Bercelona, Pemberontakan Melalui Sepak Bola

M. Armiyadi Signori (penulis) berpose di depan Stadion Camp Noe Barcelona, [Foto/Dok/Pribadi].

WAA - Selasa 25/10/2011, Bercelona, Pemberontakan Melalui Sepak Bola

“Nama saya Montse Bernabus dan ini kawan saya Paula Clarimon, kami dari Barcelona”.

“ OK, senang bertemu kalian, Spanyol sangat popular di negara saya terutama di kota Banda Aceh, tempat saya tinggal, karena paska tsunami banyak tentara kalian yang membantu membersihkan kota kami dari sisa tsunami dan negara kalian sangat jago main bola kaki”

“ Maaf, kami dari Catalunya (katalan) bukan spanyol, kami pendukung tim Barcelona walaupun kami tidak begitu menyukai sepak bola”. ini pengalaman pertama kali bertemu dua mahasiswi asal Barcelona di kampus saya, di Norwegia, yang kemudian menjadi kawan akrab saya.

Ucapan dua mahasiswi tersebut bisa jadi mewakili perasaan kebanyakan warga Catalunya yang “tidak bahagia” bergabung dengan negara induknya Spanyol dan salah satu bentuk perjuangan mereka adalah melalui sepak bola, tidak memberi efek langsung memang, namun bagi warga catalunya ketika tim Barcelona mampu mengalahkan Real Madrid dalam laga bertitel El Clasico, ini adalah kemenangan mereka terhadap Spanyol.

Kisah perseteruan warga Catalunya dengan pemerintah pusat dimulai pada tahun 1934, Spanyol pada saat itu dimpimpin oleh Jenderal Franco yang sangat otoriter dan warga Catalan menolak bergabung dengan pemerintahannya. Mereka mempergunakan tim sepak bola, Barcelona sebagai arena tempat berkumpul, berpendapat, dan menggunakan bahasa Catalunya,  Jenderal Franco melarang penggunan bahasa tersebut. Klub Barcelona bukanlah milik seseorang atau keluarga tapi milik anggotanya yang secara rutin membayar iuran setiap tahunnya.

Ada beberapa kisah menarik yang terjadi pada masa itu diantaranya pembunuhan Josep Sunol, Presiden Barcelona oleh pihak militer pada tahun 1936, serta ancaman dari pihak militer agar Barcelona mengalah kepada Real Madrid pada leg kedua piala Copa Spanyol, skor akhirnya adalah 11-1 untuk Real Madrid, padahal pada pada leg pertama Barcelona telah menang 3-0.

Di luar cerita sepak bola, Barcelona, ibu kota Catalunya adalah kota terbesar kedua di Spanyol setelah Madrid, dengan jumlah penduduk sekitar 3 juta, kota ini sangat indah dan dijuluki kota paling bergaya di eropa setelah Paris dan Milan.

Ketika saya dan tiga rekan keluar dari bandara El Prat Barcelona, langsung disuguhi suasana yang berbeda dengan kebanyakan kota di eropa lainnya, kota yang terletak di pinggir laut mediterania ini merupakan perpaduan gaya medern dan tradisional ala meditarenia dan catalunya. Disepanjang jalan menuju pusat kota, kami bisa menikmati keindahan pohon palm yang berjejer disepanjang jalan dan bangunan – bangunan yang ada di perbukitan. Menariknya lagi kota ini tetap indah dikunjungi pada musim apapun, cuaca dan suhunya tetap bersahabat, sesuatu yang tidak dimiliki oleh kebanyakan negara eropa lainya, terutama di eropa utara atau Skandinavia. Di kota ini anda tidak perlu berjuang melawan salju pada musim dingin.

Ada banyak tempat menarik di kota ini, salah satu yang paling terkenal adalah Sagrida Familia, Katedral ini sudah dibangun sejak tahun 1884, namun anehnya sampai sekarang belum selesai pembangunannya dan butuh waktu 40 tahun lagi untuk merampungkannya. Katedral ini merupakan kebanggaan warga Barcelona dan objek wisata yang paling banyak dikunjungi oleh turis, oleh UNESCO bangunan ini masukan dalam salah satu warisan dunia.

Namun, yang paling menarik bagi kami tentunya mengunjungi Camp Noe, Stadion milik  Barcelona FC yang merupakan stadion terbesar di eropa, dengan daya tampung  100 ribu penonton. Komplek stadion ini sangat luas karena bukan hanya diperuntukkan untuk sepak bola saja tapi juga untuk cabang olah raga lainnya seperti voley ball, hand ball dan lainnya.

Ketika ada pertandingan El Clasico, Barcelona versus Real Madrid, maka kota ini akan lengang, karena kebanyakan warganya lebih memilih untuk menonton sepakbola di bar-bar dari pada melakukan aktivitas lainnya. Ketika pemain Barcelona mencetak gol ke gawang Real Madrid, maka penonton akaan merayakan dengan berbagai cara heboh, termasuk memecahkan botol-botol bir yang ada di meja mereka.

Sebagai ilustrasinya mungkin anda pernah membaca berita cara mantan Presiden Barcelona, Joan Laporta yang merayakan gol kemenangan dari ibrahimovic ke gawang Real Madrid pada musim 2009/2010 dengan menggelar pesta minum bir sampai pagi.

Kawan seperjalanan saya, Aiyub Ilyas sempat mengeluarkan hipotesisnya, “Tidak semua penggemar mencintai Barcelona karena sepakbola indahnya tapi juga ada faktor lainnya”.

M. Armiyadi Signori Adalah Staf Rumah Sakit Jiwa Aceh. Akitivis World Achehnese Association
Previous Post Next Post