Tengku Bakhtiar Abdullah: Siapa Saja Boleh Menang Asal Dipilih Rakyat


Pidie – Hari itu, tanggal 18 Oktober 2016, kami pagi-pagi berangkat ke airport, setelah mengantar anak-anak ke sekolah. Via jalan Limpok yang sangat parah berlubang karena sering dilewati truk, mengejar untuk sampai ke Blangbintang sebelum pukul 08.30, menjemput kedatangan Tengku Bakhtiar Abdullah dengan keluarga.

Tengku Bakhtiar keluar dari arrival hall dengan wajah gembira, sebab lama tidak menjenguk kampung halaman. Dari airport, singgah sebentar di Lampreh, tidak jauh dari Lambaro, bertemu dengan keluarga dan berziarah ke makam Ayah Singapore, Tengku Abdullah Musa, ayahanda Tengku Bakhtiar yang pernah menjadi anggota Majelis Negara, sebuah lembaga yang menjadi penasehat almarhum Tengku Hasan Di Tiro.

Dari Lampreh, dengan dua kendaraan kami berangkat ke timur, menuju Samalanga. Putri Tengku Bakhtiar sedang belajar di dayah Mudi Mesra (Ma’had Ulum Diniyah Islamiah Mesjid Raya) Samalanga. Di dayah tersebut juga belajar beberapa putri Aceh asal Norwegia dan Denmark.
Setelah beramah-tamah dengan salah satu pimpinan dayah, kami kembali ke Pulo Tambo, Tiro. Pulo Tambo merupakan gampong asal istri Tengku Bakhtiar. Mi Chiek, mertuanya juga bertempat tinggal di sana. Setelah melepas rindu dengan Mi Chiek dan keluarga yang lain, keluarga kemudian duduk bermufakat untuk membincangkan masalah rencana acara syukuran perkawinan anak dari abang ipar Tengku Bakhtiar.

Diputuskan acara akan diadakan di hari Minggu. Di masa yang tersisa beberapa hari itu, Tengku Bakhtiar berangkat ke Takengon, dan berjumpa dengan beberapa keluarga di sana. Sewaktu pulang, singgah di Bireuen bertemu dengan Tengku Nashiruddin bin Ahmed, pengusaha kopi yang mengusung merek Le Parte. Dari Bireuen, kemudian melanjutkan ke Aceh Utara untuk mengantar salah seorang kawan untuk menjenguk orang tuanya.

Dua Kandidat Pidie
Tepat di hari acara syukuran pernikahan keponakannya, ramai tamu yang berdatangan. Tokoh-tokoh perjuangan tua-muda asal Pidie datang menghadiri undangan. Lepas zuhur, datang serombongan tamu berpeci Merah. Rupanya rombongan Abusyiek Sufi, salah seorang calon bupati Pidie. Setelah berpelukan erat, rombongan duduk dengan Tengku Bakhtiar. Di antara amanah yang dinasehatkan kepada Abusyiek, untuk menjaga perdamaian, jangan ada kekerasan dalam pilkada nanti, dan jangan terpecah-pecah dalam kelompok-kelompok yang saling berselisih.

Setelah rombongan berpeci merah pamit, datang Sarjani Abdullah, petahana dan calon bupati Pidie juga untuk pemilihan ke depan. Amanah yang disampaikan Tengku Bakhtiar hampir serupa yang disampaikan kepada Abusyiek. Kepada mereka juga masing-masing disampaikan, “yang menang adalah yang dipilih rakyat. Jangan ada lagi darah yang keluar dari pertikaian sesama”, demikian tegas Tengku Bakhtiar yang diiyakan oleh kedua kandidat tersebut.

Setelah acara di Pidie, rombongan malam itu bergerak ke arah timur menuju Peureulak. Tengku Bakhtiar mengunjungi Abu Sanusi, salah satu tokoh perjuangan yang sudah dianggap seperti ayah sendiri. Di sana setelah bersilaturrahmi dengan Abu Sanusi dan beberapa sahabat, perjalanan dilanjutkan ke Langsa. Kunjungan kali ini ke sebuah pesantren di kawasan Alue Pineung, pimpinan Tengku Abdul Razak, yang baru saja pulang mengunjungi Eropa untuk memberikan ceramah di bulan puasa.

Rombongan kemudian pulang ke Banda Aceh dan sempat singgah di Tiro untuk mengambil barang.

Dua Kandidat Aceh
Sesampai di Banda Aceh, hari masih sore. Beberapa keluarga dan kawan berdatangan untuk berdiskusi.

Setelah tamu berpulangan, di tengah malam, Zahara, anak tertua Tengku Bakhtiar demam tinggi dan mengeluh sakit di perut. Malam itu langsung dibawa ke IGD rumah sakit Meuraksa Banda Aceh. Hanya semalam saja, ternyata alhamdulillah baik-baik saja.

Setelah itu, Tengku Bakhtiar berkomunikasi dengan salah satu sahabatnya, Irwandi Yusuf, calon gubernur Aceh. Dengan Irwandi Yusuf, Tengku Bakhtiar bertukar informasi tentang keadaan terkini di Aceh. Amanah juga disampaikan, bahwa pilihan rakyat itulah yang terbaik. Juga Tengku Bakhtiar berpesan agar perdamaian selalu dirawat dan dipertahankan.


Setelah isya, hari Rabu, Tengku Bakhtiar juga terhubung dengan Sofyan Daud, mantan jubir militer GAM yang saat ini menjadi ketua timses calon gubernur Tarmizi Karim. Terlibat diskusi yang panjang, dan Tengku Bakhtiar tetap menasehatkan untuk menjaga perdamaian dan kedamaian masyarakat Aceh.

Hari Kamis, adalah hari terakhir di Banda Aceh. Setelah berziarah ba’da subuh ke makam Tengku Chiek di Tiro Muhammad Saman dan Tengku Chiek di Tiro Hasan Muhammad, langsung menuju ke bandara untuk kembali ke Swedia. Di bandara selain rombongan keluarga terlihat juga Shadia Marhaban, Nur Djuli, Teuku Hadi, semua adalah rekan-rekan Tengku Bakhtiar Abdullah yang sama-sama menjadi Tim Perunding GAM di Helsinki.

Ketika hendak masuk ke ruangan kontrol imigrasi, datang Muzakir Manaf, wagub yang sedang cuti, juga seorang calon gubernur Aceh. Setelah berbincang-bincang tentang kondisi keluarga, kepada Muzakir Manaf, Tengku Bakhtiar juga memberikan amanah untuk menjaga perdamaian Aceh. Menjauhi kekerasan dalam pilkada ke depan dan untuk mendukung pilkada berjalan dengan lancar. Di ujung pembicaraan Tengku Bakhtiar menekankan, “siapa saja boleh menang, asal menang dipilih rakyat”.

Kedua kandidat dan seorang ketua timses cagub tersebut adalah teman-teman yang pernah sangat dekat dengan Tengku Bakhtiar Abdullah.

Sumber :  team scandinavia
Previous Post Next Post