Sanggar Putroe Aceh Memperkenalkan Budaya Tarian Aceh Di Kota Horsens

Horsens kommune: Anak anak aceh yang sudah tergabung dalam sanggar Group putroe Aceh di bawah asuhan dan bimbingan kak Nurmala Syahabuddin terus berkembang untuk memperkenalkan Aceh atawa mempromosikan memalaui budaya tarian Aceh kepada pemerintah Denmark dan masyarakat danis serta masyarakat dunia umum nya di acara Bazar Cullinary dan Cultural Festival 2016 di Vitus Berings Plast, 8700 Horsen- Denmark (sabtu, 20/08/16).

Acara ini terjalin dengan kerja sama Pemerintah kota Horsens atau lebih kenal dengan Horsens Kommune, World Acehnese Association dan Indonesian Embassy Copenhagen dalam bidang budaya.
Pembukaa acara budaya tersebut pada pukul 10:30, turut dibuka oleh bormaster " Peter Sørensen " wali kota Horsens dari partai Socialdemokratiet. Peter meyampaikan selamat datang dan terrimaksih kepada semuanya yang sudah mau bekerja sama dalam mengadakan kegiatan budaya, serta  mau mengambil tempat di pusat kota ini. Kemudian dilanjutkan oleh panitia dengan program acara dan pertama mempersilakan Group Putroe Aceh untuk memuliakan tamu yang sudah hadir pada acara itu dengan khas tarian Aceh "Ranub lampuan".

Dalam kesempatan itu, Zahra Yahya dan Nurbaiti Jufri mewakili gruop putroe Aceh memperkenalkan diri, mereka berasal dari Aceh dan sekarang tinggal di Danmark bersama family. Mereka juga memberitaukan dan menjelaskan satu persatu tarian Aceh kepada pentonton dalam bahasa Danis, bahwa meraka akan menampilkan 4 tarian Aceh.

1. Tarian Ranub Lampuan; Tari tradisional ini merupakan tarian khas Aceh untuk menjunjung keramah-tamahan dalam menyambut tamu pada resepsi pernikahan serta acara-acara resmi lain. Secara adat di Aceh, tamu merupakan orang yang mulia dan salah satu cara memulikan tamu adalah dengan menyuguhkan sirih. Gerakan demi gerakan dalam Ranup Lampuan menggambarkan prosesi memetik, membungkus, dan menghidangkan sirih kepada tamu yang dihormati, sebagaimana kebiasaan menghidangkan sirih kepada tamu yang berlaku dalam adat masyarakat Aceh. Tari ini merupakan sebuah mahakarya dari seorang maestro tari asal Kota Banda Aceh, Yuslizar (alm). Tari yang diciptakan pada tahun 1959 ini merupakan visualisasi dari salah satu filosofi hidup masyarakat Aceh.

2. Tarian Saman; Tari Saman merupakan salah satu media untuk pencapaian pesan moral (dakwah). Tarian ini mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan. Tari saman biasanya ditampilkan tidak menggunakan iringan alat musik, akan tetapi menggunakan suara dari para penari dan tepuk tangan mereka yang biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan pangkal paha mereka sebagai sinkronisasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah.

3. Tarian Bungong Seulanga; Lagu seulanga menceritakan tentang sekuntum bunga yang baru mekar dan menebarkan harum. Sekuntum seulanga disini adalah personifikasi dari seorang gadis yang baru beranjak dewasa dan menampilkan segala pesona kewanitaannya kepada dunia. Bungong Seulanga, atau Bunga Kenanga, alias Cananga odorata / Canangium odoratum, merupakan bunga yang terkenal akan keharuman baunya. Bahkan, parfum Chanel No.5 yang paling ekslusif dan paling banyak terjual di dunia itu menggunakan bunga yang satu ini sebagai salah satu bahan dasarnya.

4. Tari Ratéb Meuseukat; merupakan salah satu tarian Aceh yang berasal dari Aceh. Nama Ratéb Meuseukat berasal dari bahasa Arab yaitu ratéb asal kata ratib artinya ibadat dan meuseukat asal kata sakat yang berarti diam. Gerakan-gerakan badan yang dinamis dilakukan bersama dengan vokal oleh semua peserta. Tari Rateb Meuseukat sekarang ini dikenal dengan nama Tari Tangan Seribu, karena banyak menggerakkan tangan yang serentak dan cepat. Diberitakan bahwa tari Ratéb Meuseukat ini diciptakan gerak dan gayanya oleh anak Teungku Abdurrahim alias Habib Seunagan (Nagan Raya), sedangkan syair atau ratéb-nya diciptakan oleh Teungku Chik di Kala, seorang ulama di Seunagan, yang hidup pada abad ke XIX. Isi dan kandungan syairnya terdiri dari sanjungan dan puji-pujian kepada Allah dan sanjungan kepada Nabi, dimainkan oleh sejumlah perempuan dengan pakaian adat Aceh.

Walaupun dalam penampilan masih mengunakan cuplikan musik dari VCD, namun acara budaya tarian Aceh pada hari itu mendapat tontonan yang menarik oleh pengunjung.

Begitu juga dari Aktivis World Acehnese Association (WAA) salut dan merasa senang karena masih mempunyai regenerasi Aceh diluar negeri yang mau memperkenalkan aceh dengan secara seukarela. Ini satu potensial yang luar biasa nilai nya, mereka termasuk pahlawan budaya yang dengan sendirinya mau menjaga dan melestarikan budaya bangsa di panggung dunia.

Kita juga berterimakasih kepada bangsa Aceh dan regenerasi Aceh yang sabe geutem peuturi Aceh di luwa nanggroe walau dengan sigala upaya yang ada. Tidak pernah di gaji oleh siapapun, namun berkat support rakan rakan, pelatih dan pembimbing tarian aceh di Denmark yang satu ini rela berkorban waktu dan tenaga untuk memberi pelatihan. Mampu memotivasikan anak-anak asuhnya sehingga siap tampil kepanggung pertunjukan dimanapun untuk peubut sesuatu keu Aceh bahpitjit ubeut ( bekerja sesuatu untuk aceh walaupun kecil ) sesuai kemampuan dan hoby.


Koordinator WAA
Nekhasan
Previous Post Next Post