![]() |
Ilustrasi: Pengurus dan anggota organisasi World Achehnese Association (WAA) yang beralamat di Aalborg, Denmark. (Foto: REL). |
WAA - Denmark, World Achehnese
Association (WAA) menyampaikan keprihatinannya terhadap peristiwa kejahatan
kemanusiaan masa lalu di Aceh, khususnya tragedi kemanusiaan pembunuhan massal
di Simpang KKA, Dewantara, Aceh Utara, yang terjadi pada tanggal 3 Mei 1999,
dimana hingga saat ini belum ada seorang pun pelakunya diadili atau diproses
secara hukum. Bertepatan 16 tahun tragedi Simpang KKA (3 Mei 1999-2015), WAA
menghubungi dan mengirimkan rilis kepada AcehFokus prihal sikap keprihatinan
pihaknya.
Tragedi Simpang KKA
yang sudah menjadi catatan peristiwa berdarah di Aceh, WAA sebuah organisasi
masyarakat Aceh se-dunia yang berpusat di Eropa memberi catatan penting tentang
kejahatan kemanusiaan masa lalu. Organisasi yang beralamat di Rughaven 49,2 mf 9000
Aalborg, Denmark ini menyebutkan dalam rilisnya, "kejadian yang menimpa
bangsa Aceh di Simpang KKA Aceh Utara merupakan suatu tragedi yang memilukan
terutama sekali bagi seluruh rakyat Aceh, dan tentunya kepada warga dunia yang
menjunjung tinggi nilai dan hak asasi manusia, " tulis Syukri Ibrahim,
Sekretaris WAA, Senin (4/5) waktu Denmark.
Lebih lanjut tulis
WAA, sebagai sebuah organisas masyarakat Aceh di seluruh dunia melihat kejadian
tersebut merupakan salah satu tindakan penafian hak hidup terhadap bangsa Aceh.
"16 tahun Tragedi
Simpang KKA, ini sebuah momentum penting bagi kita Bansa Atjeh (ejaan lama,
red) untuk kita berdoa kepada korban dan bersilaturrahmi dengan keluarga korban
untuk menyusun strategi supaya cepat dan diadili semua pelaku kejahatan perang
di Aceh - Indonesia," tulis WAA.
Pihak WAA juga sangat
berharap kepada pemerintah Aceh agar mahkamah HAM ( Hak Azasi Manusia) harus
segera dibentuk di Aceh. "Hukum dan HAM itu adalah prioritas utama untuk
membangun Aceh dari era konflik ke era demokrasi."
Menurut Sekretaris WAA
ini, setelah 9 tahun perdamaian Free Aceh Movement (GAM) dengan Indonesia (RI)
belum satupun pelangaran HAM di Aceh diadili, ini membuat masyarakat Aceh
hilang kepercayaannya terhadap Nota Kesepahaman Damai Helsinki. "Padahal
jelas tertulis dalam poin-poin MoU: 2. Hak Asasi Manusia dan 2.2. tentang
Mahkamah HAM di Aceh yang segera mungkin harus dilakukan oleh pemerintahan Aceh
- Indonesia," sebut Syukri Ibrahim yang akrab disapa Wareeh.
" Sekali lagi kami sangat mengharap
kepada pemerintah Aceh untuk segara menuntaskan semua pelanggaran HAM di Aceh,
dan masyarakat Aceh tidak menbutuhkan alasan karena sudah 10 tahun Perdamaian
RI-GAM, ini sudah masanya (action) kerja nyata Pemerintah Aceh untuk rakyat
Aceh ," demikian rilis WAA.
Penulis Wareeh/ editor : VD2
Penulis Wareeh/ editor : VD2