WAA - Sabtu 19/02/2011, Kebebasan Beragama Di Indonesia Sekarang Juga!
BERLIN: Setelah Reformasi 1998, kehidupan sosial di Indonesia ternyata tidak mengalami kemajuan. Integrasi sosial antarkelompok masyarakat, entah kelompok etnik, agama, ataupun kelompok teritorial, masih lemah. Hal ini terlihat dari seringnya terjadi kekerasan sipil, terutama yang mengatasnamakan etnik dan agama di seluruh negeri. Tentu saja kekerasan-kekerasan itu tidak mengatasnamakan agama secara langsung, kecuali dalam kasus Poso, tetapi hadir dalam bentuk gerombolan-gerombolan garis keras yang dalam setiap aksi kekerasan tidak mau diasosiasikan dengan laskar garis keras tertentu yang memakai simbol agama dan sudah lama ada di Indonesia.
Berdasarkan data Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, diperkirakan lebih dari 600 gereja diserang dan ditutup secara paksa sepanjang 1998-2011. Tidak hanya gereja, yang menjadi sasaran kelompok garis keras di Indonesia adalah Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI). Kelompok ini tidak diakui sebagai bagian dari Islam dalam sejarah Indonesia, namun sepanjang Orde Lama (1945-1967) dan Orde Baru (1967-1998) hampir tidak ada gejolak serius terkait kelompok ini, kecuali fatwa Majelis Ulama Indonesia tahun 1980 yang menyatakan JAI sebagai aliran sesat.
Anehnya, justru setelah Reformasi 1998, kelompok yang dalam pengakuan mereka menyebar di 185 negara dengan taksiran 150 juta pengikut ini mengalami kesulitan hidup di Indonesia. Masjid dan rumah mereka diserang berkali-kali oleh kelompok yang ganjilnya tidak pernah didefenisikan dengan jelas oleh aparat ke-amanan dan hukum di Indonesia. Dalam catatan SETARA Institute, tahun 2007 terjadi 15 kasus, tahun 2008 sebanyak 238 kasus, pada 2009 ada 33 kasus, 2010 sekitar 45 kasus, dan diperkirakan akan makin banyak penyerangan pada 2011 ini.
Kita sudah melihat itu ketika pada 6 Februari 2011, di Desa Umbulan, Kecamatan Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, Banten, sejumlah pengikut JAI diserang dan tiga diantaranya mati terbunuh di depan polisi yang sedang bertugas.
Kami menyesali kenyataan ini, tidak saja karena dinilai melanggar hak asasi manusia, juga mencerminkan lemahnya tanggungjawab pemerintah terhadap warga negara. Institusi keamanan dan pemerintah Indonesia kelihatan tidak memiliki komitmen tegas untuk menghentikan segala bentuk kekerasan sipil macam ini.
Dalam konteks ini, kami yang tergabung dalam Masyarakat Indonesia untuk Kebebasan Beragama, bersatu untuk menyatakan sikap dalam rangka mengundang perhatian dunia internasional supaya turut memberikan tekanan kepada pemerintah Indonesia dalam menegakkan demokrasi, terutama kebebasan sipil.
Untuk itu kami menyerukan:
1. Pemerintah Indonesia telah gagal melindungi dan menjamin hak asasi manusia dan kebebasan beragama di Indonesia.
2. Pemerintah Indonesia harus bertanggungjawab atas segala bentuk kekerasan sipil atas nama agama yang telah terjadi berulang-ulang karena sikap diam pemerintah merupakan Crime by Ommision, kejahatan karena pembiaran.
3. Segera cabut SKB Tiga Menteri karena dinilai membatasi hak warga negara dalam menjalankan keyakinan dan atau ajaran agama, terutama bagi kelompok minoritas.
4. Aparat keamanan Negara Republik Indonesia harus bertindak tegas terhadap gerombolan dan / atau organisasi massa (Ormas) yang merusak ruang publik, mengganggu ketertiban umum, menciptakan keresahan di tengah masyarakat, dan bertindak di luar koridor Konstitusi Negara Republik Indonesia.
Tim Deklarasi:
Alex Flor (Watch Indonesia! di Berlin)
Pipit D Kartawidjaja (Dewan Pengurus Watch Indonesia!/Pemerhati Masalah Administrasi Pemerintahan Indonesia)
Boni Hargens (Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia)
Dina Sihombing (Watch Indonesia!)
Reni Isa-Ruhijat (Dosen Humboldt Universität)
Dina Zenitha (Alumna/tamatan Humboldt Universität)
Asep Ruhiyat (Watch Indonesia!)
Ketut Santrawan (Mahasiswa)
Marianne Klute (Watch Indonesia!)
Monika Schlicher (Watch Indonesia!)
Berlin, 15 Februari 2011
Watch Indonesia! e.V.
Für Demokratie, Menschenrechte und Umwelt in Indonesien und Osttimor
Planufer 92 d
10967 Berlin
Tel./Fax +49-30-698 179 38
e-mail: watchindonesia@watchindonesia.org
www.watchindonesia.org