indonesia itu bukanlah negara yang miskin, tapi negara yang sangat berkemungkinan kaya. Sayangnya yang terjadi hari ini malah sebaliknya, rakyat Indonesia seperti ayam yang kelaparan di lumbung padi. Kenapa ini bisa terjadi?
Jangan heran dengan hal yang terjadi hari ini. Itulah nasib negara yang tidak melihat pendidikan sebagai pilar utama dalam pembangunan. Buktinya, sampai hari ini biaya pendidikan di Indoensia masih sangat mahal, hanya mampu dijalani sebagian warganya yang berekonomi kelas atas. Sepertinya belum ada niat yang mumpuni dari pemerintah untuk membangun negara ini. Jangan heran ketika anda melihat Indonesia dalam kehancuran nantinya.
Kepedulian pemerintah untuk pendidikan sungguh sangat minim, bisa anda lihat cerita mahasiswa yang dievakuasi dari mesir. Mereka bagaikan anak tiri yang dipisahkan dari ibunya tanpa kepedulian yang berarti.
Dari cara evakuasi saja sudah bisa terbaca, kalau mahasiswa itu bagaikan harta yang tak berharga. Bayangkan, evakuasinya terbatas. Sepertiganya dievakuasi, dua per tiganya ditinggalkan di wilaya konflik. Andaikan perang besar melanda Mesir ketika Reformasi itu, mungkin mereka yang tidak terevakuasi sudah tidak terlihat di muka bumi ini. (Negara mengevakuasi warganya waktu itu cuma sebagai simbolis sepertinya. Memang negara ini tidak menghargai nyawa warganya. Kalau ditinjau, mungkin bisa dikatakan, tujuan dari evakuasi itu tidak lebih sekedar untuk dokumentasi dan pemberitaan ke dunia Internasional saja (tujuan politik saja-).
Kembali ke pendidikan, sebagian besar mereka yang menjalankan pendidikan di Mesir ini atas biaya pribadi. Namun dengan rejeki yang tidak disangka, kebanyakan mereka yang sudah lama merindukan kampung halaman bisa terwujud untuk sementara.
Tapi alangkah sayangnya, ketika mereka akan kembali untuk melanjutkan pendidikannya, malah pemberangkatan untuk baliknya tidak jelas hingga hari ini. Janjinya akan dikembalikan paling lambat hingga 31 Maret. Padahal ujian di Universtasnya, ada yang akan di mulai dari tanggal 2 juni 2011. Inilah bukti tidak adanya kepedulian pemerintah untuk memajukan negara dari keterbelakangan. Pemerintah tidak serius memperhatikan pendidikan generasi masa depannya. Seolah-olah pejabat pemerintah lagi disibukkan dengan aktivitas pribadi.
Apakah tidak ada solusi dari ribuan pejabat di tanah air untuk memikirkan rakyatnya dalam mengarungi pendidikan? Apakah pemerintah memang mengabaikan kepeduliannya untuk mahasiswa bidang agama, yang menurutnya tidak ada bernilai bagi pembangunan Indonesia!? Padahal kehancuran Indonesia juga dikarenakan kurangnya modal agama dari bangsanya, sehinga lahir koruptor di seantaro nusantara, lahir kriminalis-kriminalis yang tidak punya etika lagi. Bukankan mereka yang akan kembali dari Mesir yang akan membantu Indonesia membasmi krisis ini? Tapi kenapa mereka masih diabaikan!? Apakah Indonesia hanya akan mendukung liberalis-sosialis saja di tanah air?
Aydil Fida adalah Aktivis World Achehnese Association (WAA), mahasiswa di Mesir.