![]() |
Tgk Safrizal July, S.Pd.I. |
WAA - 11/05/2009
Dalam Perspektif Islam
OPINI - Sebagaimana kita ketahui bahwa setelah runtuhnya
Daulah Khilafah Utsmaniyah pada 3 Maret 1924, masyarakat kaum muslimin yang
Islami itu pun mengalami goncangan yang luar biasa dan kehilangan
unsur-unsurnya. Masyarakat kaum muslimin pun menjadi tidak Islami dan hila
ng kekhasan mereka.
ng kekhasan mereka.
Tentu yang menjadi pertanyaan kita adalah, bagaimana metode yang harus
ditempuh untuk membentuk kembali masyarakat Islam yang telah hancur itu ?
Jawabannya, yang harus
dilakukan tiada lain adalah melakukan perubahan masyarakat (taghyirul
mujtama’), yakni mengubah masyarakat tidak Islami yang ada sekarang menjadi
masyarakat Islam.
Para ulama menjelaskan
bahwa, Perubahan dalam masyarakat akan terjadi dengan melakukan perubahan
terhadap unsur-unsur masyarakat, yaitu individu (afrad), pemikiran (afkar),
perasaan (masya’ir), dan peraturan (nizham).
Mengenai bentuk fisik
individu dan karakter-karakter khas yang ada padanya (khashiyat), yaitu
kebutuhan jasmani (al hajat al ‘udhwiyah) dan naluri (gharizah),
tentunya tidak ada seorang pun yang sanggup untuk mengubahnya. Yang dapat
diubah adalah aqidah dan kepribadian (syakhshiyah) mereka, sebab
perubahan pada aspek ini adalah mungkin untuk dilakukan manusia.
Adapun pemikiran
masyarakat –yang digunakan untuk menghukumi perbuatan (af’al) dan barang
yang digunakan manusia (asy-ya’)- adalah mungkin untuk diubah. Caranya
ialah dengan menyebarkan pemikiran-pemikiran baru kepada masyarakat dalam
kedudukannya sebagai suatu komunitas umum (majmu’ah ‘ammah) bukan
sebagai individu-individu (afrad). Perubahan pemikiran dapat ditandai
dengan penerimaan sebagian besar masyarakat terhadap suatu aqidah yang
menjadi sumber berbagai pemikiran. Perubahan pemikiran ini selanjutnya diikuti
dengan perubahan perasaan (masya’ir) dan peraturan (nizham) yang
mengatur berbagai urusan masyarakat.
Perubahan masyarakat
ini haruslah menuju kepada kondisi masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu,
para pejuang perubahan masyarakat haruslah berusaha mengubah masyarakat yang
tidak bangkit (mujtama’ ghairu nahidh) -yaitu masyarakat yang tidak
unik-menjadi masyarakat yang bangkit (mujtama’ nahidh), yaitu masyarakat
yang unik.
Di seluruh dunia
sekarang, setelah hancurnya Uni Sovyet tahun 1991, hanya terdapat satu
model masyarakat unik, yaitu masyarakat kapitalis (al mujtama’ ar ra’sumali),
yang terwujud secara konkret pada negara-negara pemeluk ideologi kapitalisme,
yaitu Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya. Sedangkan
masyarakat-masyarakat yang lain adalah masyarakat yang tidak bangkit dan tidak
unik.
Adalah sangat sulit
mengubah masyarakat yang bangkit lagi unik –dari dalam– menuju masyarakat yang
bangkit dan unik dengan jenis yang lain. Misalnya mengubah masyarakat kapitalis
menjadi masyarakat sosialis, atau mengubah masyarakat kapitalis yang unik
menjadi masyarakat yang tidak unik. Ini sulit sekali terwujud meskipun bukan
sesuatu hal yang mustahil.
Perubahan masyarakat
mana pun -baik unik maupun tidak unik- dapat terjadi dari luar dengan kekuatan
militer atau qiyadah fikriyah (idelogi). Sedang perubahan
masyarakat tidak unik dari dalam, dapat terjadi secara alamiah dan sangat
mungkin terjadi hanya dengan qiyadah fikriyah (idelogi). Sebab
termasuk sifat masyarakat tidak unik, adalah tidak adanya kestabilan dan
kemantapan, yang terjadi karena kemerosotannya dan karena tidak adanya peluang
bagi individu di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan naluri dan kebutuhan
jasmaninya secara sahih, yang akan mengakibatkan individu-individu tersebut
akan berpartisipasi dalam perubahan masyarakat.
Mekanisme Perubahan
Masyarakat.
Bagaimana mekanisme
perubahan masyarakat ini terjadi ? Masyarakat dengan empat unsur penyusunnya
–yaitu individu (afrad), pemikiran (afkar), perasaan (masya’ir),
dan peraturan (nizham)- dapat diumpamakan dengan sebuah sebuah gelas
yang berisi cairan. Individu-individu dapat diumpamakan dengan gelas; sedang
pemikiran, perasaan, dan peraturan dapat diumpamakan sebagai cairan di dalam
gelas itu. Gelas tersebut akan memiliki warna sesuai dengan warna cairan yang
ada di dalamnya. Dengan perumpamaan ini dapat diterangkan, bahwa perubahan
masyarakat tidak ditempuh dengan cara menuangkan cairan baru dengan warna baru
ke dalam gelas tersebut, melainkan dengan membuang cairan lama dan selanjutnya
menuangkan cairan baru sebagai gantinya. Dengan demikian, masyarakat akan
dapat berubah secara fundamental dan berubah warnanya, sebab pemikiran,
perasaan, dan peraturan yang ada pada individu-individu adalah faktor yang
menentukan warna suatu masyarakat.
Jadi kalau kita hendak
mengubah masyarakat tidak unik menjadi masyarakat unik yang bangkit, kita harus
memulainya dengan cara membuang cairan yang ada dalam gelas. Hal ini ditempuh
dengan cara meyakinkan individu-individu mengenai ketidaklayakan pemikiran,
perasaan, dan peraturan yang ada di tengah-tengah mereka. Setelah itu, gelas
yang kosong itu diisi dengan cairan baru sebagai ganti cairan lama yang telah
dibuang. Ini ditempuh dengan cara meyakinkan individu-individu terhadap
pemikiran, perasaan, dan peraturan baru yang menjadi dasar perubahan
masyarakat.
Setiap mabda’
(ideologi) memiliki metodenya masing-masing untuk mengubah masyarakat. Metode
ideologi kapitalisme adalah dengan melakukan imperialisme (isti’mar)
terhadap berbagai bangsa yang akan diubah. Metode ideologi sosialisme adalah
dengan menciptakan kontradiksi-kontradiksi di tengah masyarakat yang akan
diubah. Sedang metode ideologi Islam adalah dengan jihad fi sabilillah, yaitu
mengemban Aqidah Islamiyah kepada manusia dalam bentuk yang dapat membangkitkan
perhatian, serta menghancurkan hambatan-hambatan fisik yang menghalangi
tersampaikannya Aqidah Islamiyah kepada manusia. Ibnu Umar meriwayatkan dari
Nabi SAW, beliau bersabda :
“Aku diperintahkan
untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan Laa ilaaha illallah Muhammadur
rasulullah.menegakan shalat,menunaikan zakat Jika mereka mengucapkannya maka
terpeliharalah darah dan harta mereka dariku, kecuali dengan hak islam dan
perhitungan mereka adalah pada allah.”(HR. Bukhari & muslim).
Hanya saja perlu
dipahami bahwa metode-metode tersebut -termasuk metode Islam– digunakan ketika
terdapat negara yang menerapkan ideologi yang diyakini. Metode Islam,
penerapannya nampak secara jelas dengan terjadinya penaklukan-penaklukan Islam
(futuhat Islamiyah) setelah berdirinya daulah Islamiyah di Madinah.
Metode kapitalisme dan metode sosialisme nampak dalam Perang Dunia I dan II
yang dilakukan oleh masing-masing negara yang menerapkan kapitalisme dan
sosialisme.
Adapun bila tidak
terdapat negara yang menerapkan ideologi, maka metode yang digunakan –untuk
mewujudkan ideologi – tidak sama dengan metode bila ada negara yang menerapkan
ideologi.
Dalam kondisi tidak
adanya negara Khilafah seperti sekarang ini, maka metode perubahan masyarakat
dalam Islam tentunya bukanlah dengan jalan jihad fi sabilillah, melainkan
dengan metode yang dicontohkan Rasulullah dalam membentuk masyarakat Islam di
Madinah. Allah SWT telah mengutus Rasulullah di Makkah yang merupakan
masyarakat jahiliyah. Rasulullah SAW berjuang mengubah masyarakat sesuai dengan
metode yang ditetapkan Allah SWT dalam tiga tahapan (marhalah) :
1. Pembinaan dan
Pengkaderan
Tahap pertama : adalah tahap pembinaan dan pengkaderan (marhalah tatsqif)
dilakukan Rasulullah SAW pada tahap awal dakwah beliau selama tiga tahun.
Beliau berdakwah melalui individu dan menyampaikan kepada orang-orang (yang
ada di Makkah dan sekitarnya) apa yang telah disampaikan Allah kepadanya. Bagi
orang yang sudah mengimaninya, maka ia diikat dengan kelompoknya (pengikut
Rasul) atas dasar Islam secara sembunyi-sembunyi.
Rasulullah SAW
berusaha mengajarkan Islam kepada setiap orang baru dan membacakan kepada
mereka apa-apa yang telah diturunkan Allah dan ayat-ayat Al-Quran, sehingga
mereka berpola hidup secara Islam. Beliau bertemu dengan mereka secara rahasia
dan membina mereka secara rahasia pula di tempat-tempat yang tersembunyi.
Selain itu mereka melaksanakan ibadah secara sembunyi-sembunyi. Kemudian
penyebaran Islam makin meluas dan menjadi buah bibir masyarakat (Makkah), yang
pada akhirnya secara berangsur-angsur mereka masuk ke dalam Islam.
2. Berinteraksi dengan
masyarakat
Adapun tahap kedua,
adalah tahap berinteraksi dengan masyarakat (marhalah tafa’ul ma’a al ummah)
dilaksanakan Rasulullah SAW setelah turunnya firman Allah SWT :
Artinya “Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS
Al-Hijr : 94)
Rasulullah SAW
diperintahkan menyampaikan risalahnya secara terang-terangan. Beliau menyeru
orang-orang Quraisy di bukit Shafa dan memberitahu bahwasanya beliau adalah
seorang nabi yang diutus. Beliau meminta agar mereka beriman kepadanya. Beliau
memulai menyampaikan dakwahnya kepada kelompok-kelompok dan kepada
individu-individu. Beliau menentang orang-orang Quraisy melawan tuhan-tuhan
mereka, aqidah dan pemikiran mereka, mengungkapkan kepalsuan, kerusakan dan
kesalahannya.
Beliau menyerang dan
mencela setiap aqidah dan pemikiran kufur yang ada pada saat itu, sementara
ayat Al-Quran masih turun secara berangsur-angsur. Ayat Al-Quran tersebut turun
dan menyerang apa yang dilakukan orang-orang Quraisy, seperti perbuatan memakan
riba, mengubur anak-anak perempuan (hidup-hidup), mengurangi timbangan dan
perzinahan. Seiring dengan itu ayat Al-Quran turun mengecam para pemimpin dan
tokoh-tokoh Quraisy, mencapnya sebagai orang bodoh, termasuk nenek moyang
mereka dan mengungkapkan persekongkolan yang mereka rancang untuk menentang
Rasul dan sahabat-sahabatnya.
3. Pengambil Alihan
Kekuasaan
Sedang tahap ketiga, adalah tahap pengambil-alihan kekuasaan (marhalah
istilam al hukm), ditempuh dengan cara melakukan thalabun nushrah (mencari
pertolongan dan dukungan) untuk menjamin keberlangsungan dakwah secara aman dan
memperoleh kekuasaan. Dalam sirah Rasulullah SAW, beliau mendapatkan nushrah dari
kabilah Aus dan Khazraj yang dengan peristiwa Baiat Aqabah II, mereka akhirnya
menjadikan Rasulullah SAW sebagai pemimpin mereka dan menyerahkan kekuasaan
kepada beliau. Secara nyata kekuasaan ini dilaksanakan dan dijalankan oleh
Rasulullah SAW setelah beliau berhijrah ke Madinah dan menjadikan Madinah
sebagai Daulah Islamiyah pertama di muka bumi, untuk menegakkan hukum Allah di
dalam negeri dan menyebarluaskan Islam dengan jalan dakwah dan jihad ke luar
negeri.
Bila tahap-tahap
dakwah Rasulullah dicermati dan dianalisis, akan nampak bahwa perubahan
unsur-unsur masyarakat berlangsung sebagaimana digambarkan pada tabel 1 berikut
:
No
|
Tahapan Dakwah
|
Perubahan
|
Indikator Perubahan
|
||
Pemikiran
|
Perasaan
|
Peraturan
|
|||
1
|
Pembinaan dan Pengkaderan
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan individual
(terbatas)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan individual
(terbatas)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan individual
(terbatas)
|
1.Terbentuknya kepri-badian Islam
2.Terbentuknya
kelompok dakwah
|
2
|
Interaksi dengan Umat
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum) tanpa institusi negara
|
1.Terbentuknya opini umum ttg Islam
2.Terbentuknya basis
dukungan masyarakat
|
3
|
Pengambilalihan Kekuasan
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum) dengan institusi negara
|
1.Terbentuknya institusi negara
2.Dilaksanakannya
misi negara, yaitu : penerapan hukum Islam dan penyebaran dakwah dengan jihad
|
Tabel 1.
Perubahan Unsur-Unsur Masyarakat dalam Tahapan Dakwah Rasulullah SAW.
Dari uraian di atas
dapat kita simpulkan bahwa masyarakat yang dibangun Rasulullah saw. di kota
Madinah adalah masyarakat Islam (al mujtama’ al Islami) karena terdiri
dari mayoritas kaum muslimin yang memiliki kesatuan pemikiran, perasaan, dan
peraturan, yakni pemikiran, perasaan, dan peraturan Islami. Kesatuan pemikiran,
perasaan, dan peraturan atas dasar Islam inilah yang digunakan dalam
melangsungkan hubungan di antara individu warga masyarakat tersebut.
Masyarakat Islami dan
misi mereka –yaitu mengemban risalah Islam yang universal itu– ternyata
bergerak meluas untuk menyatukan berbagai bangsa yang memiliki aneka ragam
bahasa, kesukuan dan kebangsaan, kebudayaan, dan perundangan, menjadi satu
umat, yakni umat Islam atau satu masyarakat, yakni masyarakat Islam.
Masyarakat yang begitu
besar dan menghuni bentangan alam yang begitu luas berada dalam satu kesatuan
negara, yakni Daulah Khilafah Islamiyah. Kuat lemahnya negara tersebut
mempengaruhi kuat lemahnya masyarakat Islam. Ketika Daulah Khilafah ini runtuh,
maka lenyaplah payung (institusi) yang mewadahi masyarakat Islam dan
unsur-unsurnya, khususnya unsur peraturan Islam (nizham Islam). Dengan
runtuhnya negara tersebut, satu unsur masyarakat Islam -yaitu peraturan
Islam (nizham Islam)-telah lenyap. Sementara berbagai pemikiran dan
perasaan Islam yang ada pada individu-individu muslim sebenarnya masih ada,
walaupun mengalami kemerosotan.
REFERENSI:
Taqiyuddin An Nabhani dalam
bukunya Ad Daulah al Islamiyah ,
Abdul Qadim Zallum,
dalam bukunya Mitsaaqul Ummah
Muhammad Husain
Abdullah dalam bukunya Mafahim Islamiyah
Ibnu Hisyam, dalam
bukunya Sirah Ibnu Hisyam
Penulis adalah Safrizal July, S.Pd.I Aktivis World
Achehnese Association (WAA) WAA News
– Senin 11/05/2009
Dalam Perspektif
Islam
OPINI - Sebagaimana kita
ketahui bahwa setelah runtuhnya Daulah Khilafah Utsmaniyah pada 3 Maret 1924,
masyarakat kaum muslimin yang Islami itu pun mengalami goncangan yang luar
biasa dan kehilangan unsur-unsurnya. Masyarakat kaum muslimin pun menjadi
tidak Islami dan hilang kekhasan mereka.
Tentu yang menjadi pertanyaan kita adalah, bagaimana metode yang harus
ditempuh untuk membentuk kembali masyarakat Islam yang telah hancur itu ?
Jawabannya, yang harus
dilakukan tiada lain adalah melakukan perubahan masyarakat (taghyirul mujtama’),
yakni mengubah masyarakat tidak Islami yang ada sekarang menjadi masyarakat
Islam.
Para ulama menjelaskan
bahwa, Perubahan dalam masyarakat akan terjadi dengan melakukan perubahan
terhadap unsur-unsur masyarakat, yaitu individu (afrad), pemikiran (afkar),
perasaan (masya’ir), dan peraturan (nizham).
Mengenai bentuk fisik
individu dan karakter-karakter khas yang ada padanya (khashiyat), yaitu
kebutuhan jasmani (al hajat al ‘udhwiyah) dan naluri (gharizah),
tentunya tidak ada seorang pun yang sanggup untuk mengubahnya. Yang dapat
diubah adalah aqidah dan kepribadian (syakhshiyah) mereka, sebab
perubahan pada aspek ini adalah mungkin untuk dilakukan manusia.
Adapun pemikiran
masyarakat –yang digunakan untuk menghukumi perbuatan (af’al) dan barang
yang digunakan manusia (asy-ya’)- adalah mungkin untuk diubah. Caranya
ialah dengan menyebarkan pemikiran-pemikiran baru kepada masyarakat dalam
kedudukannya sebagai suatu komunitas umum (majmu’ah ‘ammah) bukan
sebagai individu-individu (afrad). Perubahan pemikiran dapat ditandai
dengan penerimaan sebagian besar masyarakat terhadap suatu aqidah yang
menjadi sumber berbagai pemikiran. Perubahan pemikiran ini selanjutnya diikuti
dengan perubahan perasaan (masya’ir) dan peraturan (nizham) yang
mengatur berbagai urusan masyarakat.
Perubahan masyarakat
ini haruslah menuju kepada kondisi masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu,
para pejuang perubahan masyarakat haruslah berusaha mengubah masyarakat yang
tidak bangkit (mujtama’ ghairu nahidh) -yaitu masyarakat yang tidak
unik-menjadi masyarakat yang bangkit (mujtama’ nahidh), yaitu masyarakat
yang unik.
Di seluruh dunia
sekarang, setelah hancurnya Uni Sovyet tahun 1991, hanya terdapat satu
model masyarakat unik, yaitu masyarakat kapitalis (al mujtama’ ar ra’sumali),
yang terwujud secara konkret pada negara-negara pemeluk ideologi kapitalisme,
yaitu Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya. Sedangkan
masyarakat-masyarakat yang lain adalah masyarakat yang tidak bangkit dan tidak
unik.
Adalah sangat sulit
mengubah masyarakat yang bangkit lagi unik –dari dalam– menuju masyarakat yang
bangkit dan unik dengan jenis yang lain. Misalnya mengubah masyarakat kapitalis
menjadi masyarakat sosialis, atau mengubah masyarakat kapitalis yang unik
menjadi masyarakat yang tidak unik. Ini sulit sekali terwujud meskipun bukan
sesuatu hal yang mustahil.
Perubahan masyarakat
mana pun -baik unik maupun tidak unik- dapat terjadi dari luar dengan kekuatan
militer atau qiyadah fikriyah (idelogi). Sedang perubahan
masyarakat tidak unik dari dalam, dapat terjadi secara alamiah dan sangat
mungkin terjadi hanya dengan qiyadah fikriyah (idelogi). Sebab
termasuk sifat masyarakat tidak unik, adalah tidak adanya kestabilan dan
kemantapan, yang terjadi karena kemerosotannya dan karena tidak adanya peluang
bagi individu di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan naluri dan kebutuhan
jasmaninya secara sahih, yang akan mengakibatkan individu-individu tersebut
akan berpartisipasi dalam perubahan masyarakat.
Mekanisme Perubahan
Masyarakat.
Bagaimana mekanisme
perubahan masyarakat ini terjadi ? Masyarakat dengan empat unsur penyusunnya
–yaitu individu (afrad), pemikiran (afkar), perasaan (masya’ir),
dan peraturan (nizham)- dapat diumpamakan dengan sebuah sebuah gelas
yang berisi cairan. Individu-individu dapat diumpamakan dengan gelas; sedang
pemikiran, perasaan, dan peraturan dapat diumpamakan sebagai cairan di dalam
gelas itu. Gelas tersebut akan memiliki warna sesuai dengan warna cairan yang
ada di dalamnya. Dengan perumpamaan ini dapat diterangkan, bahwa perubahan
masyarakat tidak ditempuh dengan cara menuangkan cairan baru dengan warna baru
ke dalam gelas tersebut, melainkan dengan membuang cairan lama dan selanjutnya
menuangkan cairan baru sebagai gantinya. Dengan demikian, masyarakat akan
dapat berubah secara fundamental dan berubah warnanya, sebab pemikiran,
perasaan, dan peraturan yang ada pada individu-individu adalah faktor yang
menentukan warna suatu masyarakat.
Jadi kalau kita hendak
mengubah masyarakat tidak unik menjadi masyarakat unik yang bangkit, kita harus
memulainya dengan cara membuang cairan yang ada dalam gelas. Hal ini ditempuh
dengan cara meyakinkan individu-individu mengenai ketidaklayakan pemikiran,
perasaan, dan peraturan yang ada di tengah-tengah mereka. Setelah itu, gelas
yang kosong itu diisi dengan cairan baru sebagai ganti cairan lama yang telah
dibuang. Ini ditempuh dengan cara meyakinkan individu-individu terhadap
pemikiran, perasaan, dan peraturan baru yang menjadi dasar perubahan
masyarakat.
Setiap mabda’
(ideologi) memiliki metodenya masing-masing untuk mengubah masyarakat. Metode
ideologi kapitalisme adalah dengan melakukan imperialisme (isti’mar)
terhadap berbagai bangsa yang akan diubah. Metode ideologi sosialisme adalah
dengan menciptakan kontradiksi-kontradiksi di tengah masyarakat yang akan
diubah. Sedang metode ideologi Islam adalah dengan jihad fi sabilillah, yaitu
mengemban Aqidah Islamiyah kepada manusia dalam bentuk yang dapat membangkitkan
perhatian, serta menghancurkan hambatan-hambatan fisik yang menghalangi
tersampaikannya Aqidah Islamiyah kepada manusia. Ibnu Umar meriwayatkan dari
Nabi SAW, beliau bersabda :
“Aku diperintahkan
untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan Laa ilaaha illallah Muhammadur
rasulullah.menegakan shalat,menunaikan zakat Jika mereka mengucapkannya maka
terpeliharalah darah dan harta mereka dariku, kecuali dengan hak islam dan perhitungan
mereka adalah pada allah.”(HR. Bukhari & muslim).
Hanya saja perlu
dipahami bahwa metode-metode tersebut -termasuk metode Islam– digunakan ketika
terdapat negara yang menerapkan ideologi yang diyakini. Metode Islam,
penerapannya nampak secara jelas dengan terjadinya penaklukan-penaklukan Islam
(futuhat Islamiyah) setelah berdirinya daulah Islamiyah di Madinah.
Metode kapitalisme dan metode sosialisme nampak dalam Perang Dunia I dan II
yang dilakukan oleh masing-masing negara yang menerapkan kapitalisme dan
sosialisme.
Adapun bila tidak
terdapat negara yang menerapkan ideologi, maka metode yang digunakan –untuk
mewujudkan ideologi – tidak sama dengan metode bila ada negara yang menerapkan
ideologi.
Dalam kondisi tidak
adanya negara Khilafah seperti sekarang ini, maka metode perubahan masyarakat
dalam Islam tentunya bukanlah dengan jalan jihad fi sabilillah, melainkan
dengan metode yang dicontohkan Rasulullah dalam membentuk masyarakat Islam di
Madinah. Allah SWT telah mengutus Rasulullah di Makkah yang merupakan
masyarakat jahiliyah. Rasulullah SAW berjuang mengubah masyarakat sesuai dengan
metode yang ditetapkan Allah SWT dalam tiga tahapan (marhalah) :
1. Pembinaan dan
Pengkaderan
Tahap pertama : adalah tahap pembinaan dan pengkaderan (marhalah tatsqif)
dilakukan Rasulullah SAW pada tahap awal dakwah beliau selama tiga tahun.
Beliau berdakwah melalui individu dan menyampaikan kepada orang-orang (yang
ada di Makkah dan sekitarnya) apa yang telah disampaikan Allah kepadanya. Bagi
orang yang sudah mengimaninya, maka ia diikat dengan kelompoknya (pengikut
Rasul) atas dasar Islam secara sembunyi-sembunyi.
Rasulullah SAW
berusaha mengajarkan Islam kepada setiap orang baru dan membacakan kepada
mereka apa-apa yang telah diturunkan Allah dan ayat-ayat Al-Quran, sehingga
mereka berpola hidup secara Islam. Beliau bertemu dengan mereka secara rahasia
dan membina mereka secara rahasia pula di tempat-tempat yang tersembunyi.
Selain itu mereka melaksanakan ibadah secara sembunyi-sembunyi. Kemudian
penyebaran Islam makin meluas dan menjadi buah bibir masyarakat (Makkah), yang
pada akhirnya secara berangsur-angsur mereka masuk ke dalam Islam.
2. Berinteraksi dengan
masyarakat
Adapun tahap kedua,
adalah tahap berinteraksi dengan masyarakat (marhalah tafa’ul ma’a al ummah)
dilaksanakan Rasulullah SAW setelah turunnya firman Allah SWT :
Artinya “Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS
Al-Hijr : 94)
Rasulullah SAW
diperintahkan menyampaikan risalahnya secara terang-terangan. Beliau menyeru
orang-orang Quraisy di bukit Shafa dan memberitahu bahwasanya beliau adalah
seorang nabi yang diutus. Beliau meminta agar mereka beriman kepadanya. Beliau
memulai menyampaikan dakwahnya kepada kelompok-kelompok dan kepada
individu-individu. Beliau menentang orang-orang Quraisy melawan tuhan-tuhan
mereka, aqidah dan pemikiran mereka, mengungkapkan kepalsuan, kerusakan dan
kesalahannya.
Beliau menyerang dan
mencela setiap aqidah dan pemikiran kufur yang ada pada saat itu, sementara
ayat Al-Quran masih turun secara berangsur-angsur. Ayat Al-Quran tersebut turun
dan menyerang apa yang dilakukan orang-orang Quraisy, seperti perbuatan memakan
riba, mengubur anak-anak perempuan (hidup-hidup), mengurangi timbangan dan
perzinahan. Seiring dengan itu ayat Al-Quran turun mengecam para pemimpin dan
tokoh-tokoh Quraisy, mencapnya sebagai orang bodoh, termasuk nenek moyang
mereka dan mengungkapkan persekongkolan yang mereka rancang untuk menentang
Rasul dan sahabat-sahabatnya.
3. Pengambil Alihan
Kekuasaan
Sedang tahap ketiga, adalah tahap pengambil-alihan kekuasaan (marhalah
istilam al hukm), ditempuh dengan cara melakukan thalabun nushrah (mencari
pertolongan dan dukungan) untuk menjamin keberlangsungan dakwah secara aman dan
memperoleh kekuasaan. Dalam sirah Rasulullah SAW, beliau mendapatkan nushrah dari
kabilah Aus dan Khazraj yang dengan peristiwa Baiat Aqabah II, mereka akhirnya
menjadikan Rasulullah SAW sebagai pemimpin mereka dan menyerahkan kekuasaan
kepada beliau. Secara nyata kekuasaan ini dilaksanakan dan dijalankan oleh
Rasulullah SAW setelah beliau berhijrah ke Madinah dan menjadikan Madinah
sebagai Daulah Islamiyah pertama di muka bumi, untuk menegakkan hukum Allah di
dalam negeri dan menyebarluaskan Islam dengan jalan dakwah dan jihad ke luar
negeri.
Bila tahap-tahap
dakwah Rasulullah dicermati dan dianalisis, akan nampak bahwa perubahan
unsur-unsur masyarakat berlangsung sebagaimana digambarkan pada tabel 1 berikut
:
No
|
Tahapan Dakwah
|
Perubahan
|
Indikator Perubahan
|
||
Pemikiran
|
Perasaan
|
Peraturan
|
|||
1
|
Pembinaan dan Pengkaderan
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan individual
(terbatas)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan individual
(terbatas)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan individual
(terbatas)
|
1.Terbentuknya kepri-badian Islam
2.Terbentuknya
kelompok dakwah
|
2
|
Interaksi dengan Umat
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum) tanpa institusi negara
|
1.Terbentuknya opini umum ttg Islam
2.Terbentuknya basis
dukungan masyarakat
|
3
|
Pengambilalihan Kekuasan
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum) dengan institusi negara
|
1.Terbentuknya institusi negara
2.Dilaksanakannya
misi negara, yaitu : penerapan hukum Islam dan penyebaran dakwah dengan jihad
|
Tabel 1.
Perubahan Unsur-Unsur Masyarakat dalam Tahapan Dakwah Rasulullah SAW.
Dari uraian di atas
dapat kita simpulkan bahwa masyarakat yang dibangun Rasulullah saw. di kota
Madinah adalah masyarakat Islam (al mujtama’ al Islami) karena terdiri
dari mayoritas kaum muslimin yang memiliki kesatuan pemikiran, perasaan, dan
peraturan, yakni pemikiran, perasaan, dan peraturan Islami. Kesatuan pemikiran,
perasaan, dan peraturan atas dasar Islam inilah yang digunakan dalam
melangsungkan hubungan di antara individu warga masyarakat tersebut.
Masyarakat Islami dan
misi mereka –yaitu mengemban risalah Islam yang universal itu– ternyata
bergerak meluas untuk menyatukan berbagai bangsa yang memiliki aneka ragam
bahasa, kesukuan dan kebangsaan, kebudayaan, dan perundangan, menjadi satu
umat, yakni umat Islam atau satu masyarakat, yakni masyarakat Islam.
Masyarakat yang begitu
besar dan menghuni bentangan alam yang begitu luas berada dalam satu kesatuan
negara, yakni Daulah Khilafah Islamiyah. Kuat lemahnya negara tersebut
mempengaruhi kuat lemahnya masyarakat Islam. Ketika Daulah Khilafah ini runtuh,
maka lenyaplah payung (institusi) yang mewadahi masyarakat Islam dan
unsur-unsurnya, khususnya unsur peraturan Islam (nizham Islam). Dengan
runtuhnya negara tersebut, satu unsur masyarakat Islam -yaitu peraturan
Islam (nizham Islam)-telah lenyap. Sementara berbagai pemikiran dan
perasaan Islam yang ada pada individu-individu muslim sebenarnya masih ada,
walaupun mengalami kemerosotan.
REFERENSI:
Taqiyuddin An Nabhani dalam
bukunya Ad Daulah al Islamiyah ,
Abdul Qadim Zallum,
dalam bukunya Mitsaaqul Ummah
Muhammad Husain
Abdullah dalam bukunya Mafahim Islamiyah
Ibnu Hisyam, dalam
bukunya Sirah Ibnu Hisyam
Penulis adalah Safrizal July, S.Pd.I Aktivis World Achehnese
Association (WAA) VWAA News – Senin 11/05/2009
Dalam Perspektif Islam
OPINI - Sebagaimana kita ketahui bahwa setelah runtuhnya
Daulah Khilafah Utsmaniyah pada 3 Maret 1924, masyarakat kaum muslimin yang
Islami itu pun mengalami goncangan yang luar biasa dan kehilangan
unsur-unsurnya. Masyarakat kaum muslimin pun menjadi tidak Islami dan hilang kekhasan
mereka.
Tentu yang menjadi pertanyaan kita adalah, bagaimana metode yang harus
ditempuh untuk membentuk kembali masyarakat Islam yang telah hancur itu ?
Jawabannya, yang harus
dilakukan tiada lain adalah melakukan perubahan masyarakat (taghyirul
mujtama’), yakni mengubah masyarakat tidak Islami yang ada sekarang menjadi
masyarakat Islam.
Para ulama menjelaskan
bahwa, Perubahan dalam masyarakat akan terjadi dengan melakukan perubahan
terhadap unsur-unsur masyarakat, yaitu individu (afrad), pemikiran (afkar),
perasaan (masya’ir), dan peraturan (nizham).
Mengenai bentuk fisik
individu dan karakter-karakter khas yang ada padanya (khashiyat), yaitu
kebutuhan jasmani (al hajat al ‘udhwiyah) dan naluri (gharizah),
tentunya tidak ada seorang pun yang sanggup untuk mengubahnya. Yang dapat
diubah adalah aqidah dan kepribadian (syakhshiyah) mereka, sebab
perubahan pada aspek ini adalah mungkin untuk dilakukan manusia.
Adapun pemikiran
masyarakat –yang digunakan untuk menghukumi perbuatan (af’al) dan barang
yang digunakan manusia (asy-ya’)- adalah mungkin untuk diubah. Caranya
ialah dengan menyebarkan pemikiran-pemikiran baru kepada masyarakat dalam
kedudukannya sebagai suatu komunitas umum (majmu’ah ‘ammah) bukan
sebagai individu-individu (afrad). Perubahan pemikiran dapat ditandai
dengan penerimaan sebagian besar masyarakat terhadap suatu aqidah yang
menjadi sumber berbagai pemikiran. Perubahan pemikiran ini selanjutnya diikuti
dengan perubahan perasaan (masya’ir) dan peraturan (nizham) yang
mengatur berbagai urusan masyarakat.
Perubahan masyarakat
ini haruslah menuju kepada kondisi masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu,
para pejuang perubahan masyarakat haruslah berusaha mengubah masyarakat yang
tidak bangkit (mujtama’ ghairu nahidh) -yaitu masyarakat yang tidak
unik-menjadi masyarakat yang bangkit (mujtama’ nahidh), yaitu masyarakat
yang unik.
Di seluruh dunia
sekarang, setelah hancurnya Uni Sovyet tahun 1991, hanya terdapat satu
model masyarakat unik, yaitu masyarakat kapitalis (al mujtama’ ar ra’sumali),
yang terwujud secara konkret pada negara-negara pemeluk ideologi kapitalisme,
yaitu Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya. Sedangkan
masyarakat-masyarakat yang lain adalah masyarakat yang tidak bangkit dan tidak
unik.
Adalah sangat sulit
mengubah masyarakat yang bangkit lagi unik –dari dalam– menuju masyarakat yang
bangkit dan unik dengan jenis yang lain. Misalnya mengubah masyarakat kapitalis
menjadi masyarakat sosialis, atau mengubah masyarakat kapitalis yang unik
menjadi masyarakat yang tidak unik. Ini sulit sekali terwujud meskipun bukan
sesuatu hal yang mustahil.
Perubahan masyarakat
mana pun -baik unik maupun tidak unik- dapat terjadi dari luar dengan kekuatan
militer atau qiyadah fikriyah (idelogi). Sedang perubahan
masyarakat tidak unik dari dalam, dapat terjadi secara alamiah dan sangat
mungkin terjadi hanya dengan qiyadah fikriyah (idelogi). Sebab
termasuk sifat masyarakat tidak unik, adalah tidak adanya kestabilan dan
kemantapan, yang terjadi karena kemerosotannya dan karena tidak adanya peluang
bagi individu di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan naluri dan kebutuhan
jasmaninya secara sahih, yang akan mengakibatkan individu-individu tersebut
akan berpartisipasi dalam perubahan masyarakat.
Mekanisme Perubahan
Masyarakat.
Bagaimana mekanisme
perubahan masyarakat ini terjadi ? Masyarakat dengan empat unsur penyusunnya
–yaitu individu (afrad), pemikiran (afkar), perasaan (masya’ir),
dan peraturan (nizham)- dapat diumpamakan dengan sebuah sebuah gelas
yang berisi cairan. Individu-individu dapat diumpamakan dengan gelas; sedang
pemikiran, perasaan, dan peraturan dapat diumpamakan sebagai cairan di dalam
gelas itu. Gelas tersebut akan memiliki warna sesuai dengan warna cairan yang
ada di dalamnya. Dengan perumpamaan ini dapat diterangkan, bahwa perubahan
masyarakat tidak ditempuh dengan cara menuangkan cairan baru dengan warna baru
ke dalam gelas tersebut, melainkan dengan membuang cairan lama dan selanjutnya
menuangkan cairan baru sebagai gantinya. Dengan demikian, masyarakat akan
dapat berubah secara fundamental dan berubah warnanya, sebab pemikiran,
perasaan, dan peraturan yang ada pada individu-individu adalah faktor yang
menentukan warna suatu masyarakat.
Jadi kalau kita hendak
mengubah masyarakat tidak unik menjadi masyarakat unik yang bangkit, kita harus
memulainya dengan cara membuang cairan yang ada dalam gelas. Hal ini ditempuh
dengan cara meyakinkan individu-individu mengenai ketidaklayakan pemikiran,
perasaan, dan peraturan yang ada di tengah-tengah mereka. Setelah itu, gelas
yang kosong itu diisi dengan cairan baru sebagai ganti cairan lama yang telah
dibuang. Ini ditempuh dengan cara meyakinkan individu-individu terhadap
pemikiran, perasaan, dan peraturan baru yang menjadi dasar perubahan
masyarakat.
Setiap mabda’
(ideologi) memiliki metodenya masing-masing untuk mengubah masyarakat. Metode
ideologi kapitalisme adalah dengan melakukan imperialisme (isti’mar)
terhadap berbagai bangsa yang akan diubah. Metode ideologi sosialisme adalah
dengan menciptakan kontradiksi-kontradiksi di tengah masyarakat yang akan
diubah. Sedang metode ideologi Islam adalah dengan jihad fi sabilillah, yaitu
mengemban Aqidah Islamiyah kepada manusia dalam bentuk yang dapat membangkitkan
perhatian, serta menghancurkan hambatan-hambatan fisik yang menghalangi
tersampaikannya Aqidah Islamiyah kepada manusia. Ibnu Umar meriwayatkan dari
Nabi SAW, beliau bersabda :
“Aku diperintahkan
untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan Laa ilaaha illallah Muhammadur
rasulullah.menegakan shalat,menunaikan zakat Jika mereka mengucapkannya maka
terpeliharalah darah dan harta mereka dariku, kecuali dengan hak islam dan
perhitungan mereka adalah pada allah.”(HR. Bukhari & muslim).
Hanya saja perlu
dipahami bahwa metode-metode tersebut -termasuk metode Islam– digunakan ketika
terdapat negara yang menerapkan ideologi yang diyakini. Metode Islam,
penerapannya nampak secara jelas dengan terjadinya penaklukan-penaklukan Islam
(futuhat Islamiyah) setelah berdirinya daulah Islamiyah di Madinah.
Metode kapitalisme dan metode sosialisme nampak dalam Perang Dunia I dan II
yang dilakukan oleh masing-masing negara yang menerapkan kapitalisme dan
sosialisme.
Adapun bila tidak
terdapat negara yang menerapkan ideologi, maka metode yang digunakan –untuk
mewujudkan ideologi – tidak sama dengan metode bila ada negara yang menerapkan
ideologi.
Dalam kondisi tidak
adanya negara Khilafah seperti sekarang ini, maka metode perubahan masyarakat
dalam Islam tentunya bukanlah dengan jalan jihad fi sabilillah, melainkan
dengan metode yang dicontohkan Rasulullah dalam membentuk masyarakat Islam di
Madinah. Allah SWT telah mengutus Rasulullah di Makkah yang merupakan
masyarakat jahiliyah. Rasulullah SAW berjuang mengubah masyarakat sesuai dengan
metode yang ditetapkan Allah SWT dalam tiga tahapan (marhalah) :
1. Pembinaan dan
Pengkaderan
Tahap pertama : adalah tahap pembinaan dan pengkaderan (marhalah tatsqif)
dilakukan Rasulullah SAW pada tahap awal dakwah beliau selama tiga tahun.
Beliau berdakwah melalui individu dan menyampaikan kepada orang-orang (yang
ada di Makkah dan sekitarnya) apa yang telah disampaikan Allah kepadanya. Bagi
orang yang sudah mengimaninya, maka ia diikat dengan kelompoknya (pengikut
Rasul) atas dasar Islam secara sembunyi-sembunyi.
Rasulullah SAW
berusaha mengajarkan Islam kepada setiap orang baru dan membacakan kepada
mereka apa-apa yang telah diturunkan Allah dan ayat-ayat Al-Quran, sehingga
mereka berpola hidup secara Islam. Beliau bertemu dengan mereka secara rahasia
dan membina mereka secara rahasia pula di tempat-tempat yang tersembunyi.
Selain itu mereka melaksanakan ibadah secara sembunyi-sembunyi. Kemudian
penyebaran Islam makin meluas dan menjadi buah bibir masyarakat (Makkah), yang
pada akhirnya secara berangsur-angsur mereka masuk ke dalam Islam.
2. Berinteraksi dengan
masyarakat
Adapun tahap kedua,
adalah tahap berinteraksi dengan masyarakat (marhalah tafa’ul ma’a al ummah)
dilaksanakan Rasulullah SAW setelah turunnya firman Allah SWT :
Artinya “Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS
Al-Hijr : 94)
Rasulullah SAW
diperintahkan menyampaikan risalahnya secara terang-terangan. Beliau menyeru
orang-orang Quraisy di bukit Shafa dan memberitahu bahwasanya beliau adalah
seorang nabi yang diutus. Beliau meminta agar mereka beriman kepadanya. Beliau
memulai menyampaikan dakwahnya kepada kelompok-kelompok dan kepada
individu-individu. Beliau menentang orang-orang Quraisy melawan tuhan-tuhan
mereka, aqidah dan pemikiran mereka, mengungkapkan kepalsuan, kerusakan dan
kesalahannya.
Beliau menyerang dan
mencela setiap aqidah dan pemikiran kufur yang ada pada saat itu, sementara
ayat Al-Quran masih turun secara berangsur-angsur. Ayat Al-Quran tersebut turun
dan menyerang apa yang dilakukan orang-orang Quraisy, seperti perbuatan memakan
riba, mengubur anak-anak perempuan (hidup-hidup), mengurangi timbangan dan
perzinahan. Seiring dengan itu ayat Al-Quran turun mengecam para pemimpin dan
tokoh-tokoh Quraisy, mencapnya sebagai orang bodoh, termasuk nenek moyang
mereka dan mengungkapkan persekongkolan yang mereka rancang untuk menentang
Rasul dan sahabat-sahabatnya.
3. Pengambil Alihan
Kekuasaan
Sedang tahap ketiga, adalah tahap pengambil-alihan kekuasaan (marhalah
istilam al hukm), ditempuh dengan cara melakukan thalabun nushrah (mencari
pertolongan dan dukungan) untuk menjamin keberlangsungan dakwah secara aman dan
memperoleh kekuasaan. Dalam sirah Rasulullah SAW, beliau mendapatkan nushrah dari
kabilah Aus dan Khazraj yang dengan peristiwa Baiat Aqabah II, mereka akhirnya
menjadikan Rasulullah SAW sebagai pemimpin mereka dan menyerahkan kekuasaan
kepada beliau. Secara nyata kekuasaan ini dilaksanakan dan dijalankan oleh
Rasulullah SAW setelah beliau berhijrah ke Madinah dan menjadikan Madinah
sebagai Daulah Islamiyah pertama di muka bumi, untuk menegakkan hukum Allah di
dalam negeri dan menyebarluaskan Islam dengan jalan dakwah dan jihad ke luar
negeri.
Bila tahap-tahap
dakwah Rasulullah dicermati dan dianalisis, akan nampak bahwa perubahan
unsur-unsur masyarakat berlangsung sebagaimana digambarkan pada tabel 1 berikut
:
No
|
Tahapan Dakwah
|
Perubahan
|
Indikator Perubahan
|
||
Pemikiran
|
Perasaan
|
Peraturan
|
|||
1
|
Pembinaan dan Pengkaderan
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan individual
(terbatas)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan individual
(terbatas)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan individual
(terbatas)
|
1.Terbentuknya kepri-badian Islam
2.Terbentuknya
kelompok dakwah
|
2
|
Interaksi dengan Umat
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum) tanpa institusi negara
|
1.Terbentuknya opini umum ttg Islam
2.Terbentuknya basis
dukungan masyarakat
|
3
|
Pengambilalihan Kekuasan
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum) dengan institusi negara
|
1.Terbentuknya institusi negara
2.Dilaksanakannya
misi negara, yaitu : penerapan hukum Islam dan penyebaran dakwah dengan jihad
|
Tabel 1.
Perubahan Unsur-Unsur Masyarakat dalam Tahapan Dakwah Rasulullah SAW.
Dari uraian di atas
dapat kita simpulkan bahwa masyarakat yang dibangun Rasulullah saw. di kota
Madinah adalah masyarakat Islam (al mujtama’ al Islami) karena terdiri
dari mayoritas kaum muslimin yang memiliki kesatuan pemikiran, perasaan, dan
peraturan, yakni pemikiran, perasaan, dan peraturan Islami. Kesatuan pemikiran,
perasaan, dan peraturan atas dasar Islam inilah yang digunakan dalam
melangsungkan hubungan di antara individu warga masyarakat tersebut.
Masyarakat Islami dan
misi mereka –yaitu mengemban risalah Islam yang universal itu– ternyata
bergerak meluas untuk menyatukan berbagai bangsa yang memiliki aneka ragam
bahasa, kesukuan dan kebangsaan, kebudayaan, dan perundangan, menjadi satu
umat, yakni umat Islam atau satu masyarakat, yakni masyarakat Islam.
Masyarakat yang begitu
besar dan menghuni bentangan alam yang begitu luas berada dalam satu kesatuan
negara, yakni Daulah Khilafah Islamiyah. Kuat lemahnya negara tersebut
mempengaruhi kuat lemahnya masyarakat Islam. Ketika Daulah Khilafah ini runtuh,
maka lenyaplah payung (institusi) yang mewadahi masyarakat Islam dan
unsur-unsurnya, khususnya unsur peraturan Islam (nizham Islam). Dengan
runtuhnya negara tersebut, satu unsur masyarakat Islam -yaitu peraturan
Islam (nizham Islam)-telah lenyap. Sementara berbagai pemikiran dan
perasaan Islam yang ada pada individu-individu muslim sebenarnya masih ada,
walaupun mengalami kemerosotan.
REFERENSI:
Taqiyuddin An Nabhani dalam
bukunya Ad Daulah al Islamiyah ,
Abdul Qadim Zallum,
dalam bukunya Mitsaaqul Ummah
Muhammad Husain
Abdullah dalam bukunya Mafahim Islamiyah
Ibnu Hisyam, dalam
bukunya Sirah Ibnu Hisyam
Penulis adalah Safrizal July, S.Pd.I Aktivis World
Achehnese Association (WAA) WAA News
– Senin 11/05/2009
Dalam Perspektif
Islam
OPINI - Sebagaimana kita
ketahui bahwa setelah runtuhnya Daulah Khilafah Utsmaniyah pada 3 Maret 1924,
masyarakat kaum muslimin yang Islami itu pun mengalami goncangan yang luar
biasa dan kehilangan unsur-unsurnya. Masyarakat kaum muslimin pun menjadi
tidak Islami dan hilang kekhasan mereka.
Tentu yang menjadi pertanyaan kita adalah, bagaimana metode yang harus
ditempuh untuk membentuk kembali masyarakat Islam yang telah hancur itu ?
Jawabannya, yang harus
dilakukan tiada lain adalah melakukan perubahan masyarakat (taghyirul mujtama’),
yakni mengubah masyarakat tidak Islami yang ada sekarang menjadi masyarakat
Islam.
Para ulama menjelaskan
bahwa, Perubahan dalam masyarakat akan terjadi dengan melakukan perubahan
terhadap unsur-unsur masyarakat, yaitu individu (afrad), pemikiran (afkar),
perasaan (masya’ir), dan peraturan (nizham).
Mengenai bentuk fisik
individu dan karakter-karakter khas yang ada padanya (khashiyat), yaitu
kebutuhan jasmani (al hajat al ‘udhwiyah) dan naluri (gharizah),
tentunya tidak ada seorang pun yang sanggup untuk mengubahnya. Yang dapat
diubah adalah aqidah dan kepribadian (syakhshiyah) mereka, sebab
perubahan pada aspek ini adalah mungkin untuk dilakukan manusia.
Adapun pemikiran
masyarakat –yang digunakan untuk menghukumi perbuatan (af’al) dan barang
yang digunakan manusia (asy-ya’)- adalah mungkin untuk diubah. Caranya
ialah dengan menyebarkan pemikiran-pemikiran baru kepada masyarakat dalam
kedudukannya sebagai suatu komunitas umum (majmu’ah ‘ammah) bukan
sebagai individu-individu (afrad). Perubahan pemikiran dapat ditandai
dengan penerimaan sebagian besar masyarakat terhadap suatu aqidah yang
menjadi sumber berbagai pemikiran. Perubahan pemikiran ini selanjutnya diikuti
dengan perubahan perasaan (masya’ir) dan peraturan (nizham) yang
mengatur berbagai urusan masyarakat.
Perubahan masyarakat
ini haruslah menuju kepada kondisi masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu,
para pejuang perubahan masyarakat haruslah berusaha mengubah masyarakat yang
tidak bangkit (mujtama’ ghairu nahidh) -yaitu masyarakat yang tidak
unik-menjadi masyarakat yang bangkit (mujtama’ nahidh), yaitu masyarakat
yang unik.
Di seluruh dunia
sekarang, setelah hancurnya Uni Sovyet tahun 1991, hanya terdapat satu
model masyarakat unik, yaitu masyarakat kapitalis (al mujtama’ ar ra’sumali),
yang terwujud secara konkret pada negara-negara pemeluk ideologi kapitalisme,
yaitu Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya. Sedangkan
masyarakat-masyarakat yang lain adalah masyarakat yang tidak bangkit dan tidak
unik.
Adalah sangat sulit
mengubah masyarakat yang bangkit lagi unik –dari dalam– menuju masyarakat yang
bangkit dan unik dengan jenis yang lain. Misalnya mengubah masyarakat kapitalis
menjadi masyarakat sosialis, atau mengubah masyarakat kapitalis yang unik
menjadi masyarakat yang tidak unik. Ini sulit sekali terwujud meskipun bukan
sesuatu hal yang mustahil.
Perubahan masyarakat
mana pun -baik unik maupun tidak unik- dapat terjadi dari luar dengan kekuatan
militer atau qiyadah fikriyah (idelogi). Sedang perubahan
masyarakat tidak unik dari dalam, dapat terjadi secara alamiah dan sangat
mungkin terjadi hanya dengan qiyadah fikriyah (idelogi). Sebab
termasuk sifat masyarakat tidak unik, adalah tidak adanya kestabilan dan
kemantapan, yang terjadi karena kemerosotannya dan karena tidak adanya peluang
bagi individu di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan naluri dan kebutuhan
jasmaninya secara sahih, yang akan mengakibatkan individu-individu tersebut
akan berpartisipasi dalam perubahan masyarakat.
Mekanisme Perubahan
Masyarakat.
Bagaimana mekanisme
perubahan masyarakat ini terjadi ? Masyarakat dengan empat unsur penyusunnya
–yaitu individu (afrad), pemikiran (afkar), perasaan (masya’ir),
dan peraturan (nizham)- dapat diumpamakan dengan sebuah sebuah gelas
yang berisi cairan. Individu-individu dapat diumpamakan dengan gelas; sedang
pemikiran, perasaan, dan peraturan dapat diumpamakan sebagai cairan di dalam
gelas itu. Gelas tersebut akan memiliki warna sesuai dengan warna cairan yang
ada di dalamnya. Dengan perumpamaan ini dapat diterangkan, bahwa perubahan
masyarakat tidak ditempuh dengan cara menuangkan cairan baru dengan warna baru
ke dalam gelas tersebut, melainkan dengan membuang cairan lama dan selanjutnya
menuangkan cairan baru sebagai gantinya. Dengan demikian, masyarakat akan
dapat berubah secara fundamental dan berubah warnanya, sebab pemikiran,
perasaan, dan peraturan yang ada pada individu-individu adalah faktor yang
menentukan warna suatu masyarakat.
Jadi kalau kita hendak
mengubah masyarakat tidak unik menjadi masyarakat unik yang bangkit, kita harus
memulainya dengan cara membuang cairan yang ada dalam gelas. Hal ini ditempuh
dengan cara meyakinkan individu-individu mengenai ketidaklayakan pemikiran,
perasaan, dan peraturan yang ada di tengah-tengah mereka. Setelah itu, gelas
yang kosong itu diisi dengan cairan baru sebagai ganti cairan lama yang telah
dibuang. Ini ditempuh dengan cara meyakinkan individu-individu terhadap
pemikiran, perasaan, dan peraturan baru yang menjadi dasar perubahan
masyarakat.
Setiap mabda’
(ideologi) memiliki metodenya masing-masing untuk mengubah masyarakat. Metode
ideologi kapitalisme adalah dengan melakukan imperialisme (isti’mar)
terhadap berbagai bangsa yang akan diubah. Metode ideologi sosialisme adalah
dengan menciptakan kontradiksi-kontradiksi di tengah masyarakat yang akan
diubah. Sedang metode ideologi Islam adalah dengan jihad fi sabilillah, yaitu
mengemban Aqidah Islamiyah kepada manusia dalam bentuk yang dapat membangkitkan
perhatian, serta menghancurkan hambatan-hambatan fisik yang menghalangi
tersampaikannya Aqidah Islamiyah kepada manusia. Ibnu Umar meriwayatkan dari
Nabi SAW, beliau bersabda :
“Aku diperintahkan
untuk memerangi manusia sampai mereka mengatakan Laa ilaaha illallah Muhammadur
rasulullah.menegakan shalat,menunaikan zakat Jika mereka mengucapkannya maka
terpeliharalah darah dan harta mereka dariku, kecuali dengan hak islam dan perhitungan
mereka adalah pada allah.”(HR. Bukhari & muslim).
Hanya saja perlu
dipahami bahwa metode-metode tersebut -termasuk metode Islam– digunakan ketika
terdapat negara yang menerapkan ideologi yang diyakini. Metode Islam,
penerapannya nampak secara jelas dengan terjadinya penaklukan-penaklukan Islam
(futuhat Islamiyah) setelah berdirinya daulah Islamiyah di Madinah.
Metode kapitalisme dan metode sosialisme nampak dalam Perang Dunia I dan II
yang dilakukan oleh masing-masing negara yang menerapkan kapitalisme dan
sosialisme.
Adapun bila tidak
terdapat negara yang menerapkan ideologi, maka metode yang digunakan –untuk
mewujudkan ideologi – tidak sama dengan metode bila ada negara yang menerapkan
ideologi.
Dalam kondisi tidak
adanya negara Khilafah seperti sekarang ini, maka metode perubahan masyarakat
dalam Islam tentunya bukanlah dengan jalan jihad fi sabilillah, melainkan
dengan metode yang dicontohkan Rasulullah dalam membentuk masyarakat Islam di
Madinah. Allah SWT telah mengutus Rasulullah di Makkah yang merupakan
masyarakat jahiliyah. Rasulullah SAW berjuang mengubah masyarakat sesuai dengan
metode yang ditetapkan Allah SWT dalam tiga tahapan (marhalah) :
1. Pembinaan dan
Pengkaderan
Tahap pertama : adalah tahap pembinaan dan pengkaderan (marhalah tatsqif)
dilakukan Rasulullah SAW pada tahap awal dakwah beliau selama tiga tahun.
Beliau berdakwah melalui individu dan menyampaikan kepada orang-orang (yang
ada di Makkah dan sekitarnya) apa yang telah disampaikan Allah kepadanya. Bagi
orang yang sudah mengimaninya, maka ia diikat dengan kelompoknya (pengikut
Rasul) atas dasar Islam secara sembunyi-sembunyi.
Rasulullah SAW
berusaha mengajarkan Islam kepada setiap orang baru dan membacakan kepada
mereka apa-apa yang telah diturunkan Allah dan ayat-ayat Al-Quran, sehingga
mereka berpola hidup secara Islam. Beliau bertemu dengan mereka secara rahasia
dan membina mereka secara rahasia pula di tempat-tempat yang tersembunyi.
Selain itu mereka melaksanakan ibadah secara sembunyi-sembunyi. Kemudian
penyebaran Islam makin meluas dan menjadi buah bibir masyarakat (Makkah), yang
pada akhirnya secara berangsur-angsur mereka masuk ke dalam Islam.
2. Berinteraksi dengan
masyarakat
Adapun tahap kedua,
adalah tahap berinteraksi dengan masyarakat (marhalah tafa’ul ma’a al ummah)
dilaksanakan Rasulullah SAW setelah turunnya firman Allah SWT :
Artinya “Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
(kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS
Al-Hijr : 94)
Rasulullah SAW
diperintahkan menyampaikan risalahnya secara terang-terangan. Beliau menyeru
orang-orang Quraisy di bukit Shafa dan memberitahu bahwasanya beliau adalah
seorang nabi yang diutus. Beliau meminta agar mereka beriman kepadanya. Beliau
memulai menyampaikan dakwahnya kepada kelompok-kelompok dan kepada
individu-individu. Beliau menentang orang-orang Quraisy melawan tuhan-tuhan
mereka, aqidah dan pemikiran mereka, mengungkapkan kepalsuan, kerusakan dan
kesalahannya.
Beliau menyerang dan
mencela setiap aqidah dan pemikiran kufur yang ada pada saat itu, sementara
ayat Al-Quran masih turun secara berangsur-angsur. Ayat Al-Quran tersebut turun
dan menyerang apa yang dilakukan orang-orang Quraisy, seperti perbuatan memakan
riba, mengubur anak-anak perempuan (hidup-hidup), mengurangi timbangan dan
perzinahan. Seiring dengan itu ayat Al-Quran turun mengecam para pemimpin dan
tokoh-tokoh Quraisy, mencapnya sebagai orang bodoh, termasuk nenek moyang
mereka dan mengungkapkan persekongkolan yang mereka rancang untuk menentang
Rasul dan sahabat-sahabatnya.
3. Pengambil Alihan
Kekuasaan
Sedang tahap ketiga, adalah tahap pengambil-alihan kekuasaan (marhalah
istilam al hukm), ditempuh dengan cara melakukan thalabun nushrah (mencari
pertolongan dan dukungan) untuk menjamin keberlangsungan dakwah secara aman dan
memperoleh kekuasaan. Dalam sirah Rasulullah SAW, beliau mendapatkan nushrah dari
kabilah Aus dan Khazraj yang dengan peristiwa Baiat Aqabah II, mereka akhirnya
menjadikan Rasulullah SAW sebagai pemimpin mereka dan menyerahkan kekuasaan
kepada beliau. Secara nyata kekuasaan ini dilaksanakan dan dijalankan oleh
Rasulullah SAW setelah beliau berhijrah ke Madinah dan menjadikan Madinah
sebagai Daulah Islamiyah pertama di muka bumi, untuk menegakkan hukum Allah di
dalam negeri dan menyebarluaskan Islam dengan jalan dakwah dan jihad ke luar
negeri.
Bila tahap-tahap
dakwah Rasulullah dicermati dan dianalisis, akan nampak bahwa perubahan
unsur-unsur masyarakat berlangsung sebagaimana digambarkan pada tabel 1 berikut
:
No
|
Tahapan Dakwah
|
Perubahan
|
Indikator Perubahan
|
||
Pemikiran
|
Perasaan
|
Peraturan
|
|||
1
|
Pembinaan dan Pengkaderan
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan individual
(terbatas)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan individual
(terbatas)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan individual
(terbatas)
|
1.Terbentuknya kepri-badian Islam
2.Terbentuknya
kelompok dakwah
|
2
|
Interaksi dengan Umat
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum) tanpa institusi negara
|
1.Terbentuknya opini umum ttg Islam
2.Terbentuknya basis
dukungan masyarakat
|
3
|
Pengambilalihan Kekuasan
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum)
|
-Tak Islami menjadi Islami
-Cakupan luas (umum) dengan institusi negara
|
1.Terbentuknya institusi negara
2.Dilaksanakannya
misi negara, yaitu : penerapan hukum Islam dan penyebaran dakwah dengan jihad
|
Tabel 1.
Perubahan Unsur-Unsur Masyarakat dalam Tahapan Dakwah Rasulullah SAW.
Dari uraian di atas
dapat kita simpulkan bahwa masyarakat yang dibangun Rasulullah saw. di kota
Madinah adalah masyarakat Islam (al mujtama’ al Islami) karena terdiri
dari mayoritas kaum muslimin yang memiliki kesatuan pemikiran, perasaan, dan
peraturan, yakni pemikiran, perasaan, dan peraturan Islami. Kesatuan pemikiran,
perasaan, dan peraturan atas dasar Islam inilah yang digunakan dalam
melangsungkan hubungan di antara individu warga masyarakat tersebut.
Masyarakat Islami dan
misi mereka –yaitu mengemban risalah Islam yang universal itu– ternyata
bergerak meluas untuk menyatukan berbagai bangsa yang memiliki aneka ragam
bahasa, kesukuan dan kebangsaan, kebudayaan, dan perundangan, menjadi satu
umat, yakni umat Islam atau satu masyarakat, yakni masyarakat Islam.
Masyarakat yang begitu
besar dan menghuni bentangan alam yang begitu luas berada dalam satu kesatuan
negara, yakni Daulah Khilafah Islamiyah. Kuat lemahnya negara tersebut
mempengaruhi kuat lemahnya masyarakat Islam. Ketika Daulah Khilafah ini runtuh,
maka lenyaplah payung (institusi) yang mewadahi masyarakat Islam dan
unsur-unsurnya, khususnya unsur peraturan Islam (nizham Islam). Dengan
runtuhnya negara tersebut, satu unsur masyarakat Islam -yaitu peraturan
Islam (nizham Islam)-telah lenyap. Sementara berbagai pemikiran dan
perasaan Islam yang ada pada individu-individu muslim sebenarnya masih ada,
walaupun mengalami kemerosotan.
REFERENSI:
Taqiyuddin An Nabhani dalam
bukunya Ad Daulah al Islamiyah ,
Abdul Qadim Zallum,
dalam bukunya Mitsaaqul Ummah
Muhammad Husain
Abdullah dalam bukunya Mafahim Islamiyah
Ibnu Hisyam, dalam
bukunya Sirah Ibnu Hisyam
Penulis adalah Safrizal July, S.Pd.I Aktivis World Achehnese
Association (WAA)