Wakil Wali Kota Aalborg Buka Konferensi Bansigom Donja II WAA

Helle Frederiksen (Wakil Walikota Aalborg) Membuka Konferensi & Silaturrahmi Bansgiom Donja II WAA, 22-26 July 2010 di Lindholmsvej 65, 9400 Norresundby, Aalborg, Nordjylland, Denmark [Foto/Dok/WAA].

WAAJumat 30/07/2010, Wakil Wali Kota Aalborg Buka Konferensi Bansigom Donja II WAA

WAA Headquarters - Konferensi dan silaturrahmi II WAA pada hari kedua Jumat 23 Juli 2003 di buka tepat seperti yang di janjikan pada jam 9.00 pagi. Tarmizi Age/Mukarram yang memandu acara berkenan mempersilakan Mrs. Helle Frederiksen (Wakil walikota Aalborg) Denmark (kota nomor 4 terbesar di Denmark) untuk memulai membuka Konferensi Bansigom Donja II WAA tersebut. Kehadiran Wakil wali kota Aalborg mendapat sambutan yang hangat dari peserta dan Delegasi yang berada di ruang pertemuan. Mrs Helle Frederiksen kepada para hadirin menyampaikan kegembiraannya karena bisa hadir di konferensi ini.

Wakil walikota Aalborg menyampaikan selamat datang kepada para tamu dari Aceh dan dari negara lainnya yang telah hadir di Konferensi dan Silaturrahmi Bansigomdonja II WAA, kami mengucapkan selamat datang di kota Aalborg. Mrs Helle Frederiksen memberitau bahwa kota Aalborg yang memiliki penduduk 970.000 jiwa di kenal dulunya dengan kota industri, nanun sekarang di rubah bentuknya sehingga menjadi sebuah kota pusat budaya, dengan pendapatan yang semakin baik. Sebelum berangkat meninggalkan ruangan karena harus menghadiri acara lainnya, Wakil walikota berkenan menyaksikan Tarian Ranub Lampuan yang di persembahkan oleh Groep Putroe Aceh sebuah groep tarian dan budaya yang di bentuk masyarakat Aceh di Denmark.

Dalam masa yang singkat para delegasi sempat gambar bersama dan saling memperkenalkan diri masing-masing kepada wakil walikota, beliau berjanji akan cuba mencari waktu diantara senin dan selasa depan agar para Delegasi terutama dari Aceh bisa datang berkunjung ke kantor pemrintah kota Aalborg.

Acara di lanjutkan dengan penyampaian sepatah kata sambutan dari anak-anak Aceh Norwegia dengan cara melantukan Caé Aceh yang cukup mendapat sambutan dari peserta. Kemudian Konferensi di teruskan dengan pemaparan pidato masing-masing.

Sesi Panel (I) ini di mulai oleh Bakhtiar Abdullah (Mantan Juru Runding GAM) menyampaikan, Pelaksanaan MoU Helsinki dan Masa Ukeu Perdamaian Aceh (Pelaksanaan MoU Helsinki dan dasa depan perdamaian Aceh). Bakhtiar mengatakan perdamaiaan Aceh merupakan salah satu perdamaian yang baik bahkan telah menjadi contoh penyelesaian kepada Konflik-konflik lain di dunia, sebenarnya ada banyak hal yang sudah berjalan di Aceh setelah perdamaian di tanda tangani namun tentunya masih ada hal-hal yang masih sedang akan berlangsung, yang penting sekali Masyarakat Aceh tidak ragu dengan perdamaian dan terus melakukan upaya-upaya meperkuat perdamaian itu sendiri seperti bagaimana melobi agar UUPA benar-benar sesuai MoU dan berjalan efektif  di Aceh sesuai dengan kesepakatan.

Zulkarnaini Abdullah (Rektor STAIN Zawiyah, Cot Kala Langsa) yang menyampaikan Kohesi Sosial untuk memperkuat Perdamaian Aceh menyebutkan bahwa untuk membangun perdamaian Aceh berkaitan sekali dengan pembangunan neuheut (kehendak), kepentingan dan kebutuhan masyarakat banyak, nah jika hal ini tidak bisa di penuhi eksekutif dan legislatif maka sikap memberontak rakyat akan selalu timbul, jadi pemerintah perlu memenuhi tuntutan ini agar kemudian perdamaian berjalan dan berkembang seperti di inginkan.

Setelah pause jep kupi (Minum kopi) dari 10.55 – 11.05, Fajran zain Analisis Aceh Institute berbicara menyangkut Relasi Aceh dan Jakarta Pasca MoU dan Kaitannya dengan Kesinambungan Perdamaian Aceh, dalam paparannya Fajran mengatakan dalam hal ini sebenarnya pemerintah Aceh sangat-sangat perlu mempersiapkan tim yang bekerja keras untuk melobi berbagai proses perdamaian agar berjalan sesuai MoU, hal lain juga bisa di lihat adanya manipulasi Jakarta dan ketidak tahuan pihak-pihak tertentu di pemerintah Indonesia dengan UUPA, ini bisa di lihat dari beberapa peraturan yang disahkan pemerintah tidak menyetuh hal-hal dalam MoU dan UUPA.

Fauzi Umar (TA Bapeda Aceh sekaligus redaktor Tabloid Tabangun Aceh) lima dari kiri, antara yang ikut menyampaikan makalah pada konferensi dan Silaturrahmi Bansigom Donja II WAA di Denmark,[Foto/Dok/WAA].

Fauzi Umar (TA Bapeda Aceh dan redaktor Tabloid Tabangun Aceh) kelahiran Aceh selatan,  memaparkan makalahnya menyangkut program jangka panjang Aceh, memberitahu peserta Konferensi bahwa perjuangan Aceh yang di raih dengan susah payah, dengan penuh pengorbanan, diraih dengan darah perlu di teruskan. Bapeda Aceh telah dan berupaya mencuba melakukan yang terbaik untuk Aceh termasuk membuat konsep pembangunan Aceh jangka panjang. Mudahan perdamaian di Aceh adalah perdamaian yang selamanya sehingga semua rencana kita tercapai. Namun kita sangat perlu menentukan Aceh ini harus dibawa kemana, dalam artian apakah kita ke pertanian, ketehnologi, kemaritim dan sebagainya.

Konferensi dan silaturrahmi II WAA berehat pada jalan 12.00 siang dengan masuknya waktu jumat.

Acara di lanjutkan pada jam 15.00 petang dengan sesi tanya jawab, antara pertanyaan yang menonjol tetap tertuju pada isi-isi MoU dan keberlajutan perdamaian Aceh.

Begitu sesi tanya jawab usai, Makmur habib Abdulghani (Tim Koordinator Support WAA) bangun berbicara, antara isi yang di sampaikan bahwa pelaksanaan perdamaian Aceh sangat di sayangkan karena sudah mencapai hampir 5 (lima) tahun tapi masih saja ada banyak hal yang tidak sesuai dengan MoU, menurut Makmor hal ini hanya bisa di lkukan oleh GAM, namun pertanyaannya apakah GAM itu masih ada atau tidak, makmur mengakhiri ucapannya.

Saiful (Aktivis WAA) memaparkan pandangan nya bahwa hasil yang dicapai di Helsinki adalah merupakan sebuah hasil yang hebat dan bagus, penyelesaian Aceh, MoU telah membuaka sebuah jalan baru bagi Aceh untuk menuju ke mana yang di citakan, namun kita semua perlu bekerja keras untuk mendorong agar apa yang di janjikan berjalan di Aceh. Untuk apa bercerita merdeka kalau Self-Goverment saja tak sanggup kita jalankan.

Nurmala Syahabuddin (Ketua Devisi Budaya WAA dan Ketua Putroe Aceh) memberitahu hadirin bahwa kami orang Aceh di luar negeri sudah cuba bekerja maksimal terutama dalam memperkenalkan Aceh kepada orang-orang luar, namun ada hal dan kendala yang terbesit, kami tidak memiliki cukup perlengkapan untuk mengkempanyekan Aceh diluar, kami hanya punya baju tarian, kami tidak memiliki persedian yang mencukupi untuk sebuah promosi, sekalipun demikian kami akan terus bekerja untuk Aceh, kami berharap kepada pemerintah Aceh untuk membuka mata agar Aceh bisa diperkenalkan keseluruh dunia.

Liya Ustaya dan Feby Usman (Anggota Putroe Aceh) antara anak Aceh yang aktif melakukan berbagai kegiatan untuk Aceh di Denmark menyampaikan kepada hadirin bahwa kami inginkan anak-anak Aceh bisa bersekolah seperti kami di Denmark, kami berharap tidak ada penjajahan baru ala modern terjadi terhadap anak-anak Aceh sehinga bangsa Aceh akan selalu tertinggal lagé ”cangguk di yueb bruek” (bagaikan katak di bawah tempurung), maka dengan itu kami mewakili anak-anak Aceh diluar negeri berharap agar pemerintah peduli dengan pendidikan untuk anak-anak dengan segala kebutuhannya.

Lukman Age (Direktur Aceh Institute), membangun komunikasi yang efektif dalam transisi perdamaian Aceh, Perjuangan kebersamaan yang pernah di lakukan secara bersama di Aceh sekarang terlihat mulai berpecah-pecah karena kebanyakan tindakan yang di lakukan saat ini di Aceh tertumpu pada hal-hal kecil seperti tersibukkan dengan hal-hal yang sifatnya jangka pendek. Lukman Age mengatakan dengan perdamaian ini Aceh sebenarnya bisa terus memanfaatkan situasi untuk tetap pada posisi perjuangan. Kalau dulu Misalnya TgK Hasan Tiro bisa mengirim anak-anak Aceh ke Libiya sekarang hal itu bisa di lakukan dengan mengirim anak-anak Aceh sebanyak mungkin untuk mendapatkan ilmu di luar negeri. Kita harap kedepan komunikasi-komunikasi antara seluruh komponen di Aceh agar lebih baik, sehingga semua aktor akan bisa melakukan kerja di posisi masing-masing artinya Aceh ini bisawa dibawa kearah yang di tujukan bersama.

Maka untuk mengisi berbagai kekuatan dan kemajuan di Aceh Lukman Age melihat kekuatan besar di Aceh sebenarnya ada pada GAM apalagi mereka punya sayap-sayap, ada PA, ada KPA dan ada GAM, dengan ini sebenarnya kita masih sangat mungkin untuk meneruskan cita-cita kita masyarahakat hidup sejahtera.

Ruyani daud (Aktivis WAA, mewakili perempuan di Denmark) memberitahu hadirin agar dalam pelaksanaan pembangunan di Aceh di libatkan wanita di segala sektor dan tidak ada terjadi lagi diskriminasi terhadap wanita-wanita di Aceh, dan pelaksanaan demokrasi di Aceh perlu dilaksanakan secara nyata. 

Zamah sari (Jurnalis/Harian Aceh) berbicara menyikapi Implementasi MoU Hingga tahun ke 5 (Lima) belum berjalan semestinya. Perdamaian Aceh adalah sebuah perdamain yang perlu di dukung, namun para stakholder perlu membuktikan dan mengimplementasikan semua poin-poin MoU, dan ini sebenarnya merupakan harapan semua rakyat awam di Aceh. Saya secara pribadi berpendapat hal yang paling penting adalah UUPA perlu sesuai MoU dan hukum sangat penting di jalankan di Aceh. Tolonglah rakyat yang sudah lelah menanti kebenaran, menanti implementasi MoU yang sesuai dengan perjanjian yang di tanda tangani.

Ihsanuddin (Ketua KNPI Aceh dan sektaris DPW PPP Aceh) mengkhawatirkan pembangunan Aceh kedepan bukan semakin maju tapi akan semakin mundur antara lain di sebabkan nilai uang, alasannya menurut perkiraan salah seorang yang pernah mencalonkan diri sebagai bupati Pidie Jaya ini bahwa  kedepan uang untuk Aceh lebih minim dari yang pernah di dapatkan sebelumnya. Hal lain yang di sampaikan adalah perlunya kerja keras orang Aceh untuk menginformasikan kepada masyarakat Internasional bahwa Aceh sudah bagus, Aceh sudah bisa dikunjungi oleh masyarakat Intersional, yang penting sekali Masyarakat Aceh perlu menjaga identitasnya sehingga kapan pun, termasuk perlu secepatnya mebuka duta-duta Aceh diluar negeri.

Khaidir (DPRK Aceh Utara), sebagai pembicara yang terakhir pada hari kedua Konferensi dan Silaturrahmi II WAA membuka ucapannya dengan membacakan syair Arab dan terjemahannya dalam bahasa Aceh “Bék tasangka yang njoe rakan yang jak sajan waté kaya, tetapi yang njoe rakan yang jak saja dalam keu runda” (Jangan anggap teman itu yang selalu bersama ketika kaya, tetapi yang benar teman adalah yang selalu bersama ke dalam keranda).

DPRK Aceh Utara tersbut menginformasikan publik bahwa Aceh utara kalau dulu di kenal sebagai petro dolar, Aceh utara bisa membantu kabupaten-kabupaten lainnya, tapi sekarang keuangan Aceh Utara sangat morat marit, namun kami di Aceh utara akan berusa sekuat tenaga untuk keluar dari halangan-hangan ini. Dan kita yakin jika semuanya punya komitmen maka pastinya semuanya akan bisa dilkukan, kita harap pertemuan ini menjadi antara sebahagian dari itu.

Peserta berehat pada jam 7.00 masuk (Makan), setalah sejenak berehat, acara dilanjutkan dengan membentuk komisi dan menyusun nama-nama anggota yang siap duduk dikomisi-komisi yang telah di putuskan secara bersama. Komisi-Komisi tersebut adalah, Komisi -A (Evaluasi MoU, Self-Government dan Strategi Advokasi), Komisi -B (Ekonomi – Pembangunan), Komisi – 3 (Sosial, Budaya dan Pendidikan), Komisi -4 (Pemerintahan, Pemilu 2011 & Konsul Aceh). Rapat komisi tersebut akan berjalan hari ini 24 July 2010.

Demikian,

Fjerritslev Denmark
Sabtu 24 Juli 2010

Tarmizi Age/Mukarram
World Achehnese Association (WAA)
Ban sigom donja keu Aceh!

Previous Post Next Post