![]() |
Kuwait towers, sabtu 18 April 2009[Foto MUSLIADI ISMAIL/Waa]. |
WAA – Minggu 02/08/2009, Oleh: Musliadi Ismail
Aceh merupakan sebuah negeri yang sangat dikenal luas baik didalam maupun diluar negeri sejak kerajaan Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636).Era tersebut merupakan puncak kejayaan kerajaan Aceh, dimana Aceh merupakan lokomotif dan pintu gerbang perdagangan internasional dan termasuk lima besar kerajaan Islam dunia.
Dengan bergantinya era dan kepemimpinan, situasi dan kondisi, Aceh mengalami perubahan besar dimana banyak hal yang mengalami kemajuan dan perkembangan, tetapi tidak sedikit pula yang mengalami kemunduran dan kemerosotan baik itu norma atau kaidah, peradaban, aturan atau hukum, budaya, pembangunan infra struktur, dan lain sebagainya.
Tidak bisa di pungkiri memang, kehidupan ini ibarat roda yang berputar atau bergerak dalam kendali manusia sebagai motor penggerak, namun pergerakannya tidak selalu berjalan mulus atau lancar tetapi sebaliknya penuh rintangan dan hambatan yang merupakan tantangan hidup.
Semakin cerdas, tulus ikhlas, jujur, bermoral, proporsional, acceptable, dan bertanggungjawab seorang pemimpin, maka semakin baik hasil yang dicapai, sebaliknya akan menjadi malapetaka dan bencana serta bom waktu yang potensial terjadi dikemudian hari jika pemimpin hanya pandai mengaut keuntungan pribadi dan tidak punya keberpihakan kepada rakyat.
Kaya Sumber Daya Alam
Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) Aceh dan besarnya Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) belum mampu memberikan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Aceh yang signifikan sebagai contoh tingkat pengangguran dan kemiskinan masih tinggi ibarat ayam mati dilumbung padi, banyak masyarakat local hanya jadi penonton setia dengan kehadiran beberapa proyek atau perusahaan raksasa yang menguras alam Aceh, bahkan berdampak buruk terhadap efek lingkungan yang ditimbulkan serta efek psikologis yang menimbulkan kecemburuan sosial.
Sumber Daya Manusia (SDM) dan Pemimpin
Banyak perkembangan dan kemajuan Aceh yang telah dicapai dari era ke era yang merupakan kebanggaan sebuah hasil karya aneuk nanggroe dan karunia Allah SWT.
Tidak sedikit juga yang mengalami kemunduran, kegagalan, permasalahan yang terjadi misalnya, banyak proyek terlantar dan tidak berfungsi, pembangunan jalan dan rumah yang tidak memenuhi standard, KKN merajalela, hukum tidak memihak dan tidak adil.
Banyak korban konflik dan bencana alam yang tertindas dan kehilangan berbagai hak, bantuan uang-rumah-barang yang bermasalah, banyak wakil rakyat yang tidak merakyat bahkan mengecewakan, banyak proyek atau perusahaan raksasa yang megap-megap dan bermasalah (PIM, KKA, AAF, SAI) ini adalah antara rentetan yang masih membuat aceh terlihat kumuh.
Lapangan kerja yang sempit dan terbatas, pengangguran dan kemiskinan yang tinggi, perusahaan yang kurang atau tidak bertanggung jawab terhadap proyek tendernya, lemahnya pengawasan lembaga atau dinas terhadap berbagai proyek, kurangnya kepedulian lembaga atau dinas terhadap usaha kemandirian rakyat (UKM) sehingga banyak yang defisit modal usaha dan bangkrut, kriminal yang relative tinggi, turut menyumbang kepada kemunduran sosio ekonomi dan politik di Aceh.
Kurang keberpihakan pada rakyat kecil, mislanya UUPA yang belum sesuai sepenuhnya dengan MoU Helsinki dan juga penerapannya yang belum maksimal, beasiswa yang banyak masalah, Satuan Kerja Pemerintahan Aceh (SKPA) yang lambat, dan masih banyak hal lain yang belum atau tidak terekpose oleh media massa merupakan permasaalahan bansa yang sepatutnya segra di selesaikan, apa lagi berbagai masaalah di Aceh di risaukan akan menjadi kompor pembakar yang akan kembali mencetuskan ketidak nyamanan secara menyeluruh seperti demostrasi dan kekerasan.
Uang dan Jabatan
Uang dan jabatan bisa menjadi ancaman persatuan dan kesatuan, juga potensial pecah belah dan permusuhan sesama bila tidak dijalankan dengan baik dan benar sesuai dengan aturan.
Aceh yang dikenal kuat dan tangguh oleh kawan dan lawan dalam melawan penjajahan Belanda, maka jangan terulang politik dan siasat Snouk Hugronye jilid 2.
Dua hal ini sangat riskan bagi semua individu dalam pengembangan dan sepak terjangnya kedepan, bila kinerjanya buruk akan menjadi cerminan kegagalan dan image buruk bagi individu dan partai yang mengusungnya untuk pemilu nanti, sebaliknya akan menjadi pujian dan harapan rakyat serta akan memilihnya kembali tanpa harus disuruh.
Kesimpulan
Janji merupakan amanah dan utang moral yang harus ditepati dan dipenuhi oleh wakil rakyat.Anggota dewan dan pemimpin adalah wakil rakyat yang wajib membela hak rakyat bukan sebaliknya, dan harus mempertanggungjawabkan di pengadilan dunia dan akhirat nanti.
Pemangku jabatan dan pihak yang berwenang harus proaktif-serius-cermat-ikhlas-proporsional-profesional-dan bertanggung jawab dalam menjalankan jabatan dan roda pemerintahan.
Anggota dewan dan pemimpin Aceh saat ini yang notabenenya mayoritas dari pihak independent ; Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dan para aktivis sipil lainnya, harus menjadi motivator dan cerminan bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyak serta perkembangan Aceh pada umumnya, tidak untuk sebaliknya akan menjadi bumerang dan bom waktu serta hilangnya kepercayaan rakyat pada individu dan organisasi GAM pada umumnya.
Semoga janji anggota dewan dan pemimpin Aceh dapat segera terwujud dengan baik dan diterima oleh rakyat serta tidak menimbulkan masalah.
Kritikan ini bukan bermaksud negative tanpa melihat perkembangan Aceh yang telah dicapai tetapi untuk introspeksi diri dan perbaikan demi Aceh aman, damai, sejahtera, makmur, adil, dan merata menuju taibatun warabbul ghafur.
Penulis adalah Akitifis World Achehnese Association (WAA), berdomisili di Kuwait.