![]() |
Rombongan Aceh Denmark bergambar bersma di Kota Leiden, Belanda 12 Juli 2009[Foto Iwan/Waa]. |
WAA – Senin 20/07/2009, Catatan Nek Hassan
Berangkat ke Holland
Sabtu tanggal 11 Juli 2009, tepat pukul 4.45 pagi, dengan segala perlengkapan, kami serombongan warga Atjeh Denmark dan beberapa aktifis WAA menghidupkan mobil, berangkat dari Aabybro, Nordjylland, Denmark menuju Holland (Belanda). Perjalanan kami dengan meunggunakan 4 (empat) buah mobil yang beranggotakan 17 orang termasuk anak-anak.
Sekitar jam 16.40 petang kami sampai di kawasan Vino Grando, Odiliapel, Belanda tempat dimana kami membooking sebuah rumah villa melalui internet. Rumah itu memiliki 5 buah kamar, 18 ranjang tidur dan subuah ruang tamu yang luas, dapur yang mencukupi, ruang olah raga seperti tenis meja, serta berbagai alat mainan untuk anak-anak. Jarak yang kami tempuh mencapai 950 km dari kota dimana kami memulai sebuah perjalanan ini.
Leiden 12 Juli 2009
Minggu pagi, dari rumah penginapan yang kami sewa di Vino Grando, Odiliapel, dengan semangat kebersamaan dan penuh kekeluargaan, kami berangkat ke kota Leiden, sebuah kawasan Gemeente, Belanda yang terletak di wilayah Zuid Holland.
Leiden merupakan salah satu kota terpenting diwilayah itu maupun di Belanda secara umum, sekalipun daerah ini tidak terlalu besar, tetapi dikota inilah terletaknya Universiti Leiden yang merupakan Universiti yang pertama dan juga yang tertua di negeri Kincir angin. Universiti ini di dirikan pada tahun 1575.
Dengan panorama yang unik, kota ini juga dikelilingi oleh sungai dan di penuhi bangunan-bangunan klasik. Walaupun cuaca hari itu hujan rintik-rintik, namun langkah kami terus berjalan meungelilingi kota yang termegah dengan universiti dan National Museum Of Ethnology (museumVolkenkunde) itu. Kami juga menggunakan kendaraan air (bot) untuk mengelilingi kota tersebut.
Museum Of Ethnology tersimpan banyak baang bersejerah dari berbagai Negara didunia termasuk barang-barang pusaka Atjeh, seperti berbagai macam pedang, ajimat dan lainnya. Setelah lelah kami berjalan ke museum tersebut, pusat informasi memberitau kami bahwa audeling tersebut belum di buka sekarang, tapi akan di buka awal okteber ini.
![]() |
Meriam Atjeh di Museum Arnhem, Bronbeek 13 Juli 2009 [Foto Hendra/Waa]. |
Arnhem, Bronbeek 13 Juli 2009
Senin, hari ketiga kami di Belanda. Jam 10.50 pagi dari Odiliapel kami bergerak menuju ke museum Bronbeek (Koninklijk Tehuis Voor Oud-militairen en Bronbeek) yang beralamat di Velperweng 147,6824MB Arnhem. Tujuan kami untuk melihat bukti sejarah perang Atjeh dengan Belanda yang amat dahsyat kala itu.
Di sini bisa di saksikan deretan meriam-meriam Atjeh yang berkilauan di simpan rapi di ruang kusus beserta pelurunya, terlihat juga satu meriam yang berukuran pendek, dengan panjang 1,55 m, lebar 45cm, dengan lubang pelurunya 24 cm serta beratnya mencapai 5800 kg (kilogram), kami serombongan menghabis kan masa sekitar 2 jam di areal ini.
Setelah melihat perlengkapan perang Atjeh tempo dulu, kita dapat bayang kan betapa canggih dan modennya orang Aceh di zaman itu.
Banyak juga barang-barang yang di ketahui ada di Museum itu, tidak terlihat pada saat kami datang, padahal kami sangat berharap dapat melihat semua barang-barang peninggalan Atjeh di situ, tidak ada alasan yang jelas mengapa barang pusaka Atjeh tidak di publikasi saat kami tiba.
Salah seorang penjaga museum bernama Vissels L. L.M.N.R.S yang pernah tinggal di Hindia Belanda atau di kawasan yang sekarang di sebut Indonesia, diantara tahun 1924 sampai 1952, bahkan dalam tahun-tahun itu Vissels pernah di tugaskan berperang dengan Bansa Atjeh oleh negaranya, saat itu menurut Vissels ia salah seorang marinir yang berpangkat kopral dan sekarang sudah berumur 85 tahun, memberitau kami bahwa barang-barang Atjeh selain yang ada di situ tidak di pertunjukkan saat ini, kemungkinan tahun depan baru bisa di publikasi kembali.
Barang-barang yang di yakini ada di situ dan tidak bisa di dapati ketika kami tiba adalah, Cap-cap Atjeh (Stempel), ajimat, bendera-bendera yang di ambil dari Atjeh, rantéé bui, peluru bedil dan berbagai macam barang lainnya. Lantas kami terus berpikir lain setelah barang-barang Atjeh tidak bisa dilihat. Semoga bukti sejarah bansa Atjeh tidak hilang begitu saja. Oleh sebab itu kami mengira seluruh rakyat Atjeh harus mengambil perhatian tentang ini.
Ketika kami bertanya tentang tangan dan kaki Vissels L. L.M.N.R.S sang penjaga museum yang sudah cedera, si serdadu itu bilang, aku di tusuk oleh tentara serdadu Jepang di Hindia Belanda. Vissels yang selalu mengulang-ngulang kata-kata omong kosong, rupanya memiliki makna tersendiri baginya, Vissels L memberitau kami Serdadu tidak dapat apa-apa, Omong kosong!!!.
![]() |
Saat-saat rombongan dipusat kota Amsterdam 14 Juli 2009 [Foto Tahar/Waa]. |
Amsterdam 14 Juli 2009
Selasa, jam 10.20 pagi, setalah malamnya kami beristirahat, rombongan kembali melanjutkan perjalanan ke kota yang mengalami cuaca suhu sederhana yang dipengaruhi oleh lautan Atlantis di sebelah barat.
Amsterdam adalah ibu kota negara belanda yang terletak diperairan Teluk IJ dan sungai Amstel yang dulu (abad ke12) dikenal sebagai satu perkampungan nelayan di muara sungai itu, namun sekarang sudah menjadi kota besar, juga telah menjadi pusat ekonomi dan kebudayaan.
Mengikut pada lagenda, Amsterdam mempunyai salah satu pusat bersejarah terbesar di dalam europa yang makmur, semenjak abad ke 14 dan seterusnya. Amsterdam pun menjadi salah satu kota terkaya didunia dan juga menjadi dasar rangkaian perdagangan sedunia waktu itu, sebelum terjadi pemberontakan oleh orang belanda terhadap Philip II dari Sepanyol dan keturunannya, maka terjadilah perang lapan puluh tahun yang mana sangat penting hingga membawa kepada kemerdekaan belanda.
Pada abad ke 18-19 Amsterdam mengalami kemerosotan ekonomi akibat perang dengan Englang dan Francis.
Walau bagai manapun pada tahun 1815, keadaan berangsur pulih dan mulailah perkembangan-perkembangan baru di lakukan. Zaman keemasan ke dua pun datang pada akhir abad ke 19, pada masa inilah revolusi industri sudah sampai dan pembangunan pembangunan transportasi, komunikasi terus dibina.
Amsterdam terkenal dengan museum-museum, kota di penuhi dengan lampu-lampu orange di waktu malam, dan kedai-kedai kopi (kafe chop) yang menjual Marjuana, Ganja (barang-barang Psikotropika), bahkan ada yang sudah di gulung dan siap pakai, turut di jual secara bebas dengan harga perbatang antara 3 Euro hingga 5 Euro. Tidak ada yang perlu di ragukan atau ditakutkan semu bebas dan damai di sini, apalagi sekarang bukanya lagi zaman koloni, cetus salah satu serdadu belanda kepada kami sambil ketawa.
Di setiap sudut kota, jalanan, lorong-lorong dan kedai kopi senantiasa penuh dengan keharuman aroma sang penakluk saraf yang begitu menggoda, juga terlihat orang-orang berbagai bangsa yang sedang rilex sambil menikmati kelezatannya sang Marjuana. Suasana kota dengan kesibukan trafik dan keramaian yang penuh fantastis, manusianya tetap ramah menyapa kami, sekalipun suatu ketika dahulu bangsa itu pernah datang berperang melawan endatu kita.
![]() |
Pemandangan Kota Rotterdam, Gambar di ambil dari atas menara pencakar langit 15 Juli 2009 waktu sore [Foto Usman/Waa]. |
Rotterdam 15 Juli 2009
Rabu pukul 11.12 hari keempat, kami mengubah haluan ke kota nomor dua terbesar di Belanda yaitu Rotterdam yang terletak di tebing sungai Nieuwe Maas dan kota ini pernah di bombandir oleh Luftwaffe, angkatan tentara Jerman pada 10 mei 1940 sehingga hanya dalam satu hari mampu menaklukkannya, walaupun angkata tentara belanda mempertahankan negara nya dengan penuh semangat tetapi mereka terpaksa menyerah kalah pada 14 mei tahun 1940 di sebabkan ancaman kekota-kota lain.
Rotterdam merupakan kawasan pelabuhan ke tujuh terbesar di negara europa serta juga pelabuhan yang paling sibuk di dunia pada tahun 1962. Kota ini juga sebagai daerah metropolitan yang keenam terbesar di europa waktu itu. Pertumbuhan yang paling penting dan pesat dari segi kegiatan pelabuhan yang dapat menjadi pusat untuk salah satu dari pada enam dewan VOC (Vereenigde Oostindisehe Compagnie) atau syarikat hindia timur belanda.
Pertumbuhan kejayaan nya dapat memberi bukti terkesan seperti adanya rumah putih, pencakar langit yang dibina pada tahun 1898 dengan ketinggian 45 meter, juga merupakan bangunan pegawai pemerintahan yang tertinggi di europa masa itu .
Kamis, 17 Juli 2009 hari kelima, kami kembali meluangkan masa untuk ke Amsterdam, karena ingin melihat kota yang turut menjadi tarikan pelancong setiap tahun serta keindahannya yang di kelilingi oleh sungai-sungai dengan semi bulatan. Apaligi banyak rumah cantik dan pangsapuri di sepanjang pinggir sungai yang di huni oleh banyak orang, ada juga bangunan-bangunan lainnya yang sudah menjadi tempat pejabat dan beberapa bahagian menjadi bangunan-bangunan umum.
Pulang ke Denmark
Jumat 17 juli 2009 jam 10.05, mobil kembali di hidupkan dengan arah pandu menuju Tempat dimana kami tinggal selama ini. Perjalanan pergi dan pulang tentu nya tidak memiliki masaalah, kerena mesin GPS yang kami pasang sebagai penunjuk jalan telah memastikan arah tuju yang tepat.
Dalam perjalanan pulang kami tak henti-henti berdiskusi atau membicarakan tentang perkembangan negara-negara maju dan rakyatnya yang sudah merdeka dari segala aspek kehidupan. Oleh sebab itu kami tertanya-tanya kapan dan kapan Atjeh seperti ini? Lalu kamipun berpikir tak mungkin apabila Atjeh masih terus berusan dengan Jakarta dalam segala hal.
Penulis adalah Akitifis World Achehnese Association (WAA), berdomisili di Denmark.