Pengurus ACDK Bersama Ketua MAA Aceh Rayek (Foto/Acdk) |
WAA - Pada saat rombongan ACDK kembali ke bireuen dalam lawatan kunjungan kerja lembaga dua hari di Banda Aceh, sesampai di lambaro kafe pembina ACDK mencoba hubungi telpon Tgk. H. M. Ali yunus yang merupakan ketua MAA kabupaten Aceh Rayek untuk memastikan apakah beliau ada di rumah.
Tepat jam 20.00 wib malam tanggal 20. november 2012 tiba di rumah beliau, suasana menjadi haru ketika Tgk. H. M. Ali memeluk pembina kami tgk Tarmizi Age (Mukarram) dan beliau berujar ”Lon pikee katuwoe keu Ayah katreep troeh woe u Aceh hana troh langkah keuno” ” Saya fikir kamu sudah lupa kapada Ayah karena sudah lama pulang ke Aceh belum pernah berkunjung ke sini”, selanjutnya kami satu persatu menyalami beliau dan kami dipersilakan duduk diatas kursi yang sudah disediakan.
Tarmizi Age mencoba memberikan sedikit pengertian kepada beliau mengapa baru malam ini tiba ke rumah Ayah (sebutan Tarmizi Age kepada Tgk. H. M. Ali, Yunus ketua MAA Kabupaten AQceh Rayek), Tarmizi Age menjelaskan paska kepulangannya dari Denmark medio juli 2012 yang lalu langsung berhadapan dengan tugas-tugas berat di lembaga yang perlu segera diselesaikan.
Saya sudah banyak mendengar tentang kegiatan Tarmizi Age baik di media-media dan dari pembicaraan orang – orang lain, tetapi saya perlu mengingatkan kalian sebagai angkatan muda yang memiliki jiwa patriotisme dan saya menganggap kalian sebagai pahlawan yang ingin membawa Aceh kearah perobahan yang lebih baik, saya sangat berharap dalam setiap pelaksanaan kegiatan dan amanah yang dibebankan harus dilaksanakan sebagaimana mestinya, jangan sampai seperti pepatah Aceh mengatakan ” Lagee sipuntong meteumee jaroe, lagee si tontong gapue meuteumee lakoe”
Kemudian suasana bertambah hangat ketika kami disuguhkan minuman kopi ciri khas Aceh rayek dan kue selai produk kota lambaro dan beliaupun terus menanyakan kepada kami sejauh mana perkembangan lembaga saat ini sambil terus memberikan nasihat yang berguna lainnya.
Sebagai seorang yang sudah tua dan sudah banyak merasakan asam garam (pengalaman hidup) di nanggroe Aceh, beliau memberi gambaran mengapa setiap program pemberdayaan ekonomi masyarakat di Aceh sering kali gagal tidak lain penyebabnya adalah ada dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah adalah faktor yang dipengaruhi oleh watak dan karakteristi orang Aceh yaitu iri dan dengki, dua faktor ini yang harus diubah dengan pemahaman agama dan pendidikan umum lainnya.
Faktor eksternal adalah faktor yang dipengaruhi oleh orang lain seperti birokrasi pemerintah yang sangat berliku, pendidikan dan ketrampilan masyarakat yang masih kurang, ketidak percayaan masyarakat kepada pemerintah karena masyarakat sudah lama hidup dalam keadaan kecewa, beliau menambahkan kenapa tidak selama ini setiap ada pelaksanaan kegiatan pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah beliau mengumpamakan ” Le hak ameel dengan hak fakir dan miskin” artinya setiap kegiatan banyak dihabiskan untuk biaya oprasional dengan biaya program.
Untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan kepada lembaga pelaksana lainnya menurut beliau saat ini yang perlu dilakukan adalah: Bek le haba dengan but (jangan banyak bicara tapi terus bekerja nyata), Pendidikan untuk merobah pola fikir masyarakat, Pemimpin dari tingkat atas sampai kebawah harus menjadi contoh bagi masyarakat, Reformasi birokrasi, Pemerintah jangan mudah percaya dengan laporan kegiatan hanya di atas kertas.
Setelah lebih satu jam di rumah ketua MAA Aceh Rayeuk, pengurus ACDK bergerak menuju Bireuen, sebuah wilayah di mana ACDK mulai menebarkan ide – idenya dalam membangun ekonomi masyarakat Aceh.
Laporan, Idris Kasem Sebagai Manger Program Lembaga ACDK