Empat Tahun Perjanjian Damai Aceh, WAA “Simak Kembali MoU“

Empat Tahun Perjanjian Damai Aceh, aktivis WAA “Simak Kembali MoU“ pada 15 agustus 2009
 [Foto Mohammad Iqbal/Waa].

WAA – Selasa 18/08/2009, PRESS RELEASE – Negara Denmark menjadi tempat bagi World Achehnese Association (WAA) memusatkan peringatan 4 tahun perjanjian damai antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia yang di tanda tangani di Helsinki Finlandia pada hari senin 15 agustus 2005.

Peringatan 4 tahun perjanjian damai Aceh yang bertema “Simak kembali MoU“, di hadiri oleh masyarakat Aceh diluar negeri dan para aktivis WAA termasuk dari Finlandia.

Para aktivis berkumpul di Norrevang 25, 9760 Vrå, Nordjylland, Denmark, sepakat membuka kembali Memorandum of Understanding between the Government of the Republic of Indonesia And the Free Aceh Movement atau di sebut juga Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, untuk secara bersama-sama meneliti sejauh mana MoU sudah bejalan di Aceh.

Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka yang di print dari (Website -GAM) yaitu http://www.asnlf.net/ setebal 11 halaman, di buka dan di simak bersama-sama dengan tujuan untuk mencari berbagai masukan agar bisa di limpahkan kepada berbagai pihak terutama para pengambil kebijakan di Aceh supaya tidak ada yang lupa dengan perjanjian yang telah di sepakati bersama oleh GAM dan RI.

Minusnya pelaksanaan butir-butir Memorandum of Understanding sebenarnya akan menjadi alat ukur kepada berbagai pihak untuk menafsir kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di Aceh, dan yang sangat dikhawatirkan hal ini akan mendorong lambannya pergerakan pembangunan ekonomi rakyat.

World Achehnese Association (WAA) menyayangkan jika MoU tidak tuntas dan benar-benar di laksanakan di Aceh sesuai dengan amanah kesepakatan, maka akan menimbulkan berbagai kesan negative, sehingga tidak tertutup kemungkinan perdamaian Aceh akan menjadi sebuah perdamaiaan yang tidak damai.

Acara yang dilaksanakan pada sabtu 15 agustus 2009 ini di buka pada jam 3.10 menit dan di tutup pada jam 5.15 petang, dengan doa kepada para pejuang dan pahlawan bansa yang telah lebih dulu meninggal, semoga mereka mendapat tempat yang baik.

Dengan tidak menghilangkan rasa hormat kepada semua pihak, maka setelah menyimak dan meneliti MoU, WAA Headquarter Denmark sebagai pelaksana acara bersama peserta yang hadir cuba menggaris bawahi beberapa artikel untuk di saran agar diimplimentasikan di Aceh, jika memang belum dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan.

Hal ini kami lakukan mengingat salah satu alinia kusus di halaman terakhir Memorandum of Understanding tertulis, Pemerintah RI dan GAM tidak akan mengambil tindakan yang tidak konsisten dengan rumusan atau semangat Nota Kesepahaman ini, yang di tanda tangani Hamid Awaluddin Menteri Hukum dan HAM (A.n. Pemerintah Republik Indonesia), Malik Mahmud (A.n. Gerakan Aceh Merdeka), dan Disaksikan oleh, Martti Ahtisaari (Mantan Presiden Finlandia, Ketua Dewan Direktur Crisis Management Initiative, Fasilitator proses negosiasi).

Di bawah ini adalah antara isi perjanjian damai RI dan GAM yang menurut kami belum di laksanakan sesuai dengan amanah MoU Helsinki,

1. Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh

1.1.2. Undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh akan didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

a) Aceh akan melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik, yang akan diselenggarakan bersamaan dengan administrasi sipil dan peradilan, kecuali dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal, kekuasaan kehakiman dan kebebasan beragama, dimana kebijakan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan Konstitusi.

b) Persetujuan-persetujuan internasional yang diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia yang terkait dengan hal ikhwal kepentingan khusus Aceh akan berlaku dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh.

c) Keputusan-keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang terkait dengan Aceh akan dilakukan dengan konsultasi dan persetujuan legislatif Aceh.
d) Kebijakan-kebijakan administratif yang diambil oleh Pemerintah Indonesia berkaitan dengan Aceh akan dilaksanakan dengan konsultasi dan persetujuan Kepala Pemerintah Aceh.

1.1.3. Nama Aceh dan gelar pejabat senior yang dipilih akan ditentukan oleh legislatif Aceh setelah pemilihan umum yang akan datang.

1.1.5. Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk bendera, lambang dan himne.

1.1.6. Kanun Aceh akan disusun kembali untuk Aceh dengan menghormati tradisi sejarah dan adat istiadat rakyat Aceh serta mencerminkan kebutuhan hukum terkini Aceh.

1.1.7. Lembaga Wali Nanggroe akan dibentuk dengan segala perangkat upacara dan gelarnya.

1.2. Partisipasi Politik

1.2.5 Semua penduduk Aceh akan diberikan kartu identitas baru yang biasa sebelum pemilihan pada bulan April 2006.

1.2.7 Pemantau dari luar akan diundang untuk memantau pemilihan di Aceh. Pemilihan lokal bisa diselenggarakan dengan bantuan teknis dari luar.

1.3. Ekonomi

1.3.1. Aceh berhak memperoleh dana melalui hutang luar negeri. Aceh berhak untuk menetapkan tingkat suku bunga berbeda dengan yang ditetapkan oleh Bank Sentral Republik Indonesia (Bank Indonesia).

1.3.2. Aceh berhak menetapkan dan memungut pajak daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan internal yang resmi. Aceh berhak melakukan perdagangan dan bisnis secara internal dan internasional serta menarik investasi dan wisatawan asing secara langsung ke Aceh.

1.3.3. Aceh akan memiliki kewenangan atas sumber daya alam yang hidup di laut teritorial di sekitar Aceh.

1.3.4. Aceh berhak menguasai 70% hasil dari semua cadangan hidrokarbon dan sumber daya alam lainnya yang ada saat ini dan di masa mendatang di wilayah Aceh maupun laut teritorial sekitar Aceh.
1.3.5. Aceh melaksanakan pembangunan dan pengelolaan semua pelabuhan laut dan pelabuhan udara dalam wilayah Aceh.

1.3.7. Aceh akan menikmati akses langsung dan tanpa hambatan ke negara-negara asing, melalui laut dan udara.

1.3.8. Pemerintah RI bertekad untuk menciptakan transparansi dalam pengumpulan dan pengalokasian pendapatan antara Pemerintah Pusat dan Aceh dengan menyetujui auditor luar melakukan verifikasi atas kegiatan tersebut dan menyampaikan hasil-hasilnya kepada Kepala Pemerintah Aceh.

1.4.2. Legislatif Aceh akan merumuskan kembali ketentuan hukum bagi Aceh berdasarkan prinsip-prinsip universal hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Hak-hak Sipil dan Politik dan mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

1.4.4. Pengangkatan Kepala Kepolisian Aceh dan Kepala Kejaksaan Tinggi harus mendapatkan persetujuan Kepala Pemerintah Aceh. Penerimaan (rekruitmen) dan pelatihan anggota kepolisian organik dan penuntut umum

1.4.5. Semua kejahatan sipil yang dilakukan oleh aparat militer di Aceh akan diadili pada pengadilan sipil di Aceh.

2. Hak Asasi Manusia

2.1. Pemerintah RI akan mematuhi Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Hak-hak Sipil dan Politik dan mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

2.2. Sebuah Pengadilan Hak Asasi Manusia akan dibentuk untuk Aceh.

2.3. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi akan dibentuk di Aceh oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Indonesia dengan tugas merumuskan dan menentukan upaya rekonsiliasi.

3. Amnesti dan reintegrasi ke dalam masyarakat

3.1. Amnesti

3.1.1. Pemerintah RI, sesuai dengan prosedur konstitusional, akan memberikan amnesti kepada semua orang yang telah terlibat dalam kegiatan GAM sesegera mungkin dan tidak lewat dari 15 hari sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini.

3.1.2. Narapidana dan tahanan politik yang ditahan akibat konflik akan dibebaskan tanpa syarat secepat mungkin dan selambat-lambatnya 15 hari sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini.

3.2. Reintegrasi kedalam masyarakat

3.2.4. Pemerintah RI akan mengalokasikan dana bagi rehabilitasi harta benda publik dan perorangan yang hancur atau rusak akibat konflik untuk dikelola oleh Pemerintah Aceh.

3.2.5. Pemerintah RI akan mengalokasikan tanah pertanian dan dana yang memadai kepada Pemerintah Aceh dengan tujuan untuk memperlancar reintegrasi mantan pasukan GAM ke dalam masyarakat dan kompensasi bagi tahanan politik dan kalangan sipil yang terkena dampak. Pemerintah Aceh akan memanfaatkan tanah dan dana sebagai berikut:

a) Semua mantan pasukan GAM akan menerima alokasi tanah pertanian yang pantas, pekerjaan, atau jaminan sosial yang layak dari Pemerintah Aceh apabila mereka tidak mampu bekerja.

b) Semua tahanan politik yang memperoleh amnesti akan menerima alokasi tanah pertanian yang pantas, pekerjaan, atau jaminan sosial yang layak dari Pemerintah Aceh apabila tidak mampu bekerja.

c) Semua rakyat sipil yang dapat menunjukkan kerugian yang jelas akibat konflik akan menerima alokasi tanah pertanian yang pantas, pekerjaan, atau jaminan sosial yang layak dari Pemerintah Aceh apabila tidak mampu bekerja.

3.2.6. Pemerintah Aceh dan Pemerintah RI akan membentuk Komisi Bersama Penyelesaian Klaim untuk menangani klaim-klaim yang tidak terselesaikan.

4. Pengaturan Keamanan

4.8. Tidak akan ada pergerakan besar-besaran tentara setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini. Semua pergerakan lebih dari sejumlah satu peleton perlu diberitahukan sebelumnya kepada Kepala Misi Monitoring.

4.10. Polisi organik akan bertanggung jawab untuk menjaga hukum dan ketertiban di Aceh.

4.11. Tentara akan bertanggung jawab menjaga pertahanan eksternal Aceh. Dalam keadaan waktu damai yang normal, hanya tentara organik yang akan berada di Aceh.

4.12. Anggota polisi organik Aceh akan memperoleh pelatihan khusus di Aceh dan di luar negeri dengan penekanan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia.

5. Pembentukan Misi Monitoring Aceh

5.2. Tugas AMM adalah untuk:

c) memantau reintegrasi anggota-anggota GAM yang aktif ke dalam
masyarakat.

d) memantau situasi hak asasi manusia dan memberikan bantuan dalam bidang ini.

f) memutuskan kasus-kasus amnesti yang disengketakan.

6. Penyelesaian perselisihan

6.1. Jika terjadi perselisihan berkaitan dengan pelaksanaan Nota Kesepahaman ini, maka akan segera diselesaikan dengan cara berikut:

a) Sebagai suatu aturan, perselisihan yang terjadi atas pelaksanaan Nota Kesepahaman ini akan diselesaikan oleh Kepala Misi Monitoring, melalui musyawarah dengan para pihak dan semua pihak memberikan informasi yang dibutuhkan secepatnya. Kepala Misi Monitoring akan mengambil keputusan yang akan mengikat para pihak.

b) Jika Kepala Misi Monitoring menyimpulkan bahwa perselisihan tidak dapat diselesaikan dengan cara sebagaimana tersebut di atas, maka perselisihan akan dibahas bersama oleh Kepala Misi Monitoring dengan wakil senior dari setiap pihak. Selanjutnya, Kepala Misi Monitoring akan mengambil keputusan yang akan mengikat para pihak.

c) Dalam kasus-kasus di mana perselisihan tidak dapat diselesaikan melalui salah satu cara sebagaimana disebutkan di atas, Kepala Misi Monitoring akan melaporkan secara langsung kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Republik Indonesia, pimpinan politik GAM dan Ketua Dewan Direktur Crisis Management Initiative, serta memberitahu Komite Politik dan Keamanan Uni Eropa. Setelah berkonsultasi dengan para pihak, Ketua Dewan Direktur Crisis Management Initiative akan mengambil keputusan yang mengikat para pihak.

Demikian hasil penelusuran kami, dengan harapan perjanjian damai yang sudah di tanda tangani di Helsinki, Finlandia adalah benar perjanjian yang muktamat dan jelas, bertujuan untuk kepentingan umum dalam mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Aceh.

Berkas Empat Tahun Perjanjian Damai Aceh, WAA “Simak Kembali MoU“ ini juga, akan dikirim kepada pihak-pihak terkait untuk kiranya dapat meluruskan perjanjian damai Aceh yang sudah berjalan 4 tahun, sesuai dengan yang termaktub,
1. Kepada Pemerintah Aceh
2. Kepada DPRA (Dewan Perwakilan Rakyat Aceh)
3. Kepada KPA (Komite Peralihan Aceh) dengan di CC kan Kepada GAM (Gerakan Aceh Merdeka)
4. Kepada Komite Politik dan Keamanan Uni Eropa
5. Kepada Crisis Management Intiative (CMI)

Fjerritsvlev, Denmark
Selasa 18 Agustu 2009

Team World Achehnese Association (WAA)
Ban sigom donja keu Aceh!
Previous Post Next Post