Muhammad Armiyadi Signori (Penulis) bergambar di Gamle Sten (kota tua) di Swedia yaitu Stockholm [Foto/Muhammad Armiyadi Signori/Waa]. |
WAA – Minggu 11/01/2010, Catatan: Muhammad Armiyadi Signori
SWEDIA - Setelah satu jam perjalanan udara dari bandara Gardemon Oslo, Tanggal 17 Desember 2009 kami tiba di bandara Alanda, Stockholm, Swedia.
Begitu pesawat mendekati landasan, kami (saya beserta 4 kawan, Aiyub Ilyas, Puji Astuti, Aya Afya dan Ariyani Tati Ibrahim, kawan dari Aceh yang satu kampus di Norwegia) langsung disuguhi pemandangan salju yang sedang turun dan bandara yang berkabut, kami sudah bisa membayangkan dingin yang menyengat begitu keluar dari bandara.
Desember sampai Maret memang bukan waktu liburan yang ideal, karena salju sedang mendapatkan giliran untuk memperlihatkan kehebatannya, indah, menyenangkan sekaligus menyulitkan karena dinginnya.
Waktu yang paling oke berkunjung ke negara empat musim sudah pasti pada musim panas (summer), kalaupun tidak summer kita bisa memilih di waktu gugur atau semi, pokoknya tidak di musim winter kecuali kita memang berminat menikmati salju atau permainan yang hanya di mainkan pada musim salju, ski misalnya.
Kami tahu pasti, waktu liburan kami tidak tepat tapi liburan yang bisa kami gunakan untuk jalan-jalan memang liburan winter (libur 5 minggu), karena liburan summer bulan Juni sampai Agustus 2010 nanti kami akan liburan ke Aceh dan tiketnya sudah kami pegang, jadi tepat tidak tepat waktu kami tetap berangkat ke stockholm.
Saya punya mimpi untuk menyelesaikan kunjungan ke seluruh Negara Skandivavia pada tahun ini, selain kami tinggal di Norwegia yang merupakan salah satu negara di semenanjung skandinavia, tiga negara lainnya juga punya makna yang mendalam bagi kami, mungkin juga bagi kebanyakan masyarakat Aceh lainnya.
Yang pertama Swedia, negara ini sangat populer di Aceh karena di negara berpenduduk 9 juta inilah Wali Nanggroe Dr. Hasan Tiro tinggal dan mengendalikan Gerakan Aceh Merdeka selama puluhan tahun, yang kedua Finlandia, negara ini sangat bersejarah bagi semua penduduk Aceh karena mantan presidennya Martin Attisari berhasil mengajak pemerintah indonesia dan pimpinan Gerakan Aceh Merdeka untuk berdamai setelah berkonflik lebih dari 30 tahun, putra terbaik mereka membuat Aceh Damai, bagi saya, hadiah Nobel Perdamaian belum cukup menghargai jasa beliau demi Aceh Damai.
Yang terakhir Denmark, negara ini salah satu negara yang paling banyak memberikan suaka selain Norwegia, Swedia dan Kanada kepada warga Aceh yang terancam hidupnya selama konflik Aceh berlangsung. Alhamdulillah Denmark sudah saya kunjungi sebelumnya.
Muhammad Armiyadi Signori (penulis/kiri sekali) bersama warga Sweia di Stockholm [Foto/Muhammad Armiyadi Signori/Waa]. |
Dari petugas infomasi di bandara kami mendapatkan peta dan informasi tentang perjalanan ke kota stockholm, setelah membeli tiket bus seharga 120 kroner (sekitar 180 ribu rupiah) perorang kami bergerak ke sentrum (pusat kota) stockholm. Hujan salju yang lebat sempat membuat kami was-was, jangan-jangan kami tidak bisa jalan-jalan menikmati keindahan kota.
Setelah satu jam perjalan kami tiba di terminal bus sentrum, dengan mengandalkan peta dan bertanya pada warga yang kami temui di jalan akhirnya kami tiba di Hostel City lodge, tempat ini memang untuk para backpaker karena satu kamar terdapat 18 tempat tidur (persis asrama mahasiswa ) , jadi kita tidur berbagi ruang dengan pengunjung dari berbagai negara yang ingin hemat seperti kami, harga perorang 200 kroner (sekitar 300 ribu rupiah) permalam, harga yang paling mungkin untuk mahasiswa seperti kami. Namun walau jumlah yang tidur banyak, tetap tenang, tidak ada yang membuat kegaduhan ( ini eropa men).
Hostel ini telah kami booking jauh-jauh hari, jika tidak bakalan tidak mandapatkan tempat karena selalu penuh. Pemilik hostel ini wanita Swedia yang menikah dengan pemuda Indonesia dari lombok, petugas hostelnya juga ada warga indonesia yang telah 17 tahun tinggal di stockholm sehingga kami mendapatkan beberapa kemudahan termasuk gratis untuk sperei dan selimut yang harusnya kami bayar 50 kroner perorang.
Di Stockholm kami punya kawan yang akan kami kenal ketika tiba di stockholm, namanya Doni Brasco, abang ini berasal dari Bengkulu sudah lama tinggal di Stockholm karena menikah dengan wanita Swedia , kami mendapatkan kontak abang ini dari warga lombok yang jadi sahabat kami di Norwegia. Bertemu dengan abang ini membuktikan hipotesis bahwa orang baik lebih banyak di dunia dibandingkan dengan bandit.
Ditengah guyuran salju yang hebat dan rasa dingin yang menyengat kami memulai petualangan di kota Stockholm, tujuan pertama adalah rumah bang Doni, undangan makan he…he…, beruntung beliau menjemput kami ke Hostel, perjalanan menggunakan kereta api bawah tanah, dengan harga tiket 200 kroner perorang kita bisa naik kereta api kemana saja dalam kota Stockholm untuk satu hari.
Ada beberapa tempat yang patut di kunjungi di ibukota negara pembuat mobil volvo dan perangkat telekomunikasi ericsson ini seperti gamle sten (kota tua), musium, termasuk musium nobel karena semua pemberian hadiah nobel dilakukan di negara ini kecuali nobel perdamain yang di berikan di oslo, musiumnyapun berada di ibukota norwegia tersebut.
Di kota tua kita bisa menikmati keindahan dan kegagahan bangunan yang didirikan oleh manusia abad sebelumnya, termasuk bangunan indah yang didirikan di sungai di tengah kota, gereja tua dan lainnnya. Kota tua ini memang sudah di peruntukan untuk tempat wisata, kita bisa mendapatkan berbagai macam sovenir khas skandinavia di sini. Satu lagi di kota ini juga terdapat royal palace , istana raja yang gagah dan indah. Sampai sekarang Swedia masih berbentuk kerajaan dengan perdana menteri sebagai pelaksana pemerintahan.
Sebagaimana misi sebelumnya, setelah dari Stockholm kami berencana akan berangkat ke Helsingki, ibu kota Finlandia menggunakan kapal laut, namun misi ini harus pupus, ketika kami datang untuk mendapatkan tiket, kapalnya penuh sehingga harus menunggu hari berikutnya, harga tiketnyapun melambung tinggi. Setelah berembuk kami sepakat untuk membatalkan rencana serta mencari waktu lain untuk berkunjung ke helsingki dan menghabiskan waktu liburan kami di stockholm.
Namun masalah belum selesai karena kami harus memesan tiket untuk kembali ke Norwegia dan karena waktu mendesak maka harganya menjadi sangat tinggi, akhirnya kami beralih ke bus, namun ketika mau pesan via internet kami juga terkejut karena harganya juga naik tajam, harga bus biasanya sekitar 320 kroner menjadi 490 kroner, kami terpaksa membelinya juga, satu pelajaran penting, bila jalan – jalan ke Eropa pesanlah tiket trasportasi jenis apa saja jauh sebelum berangkat. harga tiket transportasi di Eropa serba fluktuatif.
Jam 11 malam bus berangkat dari Stockholm menuju Oslo, perjalanan ini akan memakan waktu 8 jam, Eropa memang aneh, ketika kami membeli tiket kami berpikir penumpang banyak maka harganya menjadi naik, nyatanya bus hanya terisi setengah saja.
Sepanjang perjalanan mengingatkan saya akan Seulawah di Aceh, karena pemandanganya yang hampir sama, pohon cemara yang di balut salju.
Saya pulang dengan puji syukur pada Allah karena mimpi saya untuk bisa mengunjungi Swedia telah terwujud, sekarang tinggal Finlandia sebuah lagi negara yang penting untuk saya kunjungi.
Muhammad Armiyadi Signori Adalah aktivis World Achehnese Association, Mahasiswa Magister Mental Health Care, Hedmark university, Norwegia