Anwar Omar, Dok/waa |
WAA - Kamis 31/03/2011, Pemimpin Aceh Jangan Berjanji Kalau Tak Bisa Menepati?
Seorang pemimpin yang baik dan bijak itu adalah seorang pemimpin yang tau akan keadaan rakyat, karena hal itu lebih utama untuk bisa memenuhi kebutuhan rakyat. Pemimpin bukan hanya yang pandai menghabisi uang rakyat.
Sejarah Aceh menghuraikan, para pemimpim Aceh selalunya orang-orang yang punya keacehan dan punya pendirian yang kuat, misalkan sewaktu kerajaan Aceh di pegang oleh sultan Iskandar muda, Aceh begitu megah dan kuat, karena beliau tak henti-henti memikirkan supaya Aceh dan rakyatnya terus maju dan tetap harus mulia di mata dunia, beliau juga selalu mendekati diri dengan ulama-ulama Aceh, kerana ulama di masa itu berada di barisan pertama dalam kerajaan Aceh, begitu juga dengan undang-undang Aceh yang tidak pernah lepas dari hukum agama.
Aceh adalah serambi mekah, sebuah daerah yang menjadi contoh bagi daerah-daerah lain di luar Aceh. Peraturan atau perundang-undangan yang akan di buat di Aceh tidak boleh di pisahkan dari islam. Begitu juga dengan rakyat Aceh yang lebih ingin memilih mati daripada meningalkan islam. jadi keberanian orang-orang aceh masa dulu tiada duanya.
Sekarang Aceh sangat berubah, apalagi bila kita melihat dengan tingkah-tingkah orang-orang Aceh sekarang, tidak kurang yang telah meninggalkan nilai-nilai keacehan dan budayanya, mareka sekarang berbangga-bangga dengan istilah kata gaul atau budaya luar, yang kemudian bisa membuat moral mareka hilang. Semangat nationalisme sudah lekang dari tubuh mareka, sehingga mareka lupa akan budaya dan bahasa Aceh sendiri.
Saya punya sebuah cerita, salah seorang teman saya yang pernah pulang ke Aceh menceritakan bagaimana anak-anak remaja Aceh di zaman sekarang. Sewaktu dia di banda aceh dia menanyakan sesuatu dalam bahasa aceh, tapi anak-anak remaja itu menjawabnya dalam bahasa indonesia, terus teman saya itu mengajak mareka untuk berbicara bahasa aceh, lalu mareka bilang, ini banda aceh bang. Jadi kita berpikir apa perbedaannya bahasa aceh dengan banda aceh, kenapa mareka bisa mengatakan begitu, pikir punya pikir, ternyata mareka malu berbicara dalam bahasa aceh walaupun ayah dan ibu mareka asli orang aceh, sangat mengejutkan bagi kita orang-orang Aceh di Luar negeri yang masih setia menggunakan bahasa Aceh dalam meututoe (bertutur) sehari-hari bersama bansa Aceh menggunakan bahasa Aceh.
Sikap ini akan menjadi pertanyaan bagi kita, apakah suatu hari nanti mareka akan malu juga karena mareka di lahirkan di Aceh? mareka sudah malu berbicara bahasa aceh sudah hampir bisa di pastikan mareka akan merasa malu dengan nilai-nilai keacehan di suatu hari nanti. Sebuah hal yang perlu kita risaukan bersama jika pada suatu hari nanti ada orang Aceh yang sudah punya karir bagus di luar aceh, terus jika di tanya apakah saudara dari Aceh? Bisa saja jawaban yang di dapat, saya hanya menumpang lahir di aceh. Jadi bagaimanakah Aceh berpuluhan tahun kedepan, kalau sekarang mareka sudah mulai belajar melupakan Aceh dan nilai-nilai keacehan nya. Pernah kah kita berpikir tentang itu?, terlalu membangga-banggakan budaya dan bahasa asing sebenarnya sebuah kesalahan, karena hal ini akan berimplikasi terhadap malunya menggunakan bahasa sendiri, jadi sampai kapan Aceh bisa maju kalau remaja kita sudah mulai melupakan bahasa dan budaya nya Aceh sendiri.
Pemimpin Aceh selalu berbicara demi kamajuan Aceh, tapi mareka lupa menanamkan semagat keacehan di tubuh remaja sekarang, bukankah kita sudah punya wewenang untuk melakukan perubahan di aceh, di kantor-kantor untuk bisa berkomunikasi dalam bahasa aceh dan di sekolah-sekolah untuk bisa belajar nilai-nilai keacehan yang lebih mendalam lagi.
Generasi adalah penurus Aceh dan mareka lah yang akan menjadi pemimpin-pemimpin Aceh kedepan, jadi sebelum remaja-remaja kita menjadi pemimpin yang akan datang, tanamkan lah semangat keacehan dalam tubuh mareka dulu, supaya mareka akan slalu bangga dengan keacehan nya nanti, walau di mana pun mareka berada. Para pemimpin-pemimpin Aceh sekarang ini nampaknya kurang memikirkan tetang hal itu, sehingga terjadilah perkara-perkara sedemikian rupa pada remaja kita selama ini. Bukankah semua itu kewajiban para pengambil kebijakan, itupun kalau kita masih sepakat dengan Aceh tetap menjadi Aceh.
Kegigihan para pemimpin kita selama ini yang terlalu mengejarkan kemajuan, sehingga kemajuan pun lari, yang tinggal hanyalah penderita bagi rakyat, bukankah sesuatu yang di kejar itu selalu lari. Tapi cubalah membangunkan Aceh step by step, jangan terlalu ingin melompat, sehingga jatuh dan perubahan tidak pernah datang di Aceh.
Penderitaan orang aceh sudah cukup panjang selama 30 tahun konflik dan di dera dengan datang nya tsunami, kita tau, membagun Aceh membutuhkan proses yang panjang. jadi bangunkan Aceh step by step. Jangan terlalu jauh melangkah, sehingga para pemimpin Aceh selalu menjanjikan sesuatu, misalnya pada 2014 Aceh akan manjadi seperti hongkong, korea atau Jepang, bayangkan jika hal itu tak terjadi apa yang akan timbul, sudah tentu kekecewaan bagi rakyat, sehingga kepercayaan kepada pemimpin akan hilang, dan perubahan hanya sebuah mimpi.
Pemimpin kita Aceh nampaknya selama ini sangat terlambat, khususnya eksekutif dan legislatif. Sudah 2 (dua) tahun mareka duduk di kursi DPRA tetapi mareka belum berbuat sesuatu yang bisa di banggakan orang Aceh, begitu juga dengan program-program untuk masyarakat yang tidak jelas. Dulu sebelum mareka menjabat sebagai pemimpin, mareka berjanji meraka pernah berjanji akan membawa perubahan yang besar bagi Aceh, mareka akan mengantikan semua sistem biro pemerintahan di Aceh, nama Aceh, bendera Aceh, himne dan mareka akan meyelesaikan KKR dan akan menegakkan keadilan, sekaligus yang kegelapan akan menjadi terang, yang tidak ada kejelasan akan menjadi jelas.
Para pemimpin juga berjanji akan membawa investor besar dari luar untuk menanamkan modal nya di Aceh, tapi semua itu juga tidak pernah terjadi, yang bertambah di Aceh hanya kriminal, keamanan pun belum bisa di atasi, jadi bagaimana inverstasi asing mau menanankan modal nya di Aceh. Sekarang banyak kriminal yang terjadi di Aceh, mungkin juga karena masih banyak senjata iligal di tangan masyarkat, jadi jangan mimpi Aceh bisa aman kalu senjata iligal masih banyak di Aceh.
Para pemimpin di Aceh saat ini sibuk dengan dana Otsus, bahkan untuk megesahkan nya saja hingga terlalu terlambat. Ekonomi Aeh sat ini sangat tergantung pada dana Otsus, makanya jika pengesahannya terlambat akan berdampak negative pada ekonomi di seluruh daerah di Aceh.
Sebenarnya ketergantungan uang Aceh pada dana Otsus akan menjadi bala kedepan, hal ini apabila suatu hari nanti Aceh tidak lagi berhak mendapatkan dana Otsus tersebut, 4 (Empat) juta lebih jiwa rakyat Aceh akan kelaparan. Maka dengan itu selama ada waktu untuk berbuat sesuatu untuk aceh, berbuat lah, jangan terlalu lena di atas kursi yang tebal di kantor DPRA, sehingga sampai ketiduran di atas kursi itu, cubalah merubah penderitaan rakyat ke arah kemakmuran dan kesejahteraan, jangan sampai terjadi perubahan hanya sebuah mimpi (cek langet).
Dengan menjujung tinggi rasa hormat, kami tau anda orang-orang yang hebat, mampu dan lebih tau selaku pemimpin bansa, tapi kelalaian dan keterlambatan yang membuat kami rakyat kecewa kepada saudara-saudara, jangan salahkan kami kalau harus menkritikkan, karena itu merupakan sebuah kewajiban bagi kami sabagai rakyat untuk menkritikan pemimpinnya, jadi janganlah ada niat yang buruk, terima lah pendapat dan kritikan dengan hati yang terbuka, demi kemajuan kita bersama.
Kepada para calon yang ingin naik untuk menjadi pemimpin Aceh kedepan baik dari partai lokal mau pun dari jalur independent sudah mulai bergerak, tidak lama lagi akan sampai ke daerah-daerah untuk berkampanye, siapakan salah sorang dari mareka yang akan menjadi pemimpin Aceh ke depan tergantung di tangan masyarkat, makanya jangan salah pilih. Pilih lah pemimipin yang mempunyai kejiwaan sebagai seorang pemimipin, yang bisa membawa perubahan, yang sudah ada program-program kedepan, yang lebih utama lagi yang sudah berpegalaman. Dalam waktu dekat ini kita masyarakat sudah bisa melihat mareka para calon di panggun-pangun kompanye untuk menjanjikan sesuatu, dan jangan lupa, semua janji biasanya bias ucap, tetapi sering sekali tidak semuanya bisa di tepati, Makanya pemimpin Aceh jangan berjanji kalau tak bisa menepati.
Anwar Omar adalah Aktivis World Achehnese Association berdomisili di Denmark