Polisi Tetapkan Dua Orang Aktifis Antikorupsi di Gayo Sebagai Tersangka

Seorang bocah warga desa terpencil di Aceh Tengah memegang poster bertuliskan nada protes di depan Kantor Bupati Aceh Tengah dalam sebuah aksi sebagai betuk protes terhadap kepemimpinan di Pemda Aceh Tengah [Foto/22 Juli 2009/Ados]


WAA – Jumat 18/12/2009,  ACEH - Kepolisian Aceh Tengah telah manggil melalui surat tak bernomor terhadap Koordinator II dan I LSM Jang-Ko, Idrus Saputra dan, Hamdani pada tanggal 14 Desember 2009. Dalam surat pangilan itu, dua orang aktifis LSM Jaringan Anti Korupsi-Gayo (Jang-Ko) ditetapkan sebagai ‘tersangka’ atas laporan Pemda Aceh Tengah ke polisis dalam kasus pencemaran nama bupati. Dalam hal ini pelapor adalah bupati setempat.

Penekanan atau pressure telah dilakukan kepada kami sebagai komponen masyarakat dari kaum intelektual progresif di daerah ini atas pemberitaan di media masa terkait persoalan pengelembingan jumlah penduduk di Aceh Tengah. Ternyata mengeluarkan suara dan pendapat di daerah ini dibatasi dan dihalang-halangi. Malah pihak yang ditengarai bertanggungjawab atas persoalan jumlah pendudk di Aceh Tengah pada Pemilu 2009 lalu, justru berusaha membungkam kami dengan mengadukan ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik. Ini membuktikan bahwa Pemerintah di daerah ini ‘alergi’ dengan warga negarannya yang melaksanakan kebebasan berpendapat.

Padahal diketahui hak kebebasan berpendapat adalah hak asasi manusia (HAM) setiap warga negara. Hal ini sebagaimana yang diatur di dalam beberapa instrument tentang HAM, seperti Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal,18 dan 19,UUD 1945, pasal 28 huruf f dan huruf I, UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi International Convention on Civil and Political Rights, Pasal 19 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas”.

Sementara Bupati Aceh Tengah selaku penyelenggara pemerintahan Negara di tingkat kabupaten semestinya melaksanakan kewajibannya untuk menghormati, memenuhi dan melindungi warganya untuk berpartisipasi dalam hal melaksanakan HAM

Terkait pemberitaan yang pernah di muat di koran Harian Aceh dengan judul “Jumlah Penduduk Diduga Derekayasa” pada 28 februari 2009 lalu yang kemudian menjadi bahan pengaduan bupati ke polisi, bahwa isinya jelas-jelas tidak bermaksud atau berniat dengan sengaja melainkan hanya menduga. Dimana kami menduga kuat bahwa Pemda Aceh Tengah yang paling bertanggungjawab dan harus meluruskan persoalan terjadinya pegelembungan jumlah penduduk tersebut kepada publik. Namun, bukannya membuat keterangan di media atau mengunakan hak jawab, Pemda Aceh Tengah dalam hal ini bupati, langsung main mengadu ke polisi.

Bagi kami dan rekan-rekan yang memperjuangkan kebenaran dan HAM di Aceh Tengah, bentuk-bentuk penekanan yang menganggarkan polisi semacam ini adalah usaha membungkam para pejuang kebenaran dan HAM di daerah Aceh Tengah.           

Padahal dalam pembemberitaan di Harian Aceh pada hari sabtu,28 februari 2009 ialah jumlah penduduk diduga direkayasa demi menambah kursi dewan. Hal ini adalah bagian dari pelaksanaan Hak kebebasan berpendapat tapi pemerintah daerah kok menghalang-halangi ada apa sebenarna dengan kasus jumlah penduduk ini …?

Dalam kasus ini Idrus Saputra, Hamdani hanya melakukan kebebasan berpendapat  tidak melakukan pencemaran nama baik terhadap Bupati karena sesuai dengan Undang-undang Perlindungan HAM yang dilakukan telah benar.

Bahwa setiap warganya yang berpendapat dan memberikan keritikan saran dan pendapat, bukan langsung melaporkan kepada kepolisian tentang dugaan pencemaran nama baik dan dalam hal ini Bupati Aceh Tengah nampaknya tidak mengerti tentang penjelasan undang-undang Duham dan HAM. Ini adalah melangar aturan perundang undangan yang berlaku.

Sementara itu, meskipun telah dipanggil oleh penyidik Polres Aceh Tengah, karena kami mempelajari surat panggilan tersebut dan teryata tidak menerangkan nomor, maka kami menolak untuk mengahadiri panggilan tersebut. Hal ini kami lakukan karena khawatir dengan keadaan surat tidak bernomor tersebut akan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang pada akhirnya akan merugikan kepentingan hukum kami selaku warga Negara yang baik dan taat terhadap hukum dan juga akan merugikan institusi kepolisian Aceh Tengah sendiri.

Berdasarkan beberapa hal yang telah disampaikan diatas dan demi keberlangsungan pelaksanaan kebebasan berpendapat yang merupakan bagian dari HAM warga Negara di Aceh Tengah, maka kami mendesak;

1. Bupati Aceh Tengah  untuk mencabut pengaduannya di Polres Aceh Tengah

2. Pihak Kepolisian untuk mencabut status tersangka terhadap Idrus Saputra dan Hamdani

Rabu, 16 Desember 2009.

Koordinator LBH Banda Aceh Pos Taknegon,                  
Selaku salah satu kuasa hukum tersangka

Rahmat Hidayat, S.H                                                                                 

Publlikasi dan Advokasi LSM MANT@P

Iwan Bahagia
                                                                
Ketua BEM Fisipol UGP                                                                            
Aramiko Aritonang                                                                                    
Presma UGP
Dedi Suandi


Previous Post Next Post