Ultimatum Belanda 26 Maret 1873 Terhadap Aceh Harus Di Pertanggung Jawabkan

Bendera Aceh yang dipakai di antara tahun 1850 dan 1900, bewarna merah dan dihias dengan bulan, bintang dan dua pedang berwarna putih. Bendera itu merupakan barang berarti politik yang mungkin berkaitan dengan perang Belanda (1873-1903). [Foto/Dok/KMPD Dari National Museum Denmark]

WAASabtu 27/03/2010, Ultimatum Belanda 26 Maret 1873 Terhadap Aceh Harus Di Pertanggung Jawabkan

WAA HEADQUARTE - Hari ini 26 maret 2010 adalah hari besar bagi Bangsa Aceh yang di sebut dengan ” Hari Pahlawan Neugara Aceh ”, dengan alasan bahwa Bansa Aceh pada waktu itu tidak tunduk menyerah kepada belanda yang meng istiharkan perang dengan Aceh, akan tetapi Endatu Bansa Aceh memilih  menjadi pahlawan membela negaranya.

World Achehnese Association juga menjebut hari ini sebagai hari berkabung Nasional Rakyat Aceh.

Kita sebagai bangsa atau generasi Bangsa Aceh patut sekali memperingati kemenangan itu, waktu Angkatan Prang Negara Aceh mengalahkan Angkatan Prang Belanda (di medan prang Bandar Aceh) yang sudah genap137 tahun lamanya.

Tidak di nafikan perubahan waktu telah membuat keturunan Bangsa Aceh terlupa dengan sejarah besarnya, sudah lupa dengan apa yang telah di capai oleh Endatu yang mampu menggoncangkan dunia kala itu, seakan akan lenyap sudah dari ingatan, padahal kita punya kekuatan, punya keberanian dan punya segalanya untuk kembali bangkit menjadi Bansa yang maju dan sukses.

Nampaknya tidak ada seorang pun di Aceh yang tau betul tentang keaslian Aceh atau tau tetapi takut meriwayatkan sejarahnya dengan seribu alasan.

Hingga kini terlihat hanya Tgk. Hasan Tiro (Wali Neugara Atjeh) merupakan orang pertama yang meniyup terompet di New York pada tahun 1973 untuk mengingat kan kita Bansa Aceh, supaya bangkit lagi untuk memuliakan Pahlawan-pahlawan Aceh yang  sudah syahid dan kita harus terus mencari kunci untuk pergi mengambil Hak Aceh kembali, sebagai sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat di atas dunia.

Kita perlu mengkikis kembali kisah sebuah armada Belanda yang besar menuju ke kuta radja, tidak lain hanyalah untuk membawa Ultimatum Prang terhadap Keradjaan Aceh, yang isinya sebagai beriku:

1. Meminta supaya Aceh menyerah kepada Belanda dengan tidak melawan dan terima kedudukan sebagai jajahan Belanda.

2. Meminta supaya Aceh mencegah orang merampok di selatmalaka dan mencegah perniagaan lamit di sumatra (politik  belanda kala itu).

3. Meminta supaya Aceh memberi ke Belanda semua wilayah yang masih di bawah kedaulatan Aceh.

4. Meminta supaya Negara Aceh memutuskan semua hubungan di plomatik dengan negara-negara Eropa dan Asia dan memutuskan hubungan dengan Khalifah Islam di Turki dan bersumpah setia ke raja Belanda.

5. Naik kan bendera Belanda dan turun bendera Aceh.

Apa yang di minta dalam isi nomor 2, tidak lain hanyalah supaya bisa mengangkat isu pada dunia, bahwa mereka pergi memerangi Endatu kita dengan maksud ingin memerdekakan lamit dan mencegah perampok, ini hanya alasan yang mengada-mengada.

Pemerintah Aceh saat ini meminta waktu untuk berpikir dan menimbang apa yang di minta Belanda itu.

Menurut sumber yang ada mengatakan, Oleh panglima Belanda (Jendral Kohler) pun menjawab dengan memberi waktu ke pada Negara Aceh, satu jam untuk menjawab Ultimatum mereka.

Sikap Raja Aceh
Setelah itu, Raja Aceh, Sultan Muahmud Syah, mengambil sikap yang patut menurut kehormatan bangsa ; Ultimatum Belanda itu langsug ditolak mentah-mentah sambil berkata  ” Sebagai Raja Aceh ini jawaban saya kepada kerajaan Belanda yang tidak tau adab”  masalah anda minta kami menyerah dan sebagainya (lihat poin diatas), maka sebagai Raja Aceh yaitu satu kewajiban kami yang tidak seenak saja kami beri Negara dan bangsa kami ini jatuh di bawah kekusaan bangsa luwar datang kesini. Ini masalah kemuliaan kami dan tidak kami sujut pada siapapun di atas dunia ini

Sikap Belanda
Setelah menerima jawaban dari Raja Aceh, maka pada hari itu juga Belanda memetintahkan Prang atas kerajaan Aceh yang Merdeka dan Berdaualat. Sesudah itu dentuman meriyam pun di arahkan ke kuta Radja pada 4 april 1873, dan Jendra Kohler meminjak kakinya di tanah Aceh, maka peperangan dahsyat terjadi dan bantuan bala tentara serdadu Belanda terus berdatangan dan di tambah lagi dengan serdadu Batavia.

Maka, atas berbagai kekejaman dan penjajahan yang telah di lakukan oleh Belanda terhadap Aceh tempo dulu, World Achehnese Association menyatakan:

1.Pemerintah Belanda harus memepertanggung jawabkan perlakuannya terhadap Aceh tempo dulu, antaranya dengan mengadakan pertemuan dengan seluruh komponen Rakyat Aceh untuk mencari solusi terbaik agar masaalah Aceh selesai.

2. Seluruh komponen Rakyat Aceh sepatutnya mengadakan pendekatan dengan pemerintah belanda agar akar masalah Aceh bisa di temukan dan kemudian di selesaikan untuk menuju kehidupan seluruh rakyat yang adil dan sejahtera.

3. Seluruh rakyat Aceh di harap mengawal Perdamaian yang sudah di capai agar tidak di manfaatkan oleh pihak-pihak yang anti dengan perdamaian dan memiliki kepentingan dengan merusak Perdamaian Aceh.

Fjerritslev Denmark
Jumat 26 Maret 2010

Tarmizi Age
World Achehnese Association (WAA)
Ban sigom donja keue Aceh!
Previous Post Next Post