Harapan Pada Wakil Rakyat Dan Pemerintah Aceh

Musliadi Ismail [Foto Musliadi Ismail/Waa]

WAASelasa 13/10/2009, Oleh: Musliadi Ismail

KUWAIT - Sejak abad ke-15 Aceh sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia dan dunia internasional, dimana letaknya yang strategis di selat malaka, kayadengan hasil alam, peradaban yang tinggi dan luhur, raja yang benar-adil dan bijaksana, rakyat hidup makmur dan sejahtera, juga kerajaan hebat dan besar yang dikagumi oleh kawan dan ditakuti oleh lawan menjadikan Aceh sebagai pintu gerbang utama pelabuhan dan perdagangan nasional dan internasional.

Seiring dengan perubahan waktu, pergantian pimpinan, aturan, dan perubahan multi system maka banyak pula kemajuan yang telah dicapai tetapi tidak sedikit pula kemunduran dan kegagalan yang dialami oleh Aceh.

Indonesia yang menganut system demokrasi (pemerintahan rakyat), dimana rakyat mempunyai wadah  dalam penyampaian dan penyaluran aspirasi, tuntutan dan hal lainnya lewat wakil rakyat yang berada di DPR, DPRA, dan DPRD dalam mengakomodasi pemenuhan hak rakyat. Sistem demokrasi Indonesia belum sepenuhnya memihak pada rakyat walaupun notabenenya membela dan menuntut dalam pemenuhan hak rakyat buktinya masih banyak berbagai aksi unjukrasa / demonstrasi dari berbagai elemen masyarakat, bahkan tidak sedikit yang berdampak buruk dan menyebabkan kerugian  material dan non material.

Tanggal 30 September 2009 merupakan tonggak sejarah baru bagi perkembangan Aceh sekarang dan mendatang dengan dilantiknya wakil rakyat Aceh (DPRA) periode 2009-2014. semua masyarakat Aceh menaruh harapan pada wakil rakyat (DPR, DPD, DPRA, DPRD) dan Pemerintah Aceh. Sebagai ”äneuk nanggroe” kami sangat mengharapkan kepada semua komponen wakil rakyat khususnya DPRA, DPRD, juga Pemerintah Aceh antara lain :

  1. Wakil rakyat dan Pemerintah Aceh harus mempunyai etikat baik, ikhlas, jujur, adil, professional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab serta dapat dipertanggungjawabkan di mahkamah dunia dan akhirat.
  2. Merealisasikan semua point Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA) sesuai dengan amanat MoU Helsinki  dan mengaplikasikan secepatnya secara utuh dan bertanggungjawab serta dapat diterima oleh seluruh masyarakat Aceh.
  3. Menuntut dan mendesak pemerintah pusat  untuk mengeluarkan peraturan pelaksana (PP) dan peraturan presiden (Perpres) segera sebelum berakhirnya masa kepemimpinan SBY-JK demi pelaksanaan UUPA secara utuh dan maksimal.
  4.  Menuntut pembebasan tapol dan napol Aceh yang masih mendekam diberbagai penjara di pulau   jawa dan Sumatera sebagaimana tuntutan UUPA, juga pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) segera di Aceh yang independent, serta pemenuhan hak korban konflik ; rumah, bantuan dana diyat, dana reintegrasi, dan lain sebagainya.
  5. Wakil rakyat (DPRA, DPRD) dan Pemerintah Aceh harus mengutamakan kepentingan rakyat Aceh secara khusus daripada kepentinga pribadi dan kelompok.
  6. Wakil rakyat (DPRA, DPRD) dan Pemerintah Aceh harus dapat memperbaiki tingkat kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi rakyat demi peningkatan taraf hidup rakyat Aceh. Data menunjukkan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) yang banyak dari tahun ke tahun dan sumber daya alam yang melimpah belum mampu menurunkan tingkat kemiskinan yang signifikan (23 %) dan tingkat pengangguran yang masih tinggi.
  7. Wakil rakyat (DPRA, DPRD) dan Pemerintah Aceh harus lebih proaktif, berani dan cepat tanggap terhadap pemenuhan hak rakyat Aceh yang belum dipenuhi oleh pemerintah pusat.
  8. Wakil rakyat (DPRA, DPRD) dan Pemerintah Aceh harus dapat mempergunakan APBA/APBD secara benar, adil, efektif dan efesien, professional dan dapat dipertanggungjawabkan serta diterima oleh rakyat Aceh.
  9. Wakil rakyat (DPRA, DPRD) dan Pemerintah Aceh harus mendengar, memperioritaskan, dan melaksanakan aspirasi rakyat bukan sebaliknya. Utamakan pemenuhan hak korban konflik, gempa-tsunami, fakir, miskin, yatim piatu, kaum dhuafa, korban bencana alam lainnya, dan masyarakat yang tertindas lainnya berupa bantuan rumah, modal usaha, dana reintegrasi, dan lain sebagainya.
  10. Wakil rakyat (DPRA, DPRD) dan Pemerintah Aceh harus menjadi dambaan rakyat yang benar dan tepat, bukan menjadi celaan dan boomerang (harus memimpin bukan dipimpin) ; lihat berbagai aksi demonstrasi mahasiswa dan rakyat Aceh.
  11. Wakil rakyat (DPRA, DPRD) dan Pemerintah Aceh harus dapat mengadakan perubahan Aceh kearah positif yang lebih signifikan dalam 5 tahun ke depan, dimana mayoritas anggota legislatif dan eksekutif Aceh saat ini yang notabenenya berasal dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Bila tugas, tujuan, tanggung jawab, visi dan misi dapat dijalankan dengan baik dan benar serta dapat diterim oleh rakyat, maka rakyat akan hormat, percaya, senang, dan memilihnya lagi di Pilkada/pemilu mendatang, juga merupakan suatu kemenangan besar bagi GAM, sebaliknya akan menjadi celaan dan boomerang serta hilangnya kepercayaan dimasa mendatang bagi GAM dalam menjalankan roda pemerintahan Aceh.
  12. Wakil rakyat (DPRA, DPRD) dan Pemerintah Aceh harus memfasilitasi diri dan keluarga dengan hidup sederhana walaupun ada fasilitas dan aturan protocol yang mangatur tentang itu.
  13. Wakil rakyat (DPRA, DPRD) dan Pemerintah Aceh merupakan wakil rakyat Aceh seutuhnya bukan perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah Aceh.
  14. Wakil rakyat (DPRA, DPRD) dan Pemerintah Aceh harus bisa menciptakan dan membuktikan pemerintah yang bersih, benar jujur, adil, bermartabat dan bertanggung jawab, serta bebas Kolusi,  Korupsi, dan Nepotisme (KKN).  
  15. Wakil rakyat (DPRA, DPRD) dan Pemerintahan Aceh harus dapat bekerjasama dengan baik dan lancar serta bersinergi dalam membangun Aceh bukan saling menjatuhkan dan mempertahankan persepsi masing-masing.
  16. Wakil rakyat (DPRA, DPRD) dan Pemerintah Aceh  harus mempunyai visi, misi, tujuan (jangka pendek, menengah, jangka panjang) dan master plan yang jelas dan benar ke depan, termasuk mengembalikan kemajuan dan perkembangan Aceh di masa Sultan Iskandar Muda dulu.
  17. Wakil rakyat (DPRA, DPRD) dan Pemerintah Aceh harus melakukan pembangunan Aceh secara benar, adil, dan merata di seluruh Aceh dengan memaksimalkan factor penunjang dan potensi yang dimiliki daerah setiap kabupaten demi mencegah timbulnya kembali isu pembetukan propinsi ALA dan ABAS, juga pembangunan harus bersifat berkesinambungan walaupun pimpinannya berganti.
  18. Pemerintah Aceh melalui SKPA , dinas, instansi, dan lemabaga terkait harus mendorong dan mengambil tindakan tegas terhadap berbagai permasalahan pembangunan dan infrastruktur di Aceh seperti pembangunan yang tidak tepat waktu, tidak sesuai bestek/standar, proyek terlantar dan bermasalah, dan lain-lain.
  19. Pemerintahan Aceh harus bekerjasama dengan perbankan harus lebih mendukung rakyat dalam mengembangkan usahanya (UKM) dengan memberi modal bantuan usaha, mempermudah mendapatkan modal usaha, memberikan pendidikan dan pelatihan serta ketrampilan lewat balai latihan kerja (BLK), dan lain-lain.
  20. Dalam rangka pembuatan qanun, Perda, dan peraturan lainnya, anggota legislative harus menjaring aspirasi dan berkonsultasi dengan tokoh ahli, ulama, kaum intelektual, tokoh adat, organisasi sipil, mahasiswa, dan elemen masyarakat Aceh lainnya, guna menyamakan persepsi dan dapat diterima bagi semua walaupun finalisasi tetap berada di tangan legislative Aceh.
  21. Pemerintahan Aceh harus berkonsultasi dalam setiap rencana dan pengambilan keputusan dalam berbagai hal guna mendapat dukungan dan dapat diterima oleh semua pihak.


Demikian beberapa hal usulan agar mendapat perhatian dan perbaikan dalam menjalan tugas dan tanggung jawab kedepan. Semoga keberhasilan tetap dipertahankan dan ditingkatkan. Begitu juga kegagalan, kemunduran dan permasalahan  harus secepatnya diatasi dan diperbaiki serta jangan terulang kembali.

[Musliadi Ismail /Aktivis Waa Berdomisili di Kuwait]
Previous Post Next Post