![]() |
Gambar serambinews.com |
WAA – Jumat 23/03/12, Dengan lafaz Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, saya ucapkan salam kepada seluruh rakyat Aceh, tak kira siapapun mereka dan dimanapun jua mereka berada, semoga semuanya dalam rahmat tuhan yang maha kuasa.
Berhubung saat ini tengah gencar kenduri PILKADA di Aceh, maka ada baiknya kita ikut memberi sedikit perhatian untuk itu, namun sebagai masyarakat biasa kita tetap jangan lupa bahwa besok pagi kita harus kesawah, kita harus kekebun, kita harus keluar bekerja (tueng upah) untuk memenuhi kebutuhan keluarga kita masing – masing.
Politik adalah kerja orang politik, Ekonomi kerja orang – orang ekonom, buat bangunan itu kerja tukang, administrasi memang urusan orang di kantor, yang jadi masaalahnya ketika PNS (Pegawai Negeri Sipil), tukang kebun dan pengembala (ureng meurabé) dirasuk virus politik, ”lain lagi kalau mereka memang orang politik”, siang malam berbuih mulut cerita soal politik, hal inilah yang biasanya akan berakibat menimpa mala petaka yang tak berkesudahan kepada orang lain yang menganggap bahwa dialah pakar politik, kacaulah situasinya kalau begini, hehe. Bukan juga dilarang berpolitik, tapi kalau boleh orang yang berpolitik itu biarlah ahli politik sekalipun ia petani dan pengembala patut di sanjung dan di teladani karena memiliki banyak inspirasi.
PILKADA sepertinya sudah menjadi budaya untuk memilih seorang pimpinan dari beberapa kandidat di Aceh, maka dengan itu sangat penting PILKADA itu berjalan dengan penuh kedamaian dan ketenangan, tanpa ada kekerasan dan profokasi serta penyebaran berbagai informasi fitnah yang juga tidak dianjurkan dalam Islam.
”Kan tidak elok calon – calon yang sudah lulus baca Al-Quran tiba – tiba tidak menghormati aturan di dalamnya dan mempelopori perlawanan serta permusuhan”.
Mengingat rakyat lebih ramai dari pada kandidat yang akan dipilih maka jangan lah mau rakyat di peralatkan oleh kandidat dengan hanya bermodalkan janji – janji atau kebencian. Sebagai rakyat biasa, kita perlu berpikir, siapakan kita setelah kandidat itu memimpin Aceh, siapakan kita setelah kandidat menang menjadi walikota, bupati dan sebagainya, mampukah mereka membayar janji – janji untuk kita, maka jika pun kita menjadi salah seorang pendukung kuat dari salah satu kandidat, jangan pula kita terlibat menjadi penyebar informasi yang salah, dengan tujuan untuk memenangkan kandidat kita, ini adalah kesalah dalam berpolitik, dan yang perlu di ingatkan oleh setiap kita bahwa kekerasan selalunya datangnya dari informasi yang salah dan sesat.
Kandidat
Kandidat pasangan calon Kepala Pemerintahan Aceh dan calon kepala pemerintah kabupaten/kota perlu memberi khutbah-khutbah menarik kepada pendukungnya, dengan metode masing-masing agar para penyokong mereka tau bahwa berpolitik bukan berarti memburuk-burukkan kandidat lain, berpolitik bukanlah merampas kekuasaan dengan ´mengatakan orang lain tidak baik, sering terbaca oleh khalayak di media massa ada kandidat yang masih menggunakan kata ”Intimidasi”, setalah mengagung – agungkan deklarasi pilkada damai, seakan – akan dia selalu di intimidasi oleh kandidat lain, walaupun itu sebenarnya tak dapat di buktikan, kalaupun benar ia di intimidasi maka perlu melapor ke pada badan yang telah di bentuk, agar hukum bisa berjalan, sekaligus akan berdampak baik terutama akan kurangnya penyakit fitnah pada masa pilkad, jangan lah hari hari mengatakan ada pihak yang intimidasi, tapi tak ada bukti siapa yang meng intimidasi siapa, untuk itu setiap kandidat saya kira, sangat penting mempertibangkan apa yang perlu dikatakan kepada media, karena ini penting agar melahirkan suasana yang harmonis dalam masa pemilihan.
Membaca nama-nama kandidat yang menjadi Calon kepala Pemerintah Aceh merupakan nama-nama yang sudah dikenal ramai orang di Aceh, dalam politik hal ini memang sangat penting, namun demikian ada baiknya jika keterkenalannya itu di gunakan untuk memperbaiki citra Aceh yang sekian lama dikenal sebagai daerah konflik menjadi daerah damai dan bermartabat, untuk memenangkan sebuah pertarungan sangat tidak profesional jika di raih dengan menebar keburukan pihak lain, tapi penting sekali memaparkan visi dan misi sendiri agar pemilih bisa mengenal siapakah kandidat kita.
Damai tiada bandingannya
Damai adalah akhir dari sebuah permusushan, permusuhan biasanya lahir dari penjajahan, penindasan, pembohongan, pengkhianatan dan lain sebagainya.
Dalam pesta PILKADA Aceh sebenarnya tidak akan ada permusuhan jika semuanya taat aturan, artinya kalau ada sesuatu masaalah yang tak terselesaikan maka pergilah ke badan hukum, seperti mana yang pernah di tempuh oleh Partai Aceh ketika mereka tidak sepakat dengan pencabutan sebuah pasal dalam UUPA oleh Pemerintah Jakarta, ini perlu di beri apresiasi.
Pemilu di Aceh sebenarnya sangat mendapat perhatian di seluruh dunia, karena ramai yang menganggap Aceh patut di jadikan contoh sebagai model sebuah perdamaian, saya rasa sungguh menjadi sebuah tarikan tertentu jika PILKADA Aceh kali ini juga berjalan dengan aman dan damai serta bebas dan demokratis, dan saya yakin Aceh bisa melakukannya jika memang tidak ada lagi yang suka mengajak untuk bekonflik baik melalui perkataan atau perbuatan.
Tidak untung sebenarnya memelihara konfli, dan tidak ada rugi kalau menempatkan perdamaaian sebagai tempat pijakan, maka dengan itu terutama sekali calon – calon yang berkeinginan besar untuk menjadi pemimpin utmakanlah damai dalam segala hal, jangan pula karena alasan menjaga perdamaian lantas rakyat di korbankan, ini juga tidak relefan.
Dalam hidup ini sebenarnya Damailah yang tiada bandingannya, hidup di negri yam damai, aman dan makmur menjadi mimpi semua orang, maka dengan itu marilah jadikan Aceh sebagai negri yang aman damai sehingga Aceh menjadi syurga dunia bagi siapa saja. Marilah memulainya pada pilkada ini untuk membuktikan Aceh adalah Negeri yang Damai untuk siapa saja, Wassalam
Oleh Tarmizi Age (Mukarram), Inisiator Aceh Goet