Rakyat Aceh Harus Menguasai Perang Modern

Tarmizi Age (Mukarram) Koorditor WAA sedang menyampaikan ucapan pada Silaturrahmi WAA Ban sigom Donja I di Denmark, Foto di rekam 3 oktober 2009 [Foto/Suhadi Yahya/Waa].

WAA Sabtu 01/05/2010, Rakyat Aceh Harus Menguasai Perang Modern
Oleh: Tarmizi Age
Rakyat Aceh bek piyoeh muprang meunjoe peureulé menang (Rakyat Aceh jangan henti berperang jika perlu menang). Berperang di sini adalah untuk bangkit dengan tangan kosong bangkit dengan alat pikir atau berjuang dengan otak, lewat berbagai kebijakan rakyat untuk sama-sama meraih kemenangan.
Melawan adalah salah sebuah kata yang tepat di pergunakan dalam perang, jadi rakyat harus melawan segala bentuk pembohongan dari siapa saja, bahkan lebih jauhnya rakyat jangan mau di tipu pemerintah, jangan mau ditipu dewan, lawan dan terus melawan jika di tekan apa lagi diperas. Jika tidak melawan harta akan diambil dukungan akan di minta, dan sampai mati rakyat akan menderita.
Saat ini rakyat Aceh seakan-akan mulai hilang gairah dengan perang, mungkin karena suatu ketika kita pernah dibuai janji merdeka (Tapeudeng nanggroe sinambong), bahkan hingga ke cerita ”Ta éik ue ngen lip” (memanjat kelapa dengan menggunakan lift tanpa perlu lagi menggunakan tali pengikat di kaki) jika-jika kita merdeka besok, siapa yang tak mabuk untuk menang saat itu, apalagi untuk merdeka.
Pada akhir cerita riwayat 1976 adalah Aceh koeh Budé (Orang aceh potong senjata), kata pepatah ”Geu cang leu bue maté kafé, geu koeh budé jiplueng jawa” (memotong pohon leube tewas para kafir, dipotong senjata lari orang Jawa). Nah apa pun alasannya Aceh sebenarnya belum kalah dalam bertarung, sekalipun sudah banyak tendangan yang tidak tepat sasaran bahkan ada yang terofor ke kaki lawan, hingga memudahkan gol di cipta oleh musuh dalam setiap pertandingan.
Angka kekalahan sebenarnya masih sangat mungkin untuk ditebus dengan menggempur lawan dari segala arah dan penjuru. Menggempur yang dimaksudkan di sini adalah penyatuan bangsa Aceh sudah merupakan suatu keharusan. Penyatuan misi perdamaian sudah tidak boleh lagi di tunggu-tunggu, semua yang tertunda dalam tuntunan MoU sebagai dasar perdamaian perlu di bahas secara terbuka, agar rakyat jangan lagi bertanya-tanya.
Perjanjian damai ini jangan jadi alat jual untuk orang-orang tertentu meraih kekayaan atau melakar jabatan untuk uang, tetapi perdamaian untuk melakar kesejahteraan sesama, sehingga ada butir-butir dalam perjanjian bagi yang tidak ada tanah berikan tanah, bagi yang tidak ada pekerjaan harus di berikan pekerjaan, sampai ke tahap harus di bayar semua kerugian, makanya kalau tak di bayar, tanyakan kepada wakil rakyat yang sudah di pilih.
Wakil rakyat pun jangan bersembunyi dengan berbagai kekurangan dari implementasi butir MoU, termasuk berbagai persoalan rakyat, kalau tak mau dibebani kenapa mencalonkan diri, sangat tidak logis kalau tujuan mencalonkan diri hanya untuk dapat gaji dan préh peunutoeh njang hana jelah pajan (tunggu keputusan yang tidak jelas kapan).
Sebenarnya Aceh memang merupakan daerah yang paling cocok dan subur untuk berperang. Semenjak endatu (nenek moyang) kita dahulu kala, tapi sekarang kita perlu terapkan peperangan modern, perang yang tidak menggunakan lagi RPD, jangan pakai AK-47 tapi pena (pulpen), buka dan baca buku, pakai otak dan tangan, mata dan kaki, serta kasih sayang, rakyat harus belajar melawan dengan damai.
Tulisan ini memang sedikit amboradul, panas, kasar dan batat bahkan mungkin seakan-akan terlihat memaki, namun tapi ini sebenarnya buah pikiran yang perlu ditulis dan diharap akan menjadi bahan diskusi bagi yang membacanya.
Ceumarôet juga pentingCeumarôet (kata-kata maki hamun) adalah merupakan kekususan untuk mewarnai tuntutan, maka ceumarôet (kata-kata maki hamun) masih sangat di butuhkan dalam kondisi kekinian di Aceh.
Ceumarôet akan membuat orang Aceh lain kecut dan akan memberi pelajaran untuk dimengerti kalau dia sudah salah. Dalam membangun Aceh ceumarôet sebenarnya adalah salah satu hal yang dibutuh kan. “batat” merupakan bahasa yang paling dekat dengan ceumarôet, bahkan kata batat masih sering di pakai di kampung-kampung di Aceh dengan menyebut ”aneuk mit that batat-batat” (anak-anak yang sangat bandel).
Jadi rakyat harus bangun untuk Carôet siapa saja jika mereka berbohong, siapa yang tidak menunaikan janjinya, apa lagi sebagai rakyat yang mengandalkan satu suara untuk tujuang Aceh yang sejahtera, Aceh yang tidak berbeda-beda antara pejabat dan rakyat jelata, maka tidak kolot kalau mereka yang bohong itu dicarôet.
Perlu juga di ingat ceumarôet yang dimaksudkan di sini adalah ceumarôet yang halal, yang tidak berlawanan dengan adad budaya kita, meskipun harus likat (dalam aroma yang kental) agar menusuk kalbu bagi pelaku pembohong yang sudah jelas sesuai fakta dan etika yang berlaku di negeri kita.
Sudah menjadi kebiasaan yang belum berubah, ureng di ateuh (Penguasa) akan menekan siapa saja jika tidak dicarôet. Saya lahir di Aceh, saya pernah menetap di Aceh lebih kurang 23 tahun, sekarang umur saya sudah 37 tahun, jadi selain saya menetap di Aceh sejak lahir, saya juga menetap di luar Aceh sebagai musafir.
Sehingga anak saya yang pertama saya tulis dengan nama Safira lengkapnya Cut Tania Safira. Dalam hidup ini, saya sudah lihat mercu kebanggaan orang Malaysia, saya sudah lihat Kota Stavanger di Norwegia, saya sudah menyaksikan megahnya Kopenhagen, saya juga pernah mengelilingi gemerlapnya Kota Berlin dan ramahnya rakyat Swedia.
Mimpi agar Aceh menjadi seperti negara maju di Eropa, bukan sebuah hayalan kalau Pemerintah Aceh dan rakyatnya terus membangun kemajuan Aceh bukan melakukan politik peungeut ureueng Aceh (politik tipu orang Aceh).
Orang Aceh yang dungu yang tak malu pada sejarah endatunya (nenek moyangnya) yang sukses membangun Aceh menjadi salah sebuah negara yang disegani di dunia. Jadi perang akan kembali membuat kita kokoh, orang Aceh kalau gagal dalam berpolitik maka harus menang dalam berperang.
Maka dengan itu rakyat harus segera bangun untuk memerangi pembedohan. Alat-alat perang akan saya sebut di alinia lain jangan henti membaca, bacalah tulisan saya yang amburadul dan batat ini.
Rakyat Perlé Duek PakatUntuk menggagaskan kemajuan rakyat perlu diadakan musyawarah untuk menyusun agenda pembangunan yang jelas, mengutamakan apa yang paling penting dahulu. Misalnya keputusan bersama orang gampoeng jalan adalah hal utama yang harus di buat, maka buat keputusan bersama dan serahkan ke pada wakil rakyat yang sudah di pilih dahulu, kalau ada waktu datang juga bersama-sama untuk menyerah keputusan tersebut, dan jangan asal serah, tapi tanya kapan jawabannya akan di beri harus di tanya, agar ada batas tertentu untuk di tunggu, itu salah satu alat senjata.
Yang kedua, musyawarah rakyat terus dilanjutkan dengan membuat berbagai kelompok untuk memajukan diri warga gampoeng tersebut, misalanya dengan membuat kelompok peternakan dan kelompok pertanian dengan sistem modern, sistem yang lengkap dengan administrasi, data yang jelas, dan jujur, bentuk mawah “meudua laba” (bagi hasil) adalah paling cocok di gunakan, karena pemodal dan pekerja akan saling diuntungkan.
Alat senjata yang ke tiga digunakan adalah teknologi yang ada agar tidak terlalu kuno, tekhnologi yang baru dalam adat resam budaya yang asli akan menjadi orang aceh di segani dan jadi ikutan.
Warung kopi di tambah fungsi menjadi warung kopi dan pustaka, warung kopi dan komputer, warung kopi dan belajar dan lain sebaginya. Nah, di antara alat-alat yang peling penting adalah muafakat untuk melawan pembodohan, dan rajin membaca.
Membangun Aceh dan mencipta berbagai pekerjaan untuk orang Aceh sebenarnya adalah hal yang mudah namun kemauan yang tidak ada, atau memang ramai orang senang melihat rakyat Aceh tak ada kerja, karena suatu-suatu ketika bisa di beri kerja kilat untuk tujuan politik, misalnya ketika sudah dekat dengan pilihan raya atau pilih bupati dan wali kota.
Maka sejak sekarang kita rakyat jangan lagi mau jadi budak atau kuli sembarangan tapi mulailah menghargai nyawa yang di beri oleh tuhan dengan melakukan hal yang bermanfaat untuk diri, keluarga dan bansanya.
Di Aceh banyak lahan masih kosong, jadi kan lahan itu sebagai alat perang melawan kemiskinan dengan pola dan sistim yang bagus, apa lagi di aceh ramai pakar lulus universitas bisa di lantik untuk mejadi pengurus atau sekretaris yang baik.
Setalah ini, rakyat sudah bisa mencoba dan mulai duek pakat, untuk membuat keputusan-keputusan yang perlu di antar ke dewan, duek pakat membuat kelompok-kelompok baik pertanian, peternakan, bisnis dan lain sebagainya.
Pemerintah pasti akan membantu, karena wujudnya pemerintah karena ada rakyat, jadi untuk apa pemerintah kalau tidak bekerja untuk rakyat. Jadi sekarang mari mengubah semuanya yang tidak baik agar kehidupan rakyat Aceh bahagia ukeu (masa depan).
Tarmizi Age adalah Koordinator World Achehnese Association di Denmark
Previous Post Next Post