Perjalanan Manis Dari Denmark ke Norwegia Di Malam Tahun Baru 2010

Aktivis-aktivis WAA, Dari kanan Nek Hassan, Mukarram, Zulkifli Yahya (Geutjhik Don),dan Syeh dalam perjalanan pulang dari Norwegia ke Denmark, minggu 3 januri 2010 [Foto/Iwan Cebo/Waa].

WAAMinggu 31/01/2010, Perjalanan Manis Dari Denmark ke Norewegia Di Malam Tahun Baru 2010 Oleh: Tarmizi Age

Denmark - Bergerak dari kediaman masing-masing menuju Sindal di Denmark sebuah tempat yang sudah di tentukan untuk berkumpul sebelum melaju ke pelabuhan Hirthals.

Tepat jam 11.30 siang mesin mobil Ford Galaksi di hidupkan oleh Zulkifli Yahya (Geutjhik Don), rombongan yang di ikuti, Nek Hassan, Mukarram, Ismarlin (Banda), Iwan Cubo, Syeh dan Balia. Kesemuanya aktivis World Achehnese Association (WAA) mulai mengambil tempat duduk masing-masing untuk di pandu menuju pelabuhan Hirthals.

Sebenarnya dari Sindel ke pelabuhan tidak berapa jauh, hanya memakan masa sekitar 30 menit, setelah tiket di periksa di pintu masuk mobil kami antrian menanti pintu kapal di buka dan seterusnya Ford Galaksi kami pun mengekori mobil lain untuk parking di dek kapal.

Tibanya waktu seperti yang di tulis dalam surat tiket jam 12.15, Colorline sebuah kapal yang berukuran sederhana mulai meningalkan pelabuhan Hirthals-Denmark menuju Norwegia.

Penumpang dalam kapal nampak terlihat sepi bahkan tergolong kurang pada hari itu “berdasarkan ukuran ketika kami berkunjung ke Norwegia September 2008″, mungkin saja punya alasan yang sangat kusus untuk ini “malam tahun baru”, jadi kebanyakan orang Denmark dan Norwegia lebih memilih berada di rumah kediaman masing.

Beberapa dari rombongan terlihat juga membeli buah tangan tanda mata seperti baju bertuliskan Norwegia dan lainnya, di dalam kapal juga tentunya harga rokok dan tembakau lebih murah dari daratan maka teman-teman ikut membeli lebih.

Norwegia
Jam 15.30 Colorline berlabuh mengikat sauhya di Kristiansan, satu persatu mobil keluar dari dek kapal menghala arah tujuannya masing-masing. Geutjhik Don pun pasang GPS ikut arahan memandu ke alamat yang pertama dituju yaitu rumah milik Bang Anwar Abdullah di Bryne, Norwegia.

Dalam perjalananan kami di Norwegia terlihat begitu banyak terowong yang di bina untuk memudahkan transportasi dan sekaligus untuk menjaga lingkungan alam.

Setelah siap kami menjamu kenduri malam, kami sempatkan waktu berbincang-bincang dengan Masyarakat Aceh Norwegia terutama menyangkut keadaan semasa kami sendiri Masyarakat Aceh di Luar Negeri dan tentunya Aceh. Pisang goreng (Aceh “bada”) dan kopi membuat suasana silaturrahmi sesama Aceh semakin akrap rasanya malam itu.

Malam itu dalam kunjungan kami ke Norwegia, di sisi jalan kiri dan kanan di penuhi salju yang memutih, indah sekali dan hal ini merupakan sesuatu yang istimewa bagi saya yang lahir di Aceh.

Sekalipun diluar cua minus 13 namun di dalam mobil tetap normal karena sudah menjadi semacam satu kewajiban setiap mobil di Denmark memiliki pemanas.

Perjalanan di Teruskan Ke Stavanger
Malam itu juga perjalan kami teruskan ke Stavanger, Norwegia sebuah kota yang pernah menjadi salah satu tempat pertemuan besar GAM (Gerakan Aceh Merdeka) pada july 2002 yang turut di hadiri Tengku Hasan di Tiro (Wali Nanggroe) dan  Malik Mahmud yang di ketahui pada tahun 2005 menandatangani Nota Kesepahaman antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka A.n. Gerakan Aceh Merdeka.

Di Norwegia kami menemui saudara se-Endatu saudara se-tanah air, kami bersilaturrahmi layaknya semacam di Gampoeng. Pada hari Jumat petang tepatnya 1 Januari 2010 sempat juga kami duduek membahas dan berbincang beberapa hal menyangkut Aceh, meunjangkut apa yang bisa kami lakukan untuk Aceh.

Saya sebagai kordinator World Achehnese Association (WAA) tentunya juga menjampaikan salam keluarga besar WAA kepada seluruh Masyarakat Aceh Norwegia, sekaligus membincang beberapa rencana World Achehnese Association (WAA) ke depan, lebih  khusus menyangkut beberapa angenda penting 2010.

Pertemuan di sebuah Mesjit Turki yang di buka oleh Tgk Sulaiman Ilham salah seorang tokoh muda Aceh di Norwegia berjalan ramah dan mesra, akrab dan bersaudara.

Beberapa hasil yang bagus turut di capai termasuk perlunya meningkatkan hubungan dan silaturrahmi sesama Aceh.
Rombongan masyarakat Aceh Denmark dalam sebuah kapal laut menuju ke Norwegia, kamis 31 December 2009 [Foto/Dok/Waa].
Hari sabtu kami masih di Norwegia dengan membuat beberapa kunjungan ke rumah-rumah orang Aceh di sana.

Bercerita tentang berkunjung ke Stavanger – Norwegia tentunya tidak lupa dengan kepiting (Bieng).

Di Stavanger banyak sekali bieng, tidak hanya di musim panas dimusim salju yang sejuk menggigilpun bisa tahan (tangkap) kepiting kalau rajin ke tepi laut. Hingga tengah malam kami masih rebus kepitieng (reuboeh bieng) bersama syedara-syedara Aceh di Norwegia.

Bansa Aceh memang sangat mulia, makanya tidak salah kalau di sebut “Bangsa Aceh bansa mulia”.

Pulang Ke Denamrk
Pagi minggu para rombongan Aceh Denmark bergegas menuju rumah Tgk Qadir Hasballah dari rumah dimana kami bermalam dengan tujuan untuk berkumpul sebelum menempuh perjalanan ke Negara Anders Fogh Rasmussen sekjen NATO saat ini.

Dalam perjalanan pulang pada saat-saat akhir di Norwegia kami di tawar sinngah di dua rumah milik orang Aceh, salah satunya rumah milik saudara Madini yang tinggal di sebuah rumah miliknya bersama keluarga tersayang.

Dari rumah itu kami di isi kopi panas sebagai salah satu persipan dalam perjalanan yang di penuhi salju di kiri kanan jalan raya, dingin dan menggigil jika keluar dari mobil sewaktu-waktu singgah dalam perjalanan.

Sebelum jam delapan (jam 8.00) malam kami sudah mendarat di Negara Denmark setelah menempuh perjalanan sekitar 4 jam melalui jalan darat dan sekitar 3 jam mengharungi laut.

Negara Norwegia memang indah sekali, berbukit bukau, jalannya berliku-liku tak jauh persisnya kita ke Aceh tengah yaitu Takengon yang megah. Tiba saja di Denmark pemandangan tentu sangat jauh berbeda dengan apa yang telah kita dapati, di Denmark alamnya datar, jalannya serba lurus dan datar, di Norwegia alamnya berbukit bukau, karang lagi, tapi mereka negara kaya.

Bansa Aceh Yang Gigih
Aceh juga memiliki hasil alam yang tidak jauh bedanya dengan yang di miliki oleh Norwegia, pasti Aceh sedang menuju sebuah negri yang kaya dan makmur. Saya tentunya menaruh harapan dan keyakinan untuk itu. Saya yakin pejuang bansa akan membangun bansanya sekalipun dengan penuh tantangan, semangat yang ada ketika memikul senjata pasti akan menjadi modal besar untuk membangun Aceh secara menyeluruh.

Selamat maju Aceh bersama sang para pejuang di Parlement yang siap berkorban apa saja demi bansanya, “Beudeuh bansa lon bansigom donja keu Aceh” (bangun bansa ku diseluruh dunia untuk Aceh), bansa Aceh bansa yang gigéh (gigih), Wassalam.

Tarmizi Age adalah Aktivis World Achehnese Association berdomisili di Denmark
Previous Post Next Post