WAA - Sabtu 19/03/2011, Satu Tahun Persidangan, Kasus Korupsi Tasnim CS Masih Mengambang 2011 Jaksa Serahkan Kasus Korupsi Rumah BRA Desa Arul Badak Ke PN
Takengon - Pengadilan Negeri Takengon dinilai lamban dalam menagani kasus korupsi. Padahal kasus korupsi yang ditangani Pengadilan Negeri (PN) Takengon pada 2010 lalu hanya satu perkara yakni Kasus Korupsi Gelar Pengawasan di Bawasda Aceh Tengah Tahun 2005 yang melibatkan mantan kepala dan bendaharanya, Tasnim Bachtiar dan Pujosono (Tasnim CS).
Namun hingga saat ini kasus H Tasnim, SH. Mhum bin Bahtiar dengan nomor perkara No.63/PEN.PID/2010/PN-Tkn dan Pudjo Sono bin Kasmoredjo dengan nomor perkara No.64/pen.pid/2010/PN-Tkn belum juga diputus oleh Hakim Pengadilan Negeri Takengon. Ketua Majelis Hakim dalam perkara ini Moch Ali SH, MH dengan Anggota Majelis Hakim, Teku Syarafi, SH.MH dan Ade Satriawan SH. Sementara itu Kuasa Hukum Terdakwa Tasnim Bahctiar adalah Basrah Hakim SH dan Kuasa Hukum Pujosono adalah Hamidah SH.
Terkait lambannya Hakim PN Takengon memutus perkara ini, LSM Jaringan Anti Korupsi-Gayo (Jang-Ko) pada Selasa 8 Maret 2011, mencoba mengkonfirmasi pihak PN Takengon. Humas PN Takengon, T Syarafi SH, yang juga anggota Majelis Hakim dalam perkara Tasnim CS mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih menunggu tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). PN Takengon telah menyidangkan Tasnim CS sebanyak 10 kali persidangan. Dan sudah hampir dua bulan ini sidang ditunda karena Jaksa belum menyiapkan tuntutannya. Amatan LSM Jang-Ko, sejak awal persidangan di gelar banyak agenda sidang yang ditunda-tunda baik dari alasan Majelis Hakim sendiri dan juga alasan yang dating dari terdakwa untuk menunda sudang.
Mendegar pernyataan Majelis Hakim, LSM Jang-Ko kemudian mengkonfirmasi pihak Kejaksaan Negeri Takengon terkait lamanya JPU menyiapkan tuntutannya terhadap kasus korupsi Tasnim CS. Budi Sarumpaet SH yang merupakan JPU dalam perkara tersebut mengatakan pihaknya masih terus menyiapkan tuntutan. Ketika ditanya mengapa JPU begitu lama menyiapkan tuntutan, Budi mengatakan, karena banyak saksi-saksi dalam kasus ini yang harus kami uraikan. Namun Budi menegaskan bahwa pihaknya akan menyampaikan tuntutannya paling lama pada Maret 2011 ini.
Terdakwa Korupsi Pegang Kendali Pemerintahan
Walaupun berstatus sebagai terdakwa dan mengikuti proses persidangan dalam kasus korupsi, ternyata Tasnim Bachtiar memegang jabatan penting di Pemkab Bener Meriah. Setelah Tasnim bermasalah di Kabupaten Aceh Tengah dia kemudian meminta perlindungan di Kabupaten tetangga yakni Kabupaten Bener Meriah. Di Bener Meriah Tasnim malah di promosikan menjadi pejabat tinggi. Sejak awal 2010 lalu Tasnim memegang jabatan sebagai Asisten 1 bagian tata pemerintahan dan perundang-undangan Pemkab Bener Meriah.
Hukum di negeri ini terkesan gamang dan selalu di-politik-in. Seorang terdakwa dalam perkara korupsi masih tetap menjabat sebagai pejabat pemerintahan. Malahan jabatan Tasnim juga sangat strategis yaitu sebagai Asisten 1 Tata pemerintahan dan perundang-undangan. Sewajarnya dan sepatutnya bila dia tahu akan peraturan dan hokum yang berlaku maka jangan belagak bodoh. Sebab seorang terdakwa yang masih mengikuti proses persidangan tidak boleh menjabat dalam posisi strategis bahkan harus dinonaktifkan sementara sampai perkarannya selesai di putus. Bila melihat pada peraturan tentang kepegawaian di Indonesia, Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, bahwa bila seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) ditetapkan sebagai terdakwa oleh aparat penegak hukum maka PNS yang bersangkutan harus dinonaktifkan demi memudahkan pemeriksaan di pengadilan dan juga demi nama baik jajaran pemerintahan. Hal ini juga ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tetang pemberhentian sementara pegawai negeri.
Aroma tidak sedap dalam penaganan kasus korupsi yang melibatkan mantan Kepala Bawasda Aceh Tengah yang saat ini menjadi Asisten 1 di Pemkab Bener Meriah itu diduga penuh dengan permainan. Karena kedudukan tersangka sebagai pejabat masih dipertahankan sehingga aroma permainan di dalam pengadilan jelas terasa.
LSM Jang-Ko pada bulan Maret 2010 menemukan adanya dugaan permainan antara terdakwa dengan PN Takengon. Pada tanggal tersebut, Tasnim CS telah ditetapkan sebagai terdakwa dan masih menjabat sebagai Asisten di Pemkab Bener Meriah. Secara kebetulan pada 31 Maret 2010 Tasnim selaku Asisten memegang jabatan Pejabat Pelaksana Harian (PLH) Sekda Bener Meriah. Saat itu Sekda berada di luar kota . Pada 31 Maret 2010 tertulis di buku Bagian Umum Pemkab Bener Meriah bahwa Pengadilan Negeri Takengon mengirim surat ke Pemda Bener Meriah dengan isi “Permohonan Bantuan Dana untuk Acara Pelantikan Ketua Pengadilan Negeri Takengon” yang akan berlangsung pada 14 April 2010.
Moch Ali SH MH, yang saat itu sebagai wakil ketua PN Takengon pada tanggal 14 April 2010 dilantik menjadi Ketua PN Takengon. Dalam perkara korupsi Tasnim CS, Moch Ali adalah Ketua Majelis Hakim dalam perkara tersebut.
Sidang Kasus Korupsi Arul Badak Digelar di PN Takengon
Setidaknya, masyarakat Kampung Arul Badak, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah merasa terobati dengan telah dilimpahkannya kasus korupsi di kampungnya ke PN Takengon. Setelah sebelumnya sejak tahun 2007, kasus korupsi bantuan untuk korban konflik itu di laporkan ke Kejaksaan Negeri Takengon, baru pada 2011 ini Kejaksaan telah merampungkan kasus tersebut dan melimpahkannya ke PN Takengon pada tanggal 24 Februari 2011.
Kasus Korupsi Bantuan Korban Konflik di Kampung Araul Badak dengan nomor perkara 36/PID.B/2011/PN-Tkn, telah menjalani siding pertamannya pada 3 Maret 2011 yang lalu dengan pembacaan dakwaan oleh JPU. Terdakwannya adalah Kepala Kampung Arul Badak, Jemelah Aman Safi’i Bin Umar.
Dalam persidangan pertama kasus korupsi Arul Badak tersebut sebagai Ketua Majelis Hakim, Moch Ali, SH, MH dengan Hakim Anggota Suliman, SH, MH dan Ade Satriawan, SH. Dalam persidangan pertama tersebut, Aman Safi,I didakwa oleh JPU Fitriana, SH dengan Pasal 2 ayat 1 Junto Pasal 18, Subsider Pasal 3, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 perubahan dari Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tetang Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukuman pidana penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun atau paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta dan paling banyak 1 Miliar. Sementara itu kuasa hukum terdakwa, Duski SH dan kawan-kawan, akan membuat jawaban atas dakwaan JPU dalam Eksepsi yang akan dibacakan pada persidangan ke dua yang rencananya akan di gelar pada 14 Maret 2011 mendatang.
Berdasarkan data-data yang Jang-Ko peroleh sejak awal kasus ini mencuat kepermukaan bahwa korupsi yang terjadi terhadap bantuan korban konflik di Kampung Arul Badak itu meliputi bantuan sapi, bantuan mesjid, sarana umum dan bantuan perumahan BRA tahun 2006. Dalam kasus korupsi ini bukan hanya Kepala Kampung Arul Badak saja yang terlibat melainkan diduga kuat ada beberapa pejaba di Kecamatan dan juga di Pemkab Aceh Tengah dan pihak rekanan yang terlibat mencicipinya. Namun dalam perkara ini JPU hanya mempersoalkan masalah bantuan rumah Korban Konflik yang bersumber dari BRA, yang berjumlah 11 unit. Anehnya JPU tidak memasukan indikasi penyimpangan-penyimpangan yang lain seperti yang dilaporan oleh masyarakat setempat sejak awal kasus ini di laporkan pada pihak kejaksaan.
Takengon 8 Maret 2011
Jaringan Anti Korupsi-Gayo (Jang-Ko)
Koordinator I : Hamdani SH
Koordinator II : Idrus Saputra, S.Pd